Minggu, 15 September 2013

(Artikel Sastra) : "Puisi Dua Larik Tujuh Kata Ala 'Lifespirit', Sebuah Filosofi"

Artikel Sastra







“ada langit karena ada bumi, ada bapak karena ada ibu, ada laki karena ada wanita, ada positip karena ada negatip, disebut terang karena ada gelap, disebut baik karena ada buruk, ada benar karena ada salah, ada hujan karena ada kemarau, disebut bagus karena ada jelek,  ect. Intinya senantiasa berpasangan”

“tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi”

(Sumber : Dari Catatan Imron Tohari 'Struktur Fisik dan Batin Puisi 2, 7)



Manusia hidup tidak lepas dari sebuah filosofi, sepanjang sejarah filosofi membentuk berbagai hal dalam hidup manusia, tak terkecuali sebuah karya yang dibuat oleh manusia, seperti halnya puisi. Filosofi membuat manusia mengerti berbagai hal dan untuk meraih ke arah tujuan hidup yang lebih baik yaitu apa yang ia percayai sebagai 'kehidupan abadi'.


Hari ini; kubangun makna hidup dari kata-kata
; untukmu

(Chory  Marbawi “Aku Bawakan Cinta Buatmu’)
(Sumber Catatan Dimas Arika Mihardja, SAJAK-SAJAK "MAUT" CHORY MARBAWI, Group Puisi 2, 7)


Jika kita memaknai puisi di atas, jelas bahwa manusia itu dalam berkarya sangat dipengaruhi oleh filosofi atau pandangan hidupnya (kata : makna hidup). Filosofi itu bukan saja untuk pribadinya akan tetapi juga merupakan kebutuhan bagi orang lain, (Kata : 'untukmu) memaksudkan manusia lain.

Kata filosofi diambil dari bahasa Belanda dan istiah ini diambil dari bahasa Yunani yaitu kata : philosophia artinya (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata Filosofi jauga memiki arti yang sama dengan falsafah atau filsafat yang diambil dari bahasa Arab yang berarti : kata serapan dari bahasa Arab فلسف(Sumber : Wikipedia Indonesia)

Sebagai 'pecinta kebijaksanaan' tentu tugas seorang manusia untuk menularkan hasil karyanya ini kepada khalayak ramai, di samping sebagai bentuk pengakuan, juga bisa berarti manusia berinteraksi kepada sesamanya, suatu bentuk yang sangat positif dari filosofi mengenai pengertian kata 'dua' (ada terang ada gelap dan ada berkarya dan tidak berkarya).

Dalam artikel ini saya tidak membahas mengenai teori puisi 2,7, karena teori 2, 7 ini Anda dapat baca dalam catatan Imron Tohari dan Dimas Arika Mihardja sebagai penemu dan pelopor di group Puisi 2, 7 di halaman Facebook, sebab jika Anda ingin mengetahui lebih banyak tentang hal ini, Anda disarankan untuk bergabung di : https://www.facebook.com/groups/puisiduakomatujuh/


Puisi-Puisi Ala 2, 7 Lifespirit Bernuansa Filosofi


Memaknai sebuah puisi adalah salah satu bentuk penghargaan baik bagi sang penyair, juga bagi diri pembaca atau penikmat puisi itu sendiri. Dalam setiap puisi yang baik terkandung sebuah nilai kebenaran, seperti yang dikatakan dalam sebuah pendapat ini :


“Bagi saya, dalam bentuk fakta maupun fiksi, kebenaran adalah kebenaran, yang getarannya bisa dirasakan setiap orang." ― Seno Gumira Adjidarma
(Sumber : Kosakatakita Penerbit)

Perhatikan sebuah puisi yang memuisi dan menarik untuk diresapi ini :

SAJAK PISAU

kuasah dan kuasuh pisau
kubasuh, segala peluh!

2013

(Catatan Dimas Arika Mihardja, MENDEKATI SAJAK "PISAU' RINDAWATI SUDARYONO)

Tidaklah mudah untuk memaknai sebuah puisi filosofi di atas, namun janganlah berkecil hati, biasanya sebuah puisi yang baik, indah dan bermakna banyak yang bisa menafsirkan, dengan berbagai macam pendekatan dan tafsiran, bahkan tulisan-tulisan para penyair zaman dahulu bisa ditafsirkan oleh beberapa pakar ahli sekarang ini.

Dalam catatan tersebut Dimas Arika Mihardja memaknai puisi 'kekasih hatinya' itu sebagai berikut :

“Rindawati memberi tajuk puisinya “Sajak Pisau”.  Diksi ‘pisau” di sini tentu saja termasuk sebagai lambang. Setiap lambang memiliki acuannya.  Pisau dapat dimaknai dari sisi fungsinya: memotong, mengiris, mencacah, membedah, menusuk, dan seterusnya. Pisau hadir sebagai benda yang bermakna bagi kehidupan manusia, tetaapi dengan pisau ternyata dapat juga difungsikan untuk mengiris nadi dan sebagai piranti bunuh diri. Tentu saja, ‘pisau’ dalam puisi ini tidak berkonotasi negatif, melainkan berdimensi positif. Pada larik pertama, Rindawati menulis “kuasah dan kuasuh pisau”.  Kata kuasah dan kuasuh dalam larik pertama ini lalu mengingatkan filosofi hidup yang dianut oleh Rindawati Sudaryono yang bersama-sama saya (DAM) memproklamirkan pentingnya prinsip Asah-Asih-Asuh sebagai motto melaksanakan tugas menjaga grup BPSM dan Grup Puisi 2,7.” (Sumber : Catatan Dimas Arika Mihardja, MENDEKATI SAJAK "PISAU' RINDAWATI SUDARYONO)

Filosofi Asah-Asih-Asuh ini memang khas Indonesia, sastra sebagai pilar suatu bangsa sangat menentukan sekali. Sejarah bangsa-bangsa yang maju dapat diketahui dari banyaknya karya sastra serta warisannya yang dapat kita pelajari.

“Cara terbaik bagi seorang penulis untuk dapat melayani perubahan adalah menulis sebaik mungkin. (Gabriel Garcia Marquez, pemenang nobel sastra).”

Ada beberapa karya puisi 2, 7 ini dalam catatan saya sebagai sebuah karya yang 'memuisi' dan 'filosofis', karena begitu irit dengan kata-kata membuat para penyair 'spesialis' ini begitu selektif, padat, bermakna, memikat dalam membuat karya puisinya, karena ada sejumlah persyaratan yang ketat dan harus dipenuhi oleh pengkarya.

Dalam suatu 'diskusi' di group puisi 2, 7 ini pernah ada penilaian atau skor untuk menentukan puisi tersebut dalam memenuhi segala unsur-unsur puisi 2,7 mulai dari bintang yang paling kecil sampai yang memuaskan (**, ***, ****, ****, *****). Dan hal ini pernah diadakan polling pendapat, yang pada akhirnya memutuskan untuk meniadakannya. Menurut hemat saya hal ini perlu dilakukan karena yang berhak untuk menilai adalah orang yang berpengalaman, dan siapa lagi kalau bukan penemu dan pelopor puisi tersebut, hal ini sebagai hak 'ekskusif' yang harus kita terima. Alasan lainnya adalah untuk menjaga mutu dan filosofis tadi.

Siapapun bisa menulis puisi 2, 7 menurut selera penulis masing-masing dan versi yang beragam, hanya saja jika penulis tidak memahami cara menulis 2, 7 maka hasilnya pun tidak memiliki daya pikat atau tidak memiliki filosofi seperti puisi ini dimaksudkan oleh penyair Imron Tohari berdasarkan nilai filosofinya.

Sebagai gambaran untuk pembaca :

DIALEK RINDU 20

       Dalam sujud namaMu kusebut
       O, rindu abadi

       (lifespirit, 29 Mei 2012)


TANPA KEKASIH

        Jarum jam menghitung detak
        Malam serupa jahanam

        ( lifespirit, 24 December 2012 )


TENTANG KEYAKINAN

        Beribu jalan beribu semak
        Dan aku merindukanmu

        ( lifespirit, 24 December 2012 )

Saya pernah mencoba menulis puisi 2, 7 ini, memang sulit sekali tidak seperti kita menulis puisi HAIKU ala Jepang, begitu sulitnya menulis puisi yang memuisi dan filosofis ini, saya hanya sanggup beberapa menulis puisi ini. Nampaknya harus sering membaca karya-karya penyair spesialis yang telah berhasil menemukan 'bentuknya' dan 'menjiwainya' dengan 'benar'.

Akan tetapi menulis puisi sama nikmatnya dengan membaca dan menghayati, apakah Anda sudah mencoba hal ini ? Ada seorang penyair yang saya lupa namanya, seorang penyair terkenal selama beberapa tahun dia tidak menulis puisi, akan tetapi kesukaannya adalah membaca puisi karya-karya penyair lain. Karena apa puisi itu nikmat seperti kita makan kudapan spesial 'rujak cingur', karena ada makna filosofinya !

Tantangan Puisi 2, 7 Lifespirit

Sebagai pendatang baru atau saudara muda, tentu puisi model 2, 7 akan menghadapi tantangan, dan tantangan itu bisa datang dari pecinta puisi itu sendiri atau para pakar kritik sastra yang sudah mapan.

Ini seperti sebuah bumbu rujak yang pedas-pedas tapi membuat muka merah, keringat bercucuran dan meneteskan air mata, namun ujung-ujungnya terasa lega dan plong, begitulah kita menyikapi sebuah tantangan ke depan.

Mau tidak mau seorang penggagas dan pelopor dan pecinta puisi 2, 7 ini harus konsisten menghadapinya seperti yang dikatakan dalam puisinya tersebut :

Mencintaimu


Kubiarkan mataku menggali kubur
Dengan huruf huruf

       (lifespirit, 2010)


Menghadapi badai kritik itu harus dihadapi dengan puisi filosofis supaya banyak orang faham sebuah manfaat puisi dengan kekuatan ini. Sebuah kekuatan filsofis 'cinta' dalam puisi di atas akan mampu menghadapinya.

Jadilah sebuah batu karang yang teguh, walau dihempas gelombang tsunami yang dasyat sekalipun ia tetap berdiri teguh.

KARANG

       Sebongkah karang membaca sepi
       Di lautMu tenggelam

       (lifespirit, 25 Desember 2012)




Jakarta, 27 Juli 2013
Sonny H. Sayangbati

sonny_sayangbati@yahoo.com
sonny14sayangbati@gmail.com




________________

Catatan :

Semua puisi dikutip dari catatan puisi Imron Tohari dalam catatannya di Facebook pribadinya, kecuali yang disebutkan sumbernya.

Artikel ini diterbitkan di Radar Seni dan E-sastra Malaysia (Dalam rangka mempopulerkan puisi 2 Koma 7).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar