"Sesungguhnya Penyair Berhutang Budi dengan Alam Semesta, Flora, Fauna dan Kehidupan" (Jack Phenomenon)
Suatu
hari di sela-sela kesibukan saya sebagai karyawan swasta yang
ditugaskan oleh perusahaan untuk mengadakan kunjungan kerja ke daerah
Cilegon, saya berjumpa dengan seseorang yang memiliki kepentingan yang
sama di sana, sambil menunggu giliran dipanggil oleh petugas sebuah
perusahaan di sana, kami terlibat pembicaraan. Orang tersebut bertanya
kepada saya, dan dia memanggil saya dengan sebutan adik, dan memanglah
pantas jika dilihat dari penampilannya, dia jauh lebih tua dari saya,
setidak-tidaknya fisiknya. Dia bertanya: "Produk yang adik perkenalkan
ini buatan mana, dan apa nama produknya?". Saya menjawabnya: "Ini buatan
Amerika Serikat, diciptakan oleh si 'A'", lalu orang tersebut memotong
pembicaraan saya, katanya: "Manusia tidak menciptakan, tapi hanya hanya Allah yang mencipta, manusia hanya menemukan".
Tertegun
saya mendengar percakapan orang itu, dan belum sempat saya
berargumentasi dengan orang itu, saya dipanggil oleh petugas perusahaan,
dan percakapan hanya sampai di situ. Sampai sekarang saya memikirkan
dengan lebih dalam maksud dari kata bahwa manusia hanya menemukan, tapi
pencipta hanya Allah saja. Mungkin saja ada benarnya pendapat orang itu,
jika dilihat dari alasan-alasan berikut ini:
Sejatinya
Pencipta atau Creator tertinggi adalah Allah, semua adalah ciptaan-Nya,
itulah sebabnya ada istilah: Maha Pencipta, bahkan puisi pertama kali
diciptakan melalui Firman Allah (Firman yang dimaksud bergaya
puisi/Kesusasteraan Ibrani kuno).
Dalam batas mana manusia bisa disebut sebagai plagiat, plagiat memiliki makna : "Plagiarisme atau sering disebut plagiat
adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya
dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.
Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta
orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat
hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku
plagiat disebut sebagai plagiator." (Wikipedia Indonesia).
Jika
yang dimaksud adalah tema suatu puisi, atau ide dasar, memang
seringkali kita menjumpai tema dan kata-kata yang sama dalam suatu karya
puisi seseorang dengan yang lain baik zaman dahulu maupun zaman
sekarang, ataupun bisa dikatakan mirip namun berbeda.
Misal
dalam puisi cinta, sering kita jumpai tema dan kata seperti ini :
rindu, kekasih, pelangi, samudra, pantai, senja, burung bangau, bunga
mawar berduri, belahan jiwa dan banyak lagi yang lainnya, tema dan
kata-kata ini sering kita jumpai dan berulang-ulang kita temui dalam
puisi, entah itu puisi panjang, pendek atau siapa pun penyairnya
terkenal ataupun tidak sering menggunakan hal-hal seperti ini.
Biasanya
puisi religi dan cinta memiliki kemiripan pengungkapannya, yaitu tema
tunggalnya, kenapa demikian ? Karena sepanjang hidup manusia sangatlah
membutuhkan bimbingan, kepuasan bathin, ketenangan jiwa atau ketenangan
pikiran, kedamaian dan cinta kasih.
Perhatikan tema puisi religi yang diungkap oleh dua tokoh penyair besar, yaitu Jalaluddin Rumi dan Ibnu Arabi di bawah ini :
Aku bukanlah orang Nasrani,
Aku bukanlah orang Yahudi,
Aku bukanlah orang Majusi,
dan Aku bukanlah orang Islam.
Keluarlah, lampaui gagasan sempitmu tentang benar dan salah.
Sehingga kita dapat bertemu pada “Suatu Ruang Murni”
tanpa dibatasi berbagai prasangka atau pikiran yang gelisah.
Dan puisi berikut oleh Ibnu Arabi :
Hatiku telah mampu menerima aneka bentuk
Ia merupakan padang rumput bagi menjangan,
biara bagi para rahib,.. Kuil anjungan berhala,
ka‘bah tempat orang bertawaf
Batu tulis untuk Taurat dan mushaf bagi al-Qur’an. ..
Agamaku adalah agama cinta,
yang senantiasa kuikuti Kemanapun langkahnya,
itulah agama dan keimananku
Kedua
puisi tersebut memiliki tema yang sama, walaupun menggunakan bahasa
yang berbeda, hal ini semata-semata seperti dua orang yang melihat objek
yang sama namun dari dua sudut pandang yang berbeda. Menurut hemat Anda
apakah salah satu dari kedua penyair kesohor ini menjiplak atau
plagiator ?
Pertama tidak ada karya referensi yang
mengulas dua tokoh penyair sufi terkenal ini sebagai penjiplak
(plagiator), walaupun mereka hidup di tempat yang berbeda dan tidak
saling berhubungan, Jalaluddin Rumi hidup di Persia dan dilahirkan di
Afghanistan, sedangkan Ibnu Arabi besar dalam dunia Arab.
Kedua,
tema bisa menjadi hal yang umum dan universal, dan lagi sebuah puisi
kemungkinan memiliki kemiripan dalam hal tema dan kata-kata, kemungkinan
ini sangatlah besar sekali.
Kembali
ke masalah di atas, saya setuju dengan istilah bahwa "manusia hanyalah
menemukan dan pencipta sejati adalah Allah", banyak sekali karya-karya
puisi religi dan karya puisi cinta mengambil tema atau ide dasar dari
buku yang terdahulu, ataupun dari Firman Allah, dan hal ini merupakan
hal yang umum, dalam pengertian ini seorang penyair bisa dikatakan
sebagai plagiat mengacu kepada difinisi dari Wikipedia Indonesia di
atas, namun kata-kata istilah plagiat tersebut dalam arti yang positif.
Dalam
suatu Referensi dikatakan bahwa, 'manusia diciptakan menurut gambar dan
rupa Allah', dan manusia juga dianjurkan untuk menjadi peniru Dia,
inilah hal yang menguatkan yang mengandung semacam kutukan atau warisan
yang tak terhindarkan.
Sebagai penutup puisi Rumi bisa
menjelaskan dengan bahasa jiwa, mengapa manusia penyair menulis sebuah
puisi, untuk alasan apa dia merasa terpanggil :
Di dalam cahaya-Mu aku belajar mencintai.
Di dalam keindahan-Mu aku belajar menulis puisi.
Kau senantiasa menari di dalam hatiku,
meski tak seorang pun melihat-Mu,
dan terkadang aku pun ikut menari bersama-Mu.
Dan “ Penglihatan Agung” inilah yang menjadi inti dari seniku.
Rumi
Jakarta, 12 Juli 2013
Sonny H. Sayangbati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar