Kain Lebar Dua Jari
Orang tuaku baru datang dari kampung.
Kubawa ke kelab, makan malam.
Di kerusi empuk
pada ruang gemerlap cahaya benderang
gugup orang tuaku
menyaksi kemewahan di ruang mata.
Bila tiba hidangan, ibu kaget
lihat ada hamba yang menyaji.
Di kampung tidak bisa dia begini.
Dalam pinggan, ikan besar terguling
tidak seperti di kampung, kecil dan kering.
Udang pun begitu, merah merengkuk
bagai mau menanduk
kedua orang tuaku, kini terasuk
takut
pada besarnya makhluk
yang dipanggil lauk.
Orang tuaku mengais dengan mata
mencari terung manggur, petola
pucuk paku, sayur nangka.
Tidak jumpa, hampa.
Yang ada, asparagus asing bagi mereka.
Tak sedap kata mereka makanan itu.
Bila kutunjuk ongkos, ternganga mulut ibu.
Wang sebanyak itu, mampu tampung
sebulan hidup di kampung.
Selesai makan, kami lewat kolam renang.
Astagha! Astagha! Astaghfirullah!
Terjojol biji mata orang tuaku
hampir cicir ke dalam kolam.
Rupanya mereka terpandang pengunjung kolam
yang hampir telanjang.
------------"pakai kain lebar dua jari
------------sudah gila mereka ini".
Di kampung,
orang mandi berkemban
kerbau lembu saja yang telanjang.
Malunya aku, malu aku pada orang tuaku.
Orang bandar
sudah hilang tatasusila.
------------"pakai kain lebar dua jari
------------sudah gila orang-orang ini!"
.
11 Okt 1993
________________
Sumber : http://www.angelfire.com/az/jerangkoong/kainlebarduajari.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar