Selasa, 27 Agustus 2013

(Artikel Sastra) : "Sebaiknya Seorang Sastrawan Orang yang 'Bebas Merdeka'"

 Artikel Sastra




Sebaiknya Seorang Sastrawan Orang yang 'Bebas Merdeka'





"Bunga mawar tidak mempropagandakan harum semerbaknya, dengan sendirinya harum semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya."


Wikiquote Bahasa Indonesia



Lebih enak menjadi seseorang yang bebas merdeka, merdeka dari hal apa ? Dari segala hal belenggu 'politik'. Politik cenderung berkuasa dan menguasai dengan jalan atau cara apa pun. Tentu Anda mengenal istilah 'Machiavellis'. 

Firenze Niccolo Machiavelli adalah seorang penulis buku Il Principe (Sang Penguasa) yang terkenal, bukunya ini banyak dikagumi oleh para politikus dan penguasa dan menginspirasi politikus-politikus tertentu untuk menggunakan berbagai cara dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan serta pengaruhnya.

Begitu besarnya pengaruh Machiavellis ini bagi kehidupan panggung dunia 'kekuasaan', cengkeramannya terasa sampai ke tulang-tulang yang paling dalam. Tanpa terasa seluruh dunia mengikutinya, apa sebabnya demikian ?


Semua ini telah kulihat, dan aku mengerahkan hati untuk segala pekerjaan yang telah dilakukan di bawah matahari, pada waktu manusia menguasai manusia sehingga ia celaka


New World Translation of The Holly Scriptures


Dalam dunia yang tidak bersahabat dan terpecah-pecah dalam berbagai kepentingan, tidak mudah menjalankan atau berdiri di semua kelompok, perbedaan seringkali membuat hubungan manusia semakin menjauh, persahabatan atau hubungan diplomatik hanya sekedar basa-basi.


Adalah Machiavelli yang pertama kali mendiskusikan fenomena sosial politik tanpa merujuk pada sumber-sumber etis ataupun hukum. Inilah pendekatan pertama yang bersifat murni scientific terhadap politik. Bagi Machiavelli, politik hanya berkaitan dengan satu hal semata, yaitu memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Hal lainnya, seperti agama dan moralitas, yang selama ini dikaitkan dengan politik sesungguhnya tidak memiliki hubungan mendasar dengan politik, kecuali bahwa agama dan moral tersebut membantu untuk mendapat dan mempertahankan politik. Keahlian yang dibutuhkan untuk mendapat dan melestarikan kekuasaan adalah perhitungan. Seorang politikus mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan atau apa yang harus dikatakan dalam setiap situasi.


Sumber : Wikipedia Indonesia



Si vis pacem, para bellum (“Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang“) adalah sebuah Peribahasa Latin. Istilah ini juga turut berperan dalam pengaruhnya melalui kendaraan politik. Sebagai contoh, di seluruh dunia anggran pertahanan sebuah negara yang tidak dalam keadaan berperang dari tahun ke tahun terus meningkat.

Anggaran pertahanan lebih diutamakan ketimbang anggaran untuk kesejahteraan rakyat, hal ini disebabkan karena pengaruh ucapan di atas. Coba kita simak sebuah informasi mengenai anggaran militer 15 negara di dunia yang menempati urutan teratas pada tahun 2012, total semuanya sebesar USD. 1, 75 trilyun atau 2, 5 persen PDB global dunia



  1. Amerika Serikat (682)
  2. China (166)
  3. Federasi Rusia (90,7)
  4. Inggris (60,8)
  5. Jepang (59,3)
  6. Lima negara dengan pengeluaran terbesar ini sebagai penyumbang 60 persen dari seluruh pengeluaran militer dunia yaitu sebesar 1,06 triliun dolar. Dan dilanjutkan dengan 10 negara penutup untuk belanja militer terbesar di dunia, yaitu :
  7. Perancis (58,9)
  8. Saudi Arabia (56,7)
  9. India (46,1)
  10. Jerman (45,8)
  11. Italia (34,0)
  12. Brasil (33,1)
  13. Korea Selatan (31,7)
  14. Australia (26.2)
  15. Kanada (22,5)
  16. Turki (18.2)


Sumber : http://www.artileri.org/2013/04/15-negara-dengan-belanja-militer-terbesar.html



Faktanya sepanjang sejarah manusia itu tetap ada dua sikap yang saling berbeda dan tidak sejalan, jalan politik dan jalan sastra, mereka tidak dapat bersatu apabila jalan politik mengambil garis kebijakan Machiavellis ini dan memang kecenderungan kekuasaan dan politik itu bertolak belakang dengan jalan sastra yang idealis dan berprinsip serta bermartabat

Jika kita renungkan dengan lebih dalam dan jujur mereka sepanjang abad seperti air dan minyak, mereka memang cair tapi lain warna.

Tentu Anda pernah mendengar lagunya The Beatles 'Imagine', suatu keperihan yang tertulis dalam suatu syair lagu yang menggugah hati ini


Imagine


Imagine there's no HeavenIt's easy if you try
No hell below usAbove us only sky
Imagine all the people
Living for todayImagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
 Imagine all the people
Living life in peaceYou may say that I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will be as one Imagine no possessions
 I wonder if you can
No need for greed or hunger
A brotherhood of man
 Imagine all the people
Sharing all the worldYou may say that I'm a dreamer
 But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will live as one


Sumber : KapanLagi.com, Imagine, Beatles


Tokoh Sok Hok Gie pernah mengatakan cita-citanya ini dan inilah pemikiran yang murni dari seorang yang mencintai jalan damai dan memperjuangkan di jalan yang lurus :


Saya mimpi tentang sebuah dunia, di mana ulama - buruh - dan pemuda, bangkit dan berkata - stop semua kemunafikan, stop semua pembunuhan atas nama apa pun. Tak ada rasa benci pada siapa pun, agama apa pun, dan bangsa apa pun. Dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.


Sumber : Wikiquote Soe Hok Gie


Adakah pemerintahan politik yang mampu mewujudkannya ? Sebenarnya inilah harapan kita semua, cita-cita luhur ini sulit diwujudkan oleh sistem pemerintahan bergaya Machiavellis. Jika kita perhatikan dan bertanya adakah yang bisa mewujudkannya ?Sebenarnya pertanyaan dan cita-cita Soe Hok Gie mewakili pemikiran sastra atau jalan sastra yang damai. Dan ini dijawab dengan skeptis tentang kekuasaan politik itu oleh dirinya sendiri :


Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut/multak cenderung korupsi


Sumber : Wikiquotes Soe Hok Gie


Banyak juga para sastrawan yang berjuang lewat politik dan serta aktif dalam politik dan memiliki pandangan yang sama terhadap tokoh politik tertentu dan sebagai pembelanya atau pro rezim tersebut, sah-sah saja seorang sastrawan memilih saluran aspirasi politiknya, namun tidak jarang memang seorang politkus di awal pergerakkan seringkali mereka memang tulus dalam memperjuangkan idealismenya atau mereka sering  mengatakan sebagai pembela masyarakat banyak, pembela marhean, pembela wong cilik, pembela sosialis, pembela pemodal dan pembela-pembela yang kelihatannya memang haris dibela, pembela keadilan, pembela hukum, pembela minoritas.

Belakangan setelah politikus dan partainya memiliki kekuasaan yang besar dan berpengaruh, kembali lagi perkataan Soe Hok Gie ini seperti hantu bagi politikus dan pengikutnya, jika sudah demikian di mana para pembela sastrawan itu berdiri dan membelanya? Bukankah mereka harus menutup muka mereka sendiri atau tetap konsisten menjaga harga dirinya ?


Janganlah percaya kepada para bangsawan,Ataupun kepada putra manusia, yang padanya tidak ada keselamatan


Sumber : New World Translation of The Holly Scriptures


Pentingnya Belajar Sastra Bagi Generasi Penerus


Jika moral agama mengajarkan seseorang untuk memiliki kehidupan yang abadi dan cara bagaimana kita beriman kepada Tuhan, maka sastra mengajarkan kita hidup bersama secara toleran dan menerima perbedaan sebagai sebuah kenyataan hidup dan bersahabat dengannya.

Inilah yang sebenarnya diutamakan dalam pendidikan bagi generasi penerus, bukan mengajarkan sastra yang berpolitik, sebab jika mereka mengajarkan sastra berpolitik justru mereka mengajarkan banyaknya perbedaan sudut pandang dan membuat toleransi itu sesuatu yang mustahil berdampingan berjalan dengan serasi.

Manusia hidup dengan berbagai macam corak beraneka ragam, dari lahir manusia sudah menghadapi seperti itu, seperti warna kulit, daerah, suku, agama dan nasionalismenya, ya mereka dari lahir sudah menghadapi hal yang berbeda dalam limhkungan sekitarnya. Jika ditambah dengan hal-hal yang semakin membedakan semisal politik, maka hal ini akan mempertajam lagi perbedaan itu.

Sebenarnya politik membuat perbedaan menjadi jurang yang paling dalam dan menganga lebar, apabila seorang sastrawan memilih jalan ini, sebenarnya dia memiliki dua prinsip yang berbeda di hatinya, bagaimana menggabungkannya menjadi sebuah idealisme sastra? Sesuatu yang mustahil namun nyata saat ini.

Dunia juga dipengaruhi oleh pemikiran filsafat, salah satunya yang terkenal adalah seorang filsuf Yunani kuno bernama Aristoteles, salah satu yang ditawarkan adalah model politik 'demokrasi'. Seperti kita ketahui bahwa demokrasi merupakan sesuatu yang sangat diagung-agungkan dalam dunia politik.

Misalkan kita ambil contoh nyata pergolakan di Mesir, Libya, Suriah, dan negara-negara lain baik di Timur Tengah maupun di Afrika. Jika kita selidiki dan fakta yang muncul dipermukaan adalah dengan alasan menegakkan 'demokrasi'.

Sebuah tulisan Aristoteles yang saya kutip ini sangat menarik, dia mengatakan :


Demokrasi adalah bentuk bentuk sistim pemerintahan negara yang paling baik menurut Aristoteles ... yang dimaksud oleh Aristoteles bukan demokrasi secara utuh tetapi demokrasi-moderat atau demokrasi dengan undang-undang dasar. Hak warga negara untuk terlibat dalam pemerintahan juga bukan sembarangan, melainkan hak warga negara golongan tengah, yaitu yang memiliki senjata dan yang telah biasa berperang


(Hadiwijono, 2005:53) - Hadiwijono, Harun, 2005, Sari Sejarah Filsafat Barat I, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Sumber : http://aprillins.com/2010/1686/pemikiran-aristoteles-tentang-negara-dan-filsafat-politik/


Kenyataannya apa yang dikatakan jauh berabad-abad yang lalu oleh ahli filsafat Aristoteles ini masih dijalankan dengan konsisten oleh para politikus yang memerintah bergaya machiavellis. Dan para sastrawan juga ada yang memilih pro politik penguasa, walaupun dia hanya menjadi aktivis biasa yang tidak mengangkat senjata, namun demikian dia sudah memlih jalannya, seolah-olah dia mengingkari kekuataan kata-katanya sendiri.

Sungguh menarik apa yang dikatakan oleh Penyair Ajip Rosidi ini :


Jalan Penyair


Penyairlah ia yang masih percaya pada tenaga kata-kata
Mengangkat tangan pelan-pelan,
menabik pada bulan Yang tersenyum meski suram, sendirian


-Ajip Rosidi
[Indonesia Sastra]


Saya hanya bisa menyarankan saja, sebaiknya para sastrawan, budayawan, penyair, pesyair, pujangga berdiri dengan teguh dalam posisinya yang netral dan terus mengamati dengan saksama pergerakkan politik penguasa yang begitu dasyat dari hari ke hari, dan memang tidaklah mungkin menyatukan mereka (sastrawan dan politikus) itu menjadi sejalan, kita hanya mungkin memberitahu mereka tentang apa yang kita ketahui sebagai suatu kebaikan, perbaikan dan jalan cinta, jalan yang bermrtabat, sebagai pengingat saja, tidak lebih dari itu, walaupun kita hanya sendirian saja di dengar.

Coba kita perhatikan sebuah jargon politik dari masa silam, seorang pemimpin besar Uni Soviet, Joseph Stalin mengatakan demikian :



"The death of one man is a tragedy, the death of millions is a statistic"

*allegedly* Joseph Stalin, Soviet Union leader.

Sumber : www.kopimaya.com


Hal di atas adalah sebuah kata-kata yang sangat memedihkan hati, nyawa manusia hanya dinilai sebagai sebuah hitungan statistik benda mati, sungguh ironis sekali.

Oleh sebab itu jika penyair atau sastrawan itu (dia) tidak membutuhkan apa pun, selain kertas, pena dan pembaca yangg haus puisi, cinta dan pengetahuan yang paling dalam, dia tidak butuh jalan kekuasaan, sebab dia menulis, menulis, menulis dan berpikir!


“Waktu berjalan ke Barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang.

Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan.

Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang,

aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan.”



Sapardi Djoko Damono [Goodreads]






Jakarta, 26 Agustus 2013
Sonny H. Sayangbati



_______________

Daftar Pustaka


- New World Translation of The Holly Scriptures
- Watchtower Library
- Wikipedia Indonesia
- Wikiquotes
- KapanLagi.com
- www.artileri.org
- Serta sumber-sumber lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar