“ada langit karena ada bumi, ada bapak karena ada ibu, ada laki karena ada wanita, ada positip karena ada negatip, disebut terang karena ada gelap, disebut baik karena ada buruk, ada benar karena ada salah, ada hujan karena ada kemarau, disebut bagus karena ada jelek, ect. Intinya senantiasa berpasangan”
“tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi”
(Sumber : Dari Catatan Imron Tohari 'Struktur Fisik dan Batin Puisi 2, 7)
Manusia
hidup tidak lepas dari sebuah filosofi, sepanjang sejarah filosofi
membentuk berbagai hal dalam hidup manusia, tak terkecuali sebuah karya
yang dibuat oleh manusia, seperti halnya puisi. Filosofi membuat manusia
mengerti berbagai hal dan untuk meraih ke arah tujuan hidup yang lebih
baik yaitu apa yang ia percayai sebagai 'kehidupan abadi'.
Hari ini; kubangun makna hidup dari kata-kata
; untukmu
(Chory Marbawi “Aku Bawakan Cinta Buatmu’)
(Sumber Catatan Dimas Arika Mihardja, SAJAK-SAJAK "MAUT" CHORY MARBAWI, Group Puisi 2, 7)
Jika
kita memaknai puisi di atas, jelas bahwa manusia itu dalam berkarya
sangat dipengaruhi oleh filosofi atau pandangan hidupnya (kata : makna
hidup). Filosofi itu bukan saja untuk pribadinya akan tetapi juga
merupakan kebutuhan bagi orang lain, (Kata : 'untukmu) memaksudkan
manusia lain.
Kata filosofi diambil dari bahasa Belanda dan istiah ini diambil dari bahasa Yunani yaitu kata : philosophia artinya (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Kata Filosofi jauga memiki arti yang sama dengan falsafah atau filsafat
yang diambil dari bahasa Arab yang berarti : kata serapan dari bahasa
Arab فلسف(Sumber : Wikipedia Indonesia)
Sebagai
'pecinta kebijaksanaan' tentu tugas seorang manusia untuk menularkan
hasil karyanya ini kepada khalayak ramai, di samping sebagai bentuk
pengakuan, juga bisa berarti manusia berinteraksi kepada sesamanya,
suatu bentuk yang sangat positif dari filosofi mengenai pengertian kata
'dua' (ada terang ada gelap dan ada berkarya dan tidak berkarya).
Dalam
artikel ini saya tidak membahas mengenai teori puisi 2,7, karena teori
2, 7 ini Anda dapat baca dalam catatan Imron Tohari dan Dimas Arika
Mihardja sebagai penemu dan pelopor di group Puisi 2, 7 di halaman
Facebook, sebab jika Anda ingin mengetahui lebih banyak tentang hal ini,
Anda disarankan untuk bergabung di : https://www.facebook.com/groups/puisiduakomatujuh/
Puisi-Puisi Ala 2, 7 Lifespirit Bernuansa Filosofi
Memaknai
sebuah puisi adalah salah satu bentuk penghargaan baik bagi sang
penyair, juga bagi diri pembaca atau penikmat puisi itu sendiri. Dalam
setiap puisi yang baik terkandung sebuah nilai kebenaran, seperti yang
dikatakan dalam sebuah pendapat ini :
“Bagi saya, dalam bentuk fakta maupun fiksi, kebenaran adalah kebenaran, yang getarannya bisa dirasakan setiap orang." ― Seno Gumira Adjidarma
(Sumber : Kosakatakita Penerbit)
Perhatikan sebuah puisi yang memuisi dan menarik untuk diresapi ini :
SAJAK PISAU
kuasah dan kuasuh pisau
kubasuh, segala peluh!
2013
(Catatan Dimas Arika Mihardja, MENDEKATI SAJAK "PISAU' RINDAWATI SUDARYONO)
Tidaklah
mudah untuk memaknai sebuah puisi filosofi di atas, namun janganlah
berkecil hati, biasanya sebuah puisi yang baik, indah dan bermakna
banyak yang bisa menafsirkan, dengan berbagai macam pendekatan dan
tafsiran, bahkan tulisan-tulisan para penyair zaman dahulu bisa
ditafsirkan oleh beberapa pakar ahli sekarang ini.
Dalam catatan tersebut Dimas Arika Mihardja memaknai puisi 'kekasih hatinya' itu sebagai berikut :
“Rindawati memberi tajuk puisinya “Sajak Pisau”. Diksi ‘pisau” di sini tentu saja termasuk sebagai lambang. Setiap lambang memiliki acuannya. Pisau dapat dimaknai dari sisi fungsinya: memotong, mengiris, mencacah, membedah, menusuk, dan seterusnya. Pisau hadir sebagai benda yang bermakna bagi kehidupan manusia, tetaapi dengan pisau ternyata dapat juga difungsikan untuk mengiris nadi dan sebagai piranti bunuh diri. Tentu saja, ‘pisau’ dalam puisi ini tidak berkonotasi negatif, melainkan berdimensi positif. Pada larik pertama, Rindawati menulis “kuasah dan kuasuh pisau”. Kata kuasah dan kuasuh dalam larik pertama ini lalu mengingatkan filosofi hidup yang dianut oleh Rindawati Sudaryono yang bersama-sama saya (DAM) memproklamirkan pentingnya prinsip Asah-Asih-Asuh sebagai motto melaksanakan tugas menjaga grup BPSM dan Grup Puisi 2,7.” (Sumber : Catatan Dimas Arika Mihardja, MENDEKATI SAJAK "PISAU' RINDAWATI SUDARYONO)
Filosofi
Asah-Asih-Asuh ini memang khas Indonesia, sastra sebagai pilar suatu
bangsa sangat menentukan sekali. Sejarah bangsa-bangsa yang maju dapat
diketahui dari banyaknya karya sastra serta warisannya yang dapat kita
pelajari.
“Cara terbaik bagi seorang penulis untuk dapat melayani perubahan adalah menulis sebaik mungkin. (Gabriel Garcia Marquez, pemenang nobel sastra).”
Ada
beberapa karya puisi 2, 7 ini dalam catatan saya sebagai sebuah karya
yang 'memuisi' dan 'filosofis', karena begitu irit dengan kata-kata
membuat para penyair 'spesialis' ini begitu selektif, padat, bermakna,
memikat dalam membuat karya puisinya, karena ada sejumlah persyaratan
yang ketat dan harus dipenuhi oleh pengkarya.
Dalam
suatu 'diskusi' di group puisi 2, 7 ini pernah ada penilaian atau skor
untuk menentukan puisi tersebut dalam memenuhi segala unsur-unsur puisi
2,7 mulai dari bintang yang paling kecil sampai yang memuaskan (**, ***,
****, ****, *****). Dan hal ini pernah diadakan polling pendapat, yang
pada akhirnya memutuskan untuk meniadakannya. Menurut hemat saya hal ini
perlu dilakukan karena yang berhak untuk menilai adalah orang yang
berpengalaman, dan siapa lagi kalau bukan penemu dan pelopor puisi
tersebut, hal ini sebagai hak 'ekskusif' yang harus kita terima. Alasan
lainnya adalah untuk menjaga mutu dan filosofis tadi.
Siapapun
bisa menulis puisi 2, 7 menurut selera penulis masing-masing dan versi
yang beragam, hanya saja jika penulis tidak memahami cara menulis 2, 7
maka hasilnya pun tidak memiliki daya pikat atau tidak memiliki filosofi
seperti puisi ini dimaksudkan oleh penyair Imron Tohari berdasarkan
nilai filosofinya.
Sebagai gambaran untuk pembaca :
DIALEK RINDU 20
Dalam sujud namaMu kusebut
O, rindu abadi
(lifespirit, 29 Mei 2012)
TANPA KEKASIH
Jarum jam menghitung detak
Malam serupa jahanam
( lifespirit, 24 December 2012 )
TENTANG KEYAKINAN
Beribu jalan beribu semak
Dan aku merindukanmu
( lifespirit, 24 December 2012 )
Saya
pernah mencoba menulis puisi 2, 7 ini, memang sulit sekali tidak
seperti kita menulis puisi HAIKU ala Jepang, begitu sulitnya menulis
puisi yang memuisi dan filosofis ini, saya hanya sanggup beberapa
menulis puisi ini. Nampaknya harus sering membaca karya-karya penyair
spesialis yang telah berhasil menemukan 'bentuknya' dan 'menjiwainya'
dengan 'benar'.
Akan tetapi menulis puisi
sama nikmatnya dengan membaca dan menghayati, apakah Anda sudah mencoba
hal ini ? Ada seorang penyair yang saya lupa namanya, seorang penyair
terkenal selama beberapa tahun dia tidak menulis puisi, akan tetapi
kesukaannya adalah membaca puisi karya-karya penyair lain. Karena apa
puisi itu nikmat seperti kita makan kudapan spesial 'rujak cingur',
karena ada makna filosofinya !
Tantangan Puisi 2, 7 Lifespirit
Sebagai
pendatang baru atau saudara muda, tentu puisi model 2, 7 akan
menghadapi tantangan, dan tantangan itu bisa datang dari pecinta puisi
itu sendiri atau para pakar kritik sastra yang sudah mapan.
Ini
seperti sebuah bumbu rujak yang pedas-pedas tapi membuat muka merah,
keringat bercucuran dan meneteskan air mata, namun ujung-ujungnya terasa
lega dan plong, begitulah kita menyikapi sebuah tantangan ke depan.
Mau
tidak mau seorang penggagas dan pelopor dan pecinta puisi 2, 7 ini
harus konsisten menghadapinya seperti yang dikatakan dalam puisinya
tersebut :
Mencintaimu
Kubiarkan mataku menggali kubur
Dengan huruf huruf
(lifespirit, 2010)
Menghadapi
badai kritik itu harus dihadapi dengan puisi filosofis supaya banyak
orang faham sebuah manfaat puisi dengan kekuatan ini. Sebuah kekuatan
filsofis 'cinta' dalam puisi di atas akan mampu menghadapinya.
Jadilah sebuah batu karang yang teguh, walau dihempas gelombang tsunami yang dasyat sekalipun ia tetap berdiri teguh.
KARANG
Sebongkah karang membaca sepi
Di lautMu tenggelam
(lifespirit, 25 Desember 2012)
Jakarta, 27 Juli 2013
Sonny H. Sayangbati
sonny_sayangbati@yahoo.com
sonny14sayangbati@gmail.com
________________
Catatan :
Semua puisi dikutip dari catatan puisi Imron Tohari dalam catatannya di Facebook pribadinya, kecuali yang disebutkan sumbernya.
Artikel ini diterbitkan di Radar Seni dan E-sastra Malaysia (Dalam rangka mempopulerkan puisi 2 Koma 7).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar