Di dalam cahaya-Mu aku belajar mencintai. Di dalam keindahan-Mu aku belajar menulis puisi. Kau senantiasa menari di dalam hatiku, meski tak seorang pun melihat-Mu, dan terkadang aku pun ikut menari bersama-Mu. Dan “ Penglihatan Agung” inilah yang menjadi inti dari seniku. - (Rumi - Blog Sastra Indonesia)
Puisi-puisi
sufi banyak diperkenalkan oleh para penyair Arab dan Persia sebagai
salah satu cara melestarikan nilai-nilai keagamaan atau ajaran-ajaran
dalam kitab suci mereka. Para penyair sufi berupaya menulis dengan
nilai-nilai luhur atau menggunakan pendekatan yang dinamakan : " Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف
, ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa,
menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh
kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud
(menjauhi hal duniawi)." - Wikipedia Indonesia.
Pendekatan
yang lain mengatakan bahwa : "Ada beberapa sumber perihal etimologi
dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf
(صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang
dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan
jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan
bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian.
Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa.
Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie
artinya ilmu ketuhanan." - (Wikipedia Indonesia).
Di
Indonesia yang saya tahu dan baca buku-buku puisinya tokoh penyair sufi
atau pun puisi-puisinya banyak mengulas masalah-masalah sufi dan
maknanya adalah : Abdul Hadi WM, Sutardji Colzoum Bachri, Martha Sinaga
(Martha Poem), Dhenok Kristianti, juga ada yang mengatakan bahwa Sapardi
Djoko Damono, Joko Pinurbo dan Remy Sylado (tokoh mbling), dan mungkin
banyak yang lain yang belum dipublikasikan dan tidak diketahui, ini
pendapat pribadi saya membaca karya-karya puisi mereka yang seringkali
memiliki nilai-nilai religi, walaupun saya tahu ada perbedaan antara
puisi sufi dan puisi religi menurut beberapa pakar puisi, namun bagi
saya perbedaannya sangat tipis sekali.
Tokoh penulis
puisi-puisi sufi dunia seperti yang sering disebutkan dalam media dan
buku : Jalaluddin Rumi, Ibnu Arabi, Abunawas, Rabiah Al-Adawiyah, Hasan
al-Bashr, Malik bin Dinar, Ma’ruf al-Kharkhi, Fudhayl ibn ‘ Iyadh dan
banyak lagi yang lainnya yang dicatat.
Sebenarnya
masyarakat puisi belum terinformasikan dengan baik mengenai berbagai
macam karya puisi-puisi ini, sepenuhnya kita tergantung dengan buku-buku
terjemahan baik terjemahan dalam bahasa Inggris atau pun terjemahan
dengan menggunakan bahasa yang lain, umumnya para sarjana Barat sangat
menaruh minat yang besar sekali terhadap tulisan-tulisan puisi sufi ini
dan merekalah yang paling pertama menggali tulisan-tulisan puisi ini
untuk menambah kekayaan ilmu puisi sufi mereka, dan kita masyarakat
puisi di Indonesia hanya menunggu terbitan penerjemahannya saja dan
buku-buku ini boleh di kata sangat langka baik diperpustakaan maupun di
toko-toko buku komersial lainnya, ironis sekali.
Buku-buku
puisi sufi sungguh sangat bernilai sekali untuk masyarakat yang
pluralisme, beragam kebudayaan dan agama, seharusnya tokoh-tokoh
pemerintah dalam sastra menuruh minat besar terhadap karya-karya seperti
ini dan ini sesungguhnya mengajarkan nilai-nilai moral yang luhur bagi
generasi ke generasi lainnya dan juga sebagai jejak rekaman peristiwa,
sungguh sayang sekali buku-buku semacam ini dikalahkan oleh buku-buku
yang lainnya.
Saya mengamati, bahwa salah satu kelemahan
khususnya juga bagi para ahli sastra dan puisi, mereka kesulitan dalam
memperoleh sumber, kesulitan dalam mencari penerjemah sastra yang baik
serta mungkin masalah dana dan kesulitan-kesulitan teknis lainnya. Saya
berharap bahwa kepada para sastrawan dan tokoh-tokoh yang berwenang bisa
mendatangkan karya-karya sastra terjemahan ke dalam khasanah
kesuasteraan kita di tanah air, suatu hari kelak !
Mungkin
karena di Indonesia memiliki banyak penulis puisi sufi, makanya mereka
ingin menjadi tuan di negeri sendiri, iya itu sesuatu yang sangat
positif, hanya saja puisi sufi belum populer di Indonesia, seandainya
pun banyak dibahas hanya sebatas komunitas, dan mari kita menikmati
hidangan rohani dari salah satu penyair religius ini, Abdul Hadi WM
dalam blog pribadinya Kampung Puisi :
RAMA-RAMA
rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
meraba cahaya
terbanglah jangan ke bunga, tapi ke laut
menjelmalah kembang di karang
rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
di rambutmu jari-jari matahari yang dingin
kadang mengembuni mata, kadang pikiran
melimpahinya dengan salju dan hutan yang lebat
1974
Sebuah
puisi yang indah dan bermakna religius, sejuk di hati, saya menganggap
ini puisi bermakna sufi atau religi, mendambakan kehangatan cahaya dan
kesejukan embun, bukankah kata-kata ini banyak digunakan untuk sesuatu
yang religi ?
Menurut hemat saya siapa pun penyairnya bisa
menulis puisi sufi atau bermakna religi ini, tidak terkecuali penyair
dari Kalimantan Barat ini, Saifun Arif Kojeh (nama penanya) sedangkan
nama aslinya Raden Sarifudin, puisinya menurut saya memiliki makna yang
religius, dan dia menulis dengan indahnya dalam buku antologi puisinya :
Sembahyang Puisi Menerjemahkan Rindu, h. 13
Sembahyang Puisi
Beduk menabuh di subuh kala
Menalu-nalu jantung kerinduan
Menyegerakan sembayang puisi-puisi terbuai
Menemui dan mencumbui kekasihnya
Dikerelungan yang syahdu ini
Dia mengharu biru dalam munazatnya
"Akulah pecinta dan yang dicinta"
Puisi
ini menyejukkan hati, seperti kita ketahui seorang Muslim merupakan
kewajiban baginya untuk sembahyang subuh, dan bagi pemeluk agama lain
bangun pagi subuh juga merupakan pendekatan yang menyegarkan apabila
kita khusuk berdoa dalam keadaan yang segar baik tubuh dan hati yang
terdalam, pada saat-saat seperti ini jiwa manusia akan berkomunikasi
dengan syahdunya antara pecinta dan yang dicinta.
Kata
'kekasih' dan 'rindu', seringkali digunakan dalam memaknai sebuah arti
dalam puisi sufi dan religi ini, umum diketahui kata-kata ini memiliki
arti tersendiri yaitu memaknai : Tuhan atau Allah, saya memaknai puisi
Saifun Arif Kojeh ini sebagai puisi sufi dan puisi ini sungguh indah dan
puitis :
Bila kutahu
Bahasa air yang mengalir ke muara
Sudah ribuan rindu mampu kuterjemahkan
Rindu ingin terbang seperti burung merpati
Dengan kesetiaannya
Mengantarkan amanat pengirimnya
Kepada orang yang ditujunya
Rindunya Leuser mengarungi laut lepas
menemui bidadari di ujung pulau impian itu
Menantang ombak dan badai yang mengganas
Untuk sampai di sana
Berbagai perasaan yang telah melepas sauh di hati
Bila kutahu
Bahasa bintang menerangi malam
Sudah ribuan rindu mampu kuterjemahkan
(Sembahyang Puisi Menerjemahkan Rindu, Saifun Arif Kojeh, Cover belakang buku)
Sesungguhnya
syair-syair dalam puisi sufi itu memiliki nilai keabadiaan, ia sangat
dekat dengan 'Kekasih', karena Allah adalah Kasih, ia mengasihi manusia
tanpa batas dan kasihNya sangat 'bermartabat' dan 'murni' serta
'universal', mengapa demikian ?
Penyair Martha Sinaga
(Martha Poem) menulis puisi singkatnya yang religius dalam bukunya :
"Kumpulan Seribu Puisi", h. 30. Ia menulis :
Ayat-Ayat Kekal
Semua ada
Lengkap
Runtun
Ajaib
Mujizat
Pengisi Iman
Kekal
Banyak
penyair sufi dan religi beranggapan bahwa nilai-nilai rohani ini
membawa manusia kepada sebuah kehidupan yang lebih baik, sebuah
kehidupan yang sangat didambakan seluruh umat manusia yaitu kehidupan
abadi, sesuatu yang kekal dan tidak binasa, begitupun dengan
nilai-nilainya, mungkin juga sebuah puisi akan dibacakan di taman
firdaus sebagai pembuka bagi para manusia yang mendapatkan kehormatan
untuk hidup abadi di sana.
Banyak sahabat-sahabat penyair yang suka menulis puisi-puisi jenis sufi ini dan beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
MUNAJAT
wahai pemutus tali pusatku, hingga pisah dengan ketuban pahit. ajari aku faham jeriji hidup
di tajamnya kerikil singgahan dan simpang terlewati. tak keliru tafsir perhentian itu
biar dada teguh mengemudi beban dengan roda ganjil. di simpang-siur pertemukan bukan benang kusut
duhai penghulur rahmat. kolong ranah liar meriak. lubang-lubang pecah berserak bertubi-tumbang; aku terambing di bebatuan serpih antara duri-duri
duhai yang Maha. kentali dadaku dengan kasih.
Januari, 2013
(Kameelia, Bintang Kartika, penyair wanita Malaysia)
Jakarta, 18 Juli 2013
Sonny H. Sayangbati
_______________
Artikel ini diterbitkan di RetakanKata.Com 26 September 2013 (http://retakankata.com/2013/09/26/mengenal-puisi-puisi-sufi-yang-menenangkan-jiwa-dan-universal/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar