Secangkir kopi
mengalir lesap ke dalam
puisiku kembali
Jaga Blengko, 13-2-14
Jack Phenomenon
Menurut
sebuah tulisan, minuman yang paling populer dan hampir dua per tiga
penduduk bumi menyukainya adalah minuman 'kopi' (1), tidaklah heran
membaca keterangan ini. Dan di Indonesia boleh dikatakan demikian dan
hampir di mana-mana ada warung kopi dengan ciri khas dan jenis kopinya
masing-masing.
Tiap daerah di Indonesia hampir memiliki
ciri khas kopi, baik cara membuatnya maupun resep yang dimilikinya
secara turun temurun, bahkan di kota Jakarta yang tidak memiliki kebun
atau lahan tanaman kopi tiap daerah atau kawasan seperti misalnya daerah
Jatinegara memiliki kopi merk Biskota (2), ada lagi di daerah Hayam
Wuruk, Jakarta Barat dikenal dengan merk kopi Warungtinggi (3), Di
daerah saya tinggal misalnya di Kemandoran, Jakarta Selatan ada sebuah
pabrik kopi dengan merk dagang kopi cap Ayam Merak, dan saya kira juga
di daerah-daerah atau kawasan lain di Jakarta memiliki merk kopinya
masing-masing, yang biasanya dibungkus dengan kertas sampul coklat yang
khas.
Belum lagi di daerah-daerah lain yang kita kenal
sebagai minuman yang populer dan memiliki kebun kopi yang luas, sebut
saja di daerah seperti Aceh (Tanah Gayo), Kopi Medan, Padang, Lampung,
Toraja, Timor, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, ya boleh dikata hampir
dikeseluruhan wilayah Indonesia memiliki tradisi minum kopi dengan
berbagai resep tradisionalnya. Dan yang paling terbaru adalah penemuan
kopi khas Indonesia, yaitu kopi luak yang diambil dari kotoran binatang
luak (musang), kopi luak ini adalah kopi paling mahal di dunia.
Tentu
saja ada sejarahnya tanaman kopi ini bisa sampai di Indonesia, dan
tanaman ini bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan di bawa oleh
penjajah Hindia Belanda dan bangsa Arab dan India hingga sampai di
Nusantara, tanaman tersebut merupakan tanaman asli benua Afrika.
Dahulu
di Afrika atau di Arab minuman kopi dihidangkan tanpa gula, baru
semenjak bangsa Eropa yang pertama kali memperkenalkan minuman kopi
dengan mencampurnya dengan gula, sehingga menjadi sangat populer di
negeri Turky sebagai bangsa yang sangat dekat dengan budaya Eropa saat
itu.
Hal
ini berdasarkan asumsi saja dan kebiasaan-kebiasaan orang-orang
menikmati waktu santainya, dan biasanya ide-ide kreatif itu bisa muncul
jika manusia dalam kondisi yang santai dan penuh inspirasi. Banyak topik
yang bisa dibicarakan oleh orang-orang yang nongkrong di warung kopi
mulai masalah politik, korupsi hingga letusan gunung berapi, hingga
membaca puisi atau membuat puisi.
Kita simak saja sebuah puisi dari penyair Joko Pinurbo (Jokpin) ini :
Surat Kopi (4)
Lima menit menjelang minum kopi,
aku ingat pesanmu: “Kurang atau lebih,
setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.”
Mungkin karena itu empat cangkir kopi sehari
bisa menjauhkan kepala dari bunuh diri.
Kau punya bermacam-macam kopi
dan kau pernah bertanya: “Kau mau pilih
kopi yang mana?” Aku jawab: “Aku pilih kopimu.”
Di mataku telah lahir mata kopi.
Di waktu kecil aku pernah diberi Ibu cium rasa kopi.
Apakah puting susu juga mengandung kopi?
Kopi: nama yang tertera pada sebuah nama. Namaku.
Burung menumpahkan kicaunya ke dalam kopi.
Matahari mencurahkan matanya ke hitam kopi.
Dan kopi meruapkan harum darah dari lambungmu.
Tiga teguk yang akan datang aku bakal
mencecap hangat darahmu di bibir cangkir kopiku.
(2013)
Kita
tidak tahu apakah penyair Joko Pinurbo ini menulis puisinya sambil
minum secangkir kopi, tapi kita pasti tahu bahwa penyair ini pasti
pernah minum kopi.
Suatu ketika saya ingat teman saya,
shinshe Hendra yang menyarankan untuk membuat kopi dengan rasa kopinya
sangat kental, dia menganjurkan untuk memasak air panas hingga mendidih,
lalu siapkan cangkir atau gelas kopi, tuangkan kopi tiga sendok kecil
(ukuran cangkir) sesuai ukuran dan tuangkan air panas kedalam cangkir
setengah saja lalu baru masukkan gula secukupnya dan aduk dengan cepat
dan tambahkan lagi dengan air panas hingga penuh. Cara minumnyapun unik,
cangkir ditelungkupkan di tatakannya dan kita tinggal menyeruputnya
dibibir tatakan cangkir tersebut, hal ini sering kita temukan di warung
kopi Glodok, Jakarta Barat.
Di Aceh kita akan menjumpai
kopi tarik dan disaring dengan kain semacam kaos kaki, unik sekali, ada
juga yang membuat kopi dengan cara tradisional mulai dari mensangrainya
dengan menggunakan kayu bakar khusus, sampai cara penyajiannya dengan
wadah dari tanah liat ataupun teko dari tembaga dan lain-lain.
Di
Pontianak atau di kota Singkawang sekitar tahun 1980-an, saya pernah
menyaksikan tokei kedai kopi memperagakan membuat kopi ini dengan cepat
saji, alias menggunakan gerakkan kungfu, unik sekali, akan tetapi
sekarang ini hampir tidak ada, mungkin karena alasan generasi penerus
yang lebih suka cara praktis, namun di beberapa kota pecinaan di Kota
Pontianak seperti Senghi dan jalan Gajah Mada kedai kopi masih banyak
dan mereka memiliki ciri khas menyanyikan minum kopi ini bersama pisang
goreng yang ditaburi dengan adonan sarikaya. Demikian juga di kota
Medan, Sumatera Utara.
Sekotak Kopi Puisi (5)
Hanya setumpuk kata-kata yang diseduh dengan nada. Yang disimpan dalam kotak makna. Bagai kopi yang membuka mata.
Dalam
kehidupan sehari-hari kita akan mengalami minum kopi yang
berulang-ulang, bagi pecandu kopi dalam sehari dapat minum sampai 5 atau
6 cangkir dalam sehari, orang seperti ini biasanya adalah seorang
pemikir dan mungkin juga seorang pujangga. Suatu ketika di tahun 1990-an
saya ngorol-ngobrol dengan seorang yang berasal dari Sumatera Utara,
tepatnya dari daerah Dairi, saya terkejut dia bercerita, bahwa di sana
orang-orang minum kopi memakai gelas besar dan banyaknya kopi bisa
setengah gelas besar! Menakjubkan sekali saya mendengar kawan saya
bercerita.
Apapun kebiasaan Anda minum kopi
dan dengan cara apapun, memang suatu kebiasaan yang unik dan menarik,
kita tidak bisa menghakimi seseorang dari kebiasaannya minum kopi, sebab
dari minum kopi itu seseorang atau sekelompok manusia dari belahan
dunia telah menghasilkan puisi-puisi terbaik mereka yang dibaca oleh
bermilyar orang dari kurun waktu yang panjang.
Segelas Kopi dan Sepotong Senja (6)
“Jika harus mencair sebagai air, tak ingin cuma mengalir. Aku mau mengisi darahmu, mendiami tubuhmu hingga akhir.”
Kopi
dan puisi adalah dua karunia yang patut kita syukuri dan nikmati,
kopiku hitam pekat dan kental, puisiku indah dan berekstasi.
Jaga Blengko, 15-2-14
Jack Phenomenon
_____________________
1). http://www.okefood.com/read/2013/12/11/299/910959/minuman-kopi-terpopuler-di-dunia-2-habis
2). http://www.cikopi.com/2011/10/kopi-bis-kota-wong-hin/
3). http://www.tempo.co/khusus/selusur/merk.tua/page10.php
4). http://jokopinurbo.blogspot.com/
5). http://sekotak-kopi-puisi.blogspot.com/
6). http://segelaskopi.tumblr.com/