Rabu, 02 Oktober 2013

(artikel Sastra) - Penyair Adalah Plagiat

Artikel Sastra






"Sesungguhnya Penyair Berhutang Budi dengan Alam Semesta, Flora, Fauna dan Kehidupan" (Jack Phenomenon)


Suatu hari di sela-sela kesibukan saya sebagai karyawan swasta yang ditugaskan oleh perusahaan untuk mengadakan kunjungan kerja ke daerah Cilegon, saya berjumpa dengan seseorang yang memiliki kepentingan yang sama di sana, sambil menunggu giliran dipanggil oleh petugas sebuah perusahaan di sana, kami terlibat pembicaraan. Orang tersebut bertanya kepada saya, dan dia memanggil saya dengan sebutan adik, dan memanglah pantas jika dilihat dari penampilannya, dia jauh lebih tua dari saya, setidak-tidaknya fisiknya. Dia bertanya: "Produk yang adik perkenalkan ini buatan mana, dan apa nama produknya?". Saya menjawabnya: "Ini buatan Amerika Serikat, diciptakan oleh si 'A'", lalu orang tersebut memotong pembicaraan saya, katanya: "Manusia tidak menciptakan, tapi hanya hanya Allah yang mencipta, manusia hanya menemukan".

Tertegun saya mendengar percakapan orang itu, dan belum sempat saya berargumentasi dengan orang itu, saya dipanggil oleh petugas perusahaan, dan percakapan hanya sampai di situ. Sampai sekarang saya memikirkan dengan lebih dalam maksud dari kata bahwa manusia hanya menemukan, tapi pencipta hanya Allah saja. Mungkin saja ada benarnya pendapat orang itu, jika dilihat dari alasan-alasan berikut ini:

Sejatinya Pencipta atau Creator tertinggi adalah Allah, semua adalah ciptaan-Nya, itulah sebabnya ada istilah: Maha Pencipta, bahkan puisi pertama kali diciptakan melalui Firman Allah (Firman yang dimaksud bergaya puisi/Kesusasteraan Ibrani kuno).

Dalam batas mana manusia bisa disebut sebagai plagiat, plagiat memiliki makna : "Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator." (Wikipedia Indonesia).

Jika yang dimaksud adalah tema suatu puisi, atau ide dasar, memang seringkali kita menjumpai tema dan kata-kata yang sama dalam suatu karya puisi seseorang dengan yang lain baik zaman dahulu maupun zaman sekarang, ataupun bisa dikatakan mirip namun berbeda.

Misal dalam puisi cinta, sering kita jumpai tema dan kata seperti ini : rindu, kekasih, pelangi, samudra, pantai, senja, burung bangau, bunga mawar berduri, belahan jiwa dan banyak lagi yang lainnya, tema dan kata-kata ini sering kita jumpai dan berulang-ulang kita temui dalam puisi, entah itu puisi panjang, pendek atau siapa pun penyairnya terkenal ataupun tidak sering menggunakan hal-hal seperti ini.

Biasanya puisi religi dan cinta memiliki kemiripan pengungkapannya, yaitu tema tunggalnya, kenapa demikian ? Karena sepanjang hidup manusia sangatlah membutuhkan bimbingan, kepuasan bathin, ketenangan jiwa atau ketenangan pikiran, kedamaian dan cinta kasih.

Perhatikan tema puisi religi yang diungkap oleh dua tokoh penyair besar, yaitu Jalaluddin Rumi dan Ibnu Arabi di bawah ini :

Aku bukanlah orang Nasrani,
Aku bukanlah orang Yahudi,
Aku bukanlah orang Majusi,
dan Aku bukanlah orang Islam.
Keluarlah, lampaui gagasan sempitmu tentang benar dan salah.
Sehingga kita dapat bertemu pada “Suatu Ruang Murni”
tanpa dibatasi berbagai prasangka atau pikiran yang gelisah.

Dan puisi berikut oleh Ibnu Arabi :

Hatiku telah mampu menerima aneka bentuk
Ia merupakan padang rumput bagi menjangan,
biara bagi para rahib,.. Kuil anjungan berhala,
ka‘bah tempat orang bertawaf
Batu tulis untuk Taurat dan mushaf bagi al-Qur’an. ..
Agamaku adalah agama cinta,
yang senantiasa kuikuti Kemanapun langkahnya, 
itulah agama dan keimananku

Kedua puisi tersebut memiliki tema yang sama, walaupun menggunakan bahasa yang berbeda, hal ini semata-semata seperti dua orang yang melihat objek yang sama namun dari dua sudut pandang yang berbeda. Menurut hemat Anda apakah salah satu dari kedua penyair kesohor ini menjiplak atau plagiator ?

Pertama tidak ada karya referensi yang mengulas dua tokoh penyair sufi terkenal ini sebagai penjiplak (plagiator), walaupun mereka hidup di tempat yang berbeda dan tidak saling berhubungan, Jalaluddin Rumi hidup di Persia dan dilahirkan di Afghanistan, sedangkan Ibnu Arabi besar dalam dunia Arab.

Kedua, tema bisa menjadi hal yang umum dan universal, dan lagi sebuah puisi kemungkinan memiliki kemiripan dalam hal tema dan kata-kata, kemungkinan ini sangatlah besar sekali.

Kembali ke masalah di atas, saya setuju dengan istilah bahwa "manusia hanyalah menemukan dan pencipta sejati adalah Allah", banyak sekali karya-karya puisi religi dan karya puisi cinta mengambil tema atau ide dasar dari buku yang terdahulu, ataupun dari Firman Allah,  dan hal ini merupakan hal yang umum, dalam pengertian ini seorang penyair bisa dikatakan sebagai plagiat mengacu kepada difinisi dari Wikipedia Indonesia di atas, namun kata-kata istilah plagiat tersebut dalam arti yang positif.

Dalam suatu Referensi dikatakan bahwa, 'manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah', dan manusia juga dianjurkan untuk menjadi peniru Dia, inilah hal yang menguatkan yang mengandung semacam kutukan atau warisan yang tak terhindarkan.

Sebagai penutup puisi Rumi bisa menjelaskan dengan bahasa jiwa, mengapa manusia penyair menulis sebuah puisi, untuk alasan apa dia merasa terpanggil :

Di dalam cahaya-Mu aku belajar mencintai.
Di dalam keindahan-Mu aku belajar menulis puisi.
Kau senantiasa menari di dalam hatiku,
meski tak seorang pun melihat-Mu,
dan terkadang aku pun ikut menari bersama-Mu.
Dan “ Penglihatan Agung” inilah yang menjadi inti dari seniku. 

 Rumi






Jakarta, 12 Juli 2013
Sonny H. Sayangbati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar