Hamberan Syahbana
01
MENIKMATI PUISI
***
BISIK PERAHU
Di dermaga tua ini
Aku dilahirkan sebagai perahu
Dinina bobokan gelombang
Dicumbui ilung-ilung
Dikasihi lumut-lumut
Dibelai ikan-ikan
Dicintai nelayan-nelayan
Di dermaga tua ini
Aku dibesarkan sebagai petahu
Aku bersenda guaru bersamagelombang
Aku bernyanyi bersama burung-urung
Aku bersiul besama buih
Aku menari bersama angin
Di dermaga tua ini
Aku sebagai perahu
Mayatku dihanyutkan ke muara waktu
Martapura, 02/11/12
( Tadarus Rembulan Antologi Puisi ASKS X 2013 – hal 10 )
1. Di dermaga tua ini
2. Aku dilahirkan sebagai perahu
3. Dinina bobokan gelombang
4. Dicumbui ilung-ilung
5. Dikasihi lumut-lumut
6. Dibelai ikan-ikan
7. Dicintai nelayan-nelayan
Selanjutnya marilah kita cermati dengan saksama bait 2 berikut ini.
8. Di dermaga tua ini
9. Aku dibesarkan sebagai perahu
10. Aku bersenda gurau bersamagelombang
11. Aku bernyanyi bersamaburung-burung
12. Aku bersiul bersama buih
13. Aku menari bersama angin
14. Di dermaga tua ini
15. Aku sebagai perahu
16. Mayatku dihanyutkan ke muarawaktu
***
MENIKMATI PUISI
Menikmati sebuah puisi itu gampang-gampang susah. Tentu saja untuk
menikmati sebuah puisi itu akan lebih nikmat rasanya jika kita mengerti
dan memahami apa yang disajikan dalam sebuah puisi akan kita nikmati
itu. Bagi sebahagian besar orang mengerti dan memahami sebuah puisi itu
lebih sulit daripada mengerti dan memahami sebuah cerpen dan novel.
Ungkapan ini memang ada benarnya juga. Kenapa? Karena kata-kata dan
informasi yang disajikan dalam sebuah puisi itu lebih sedikit lebih
singkat dan lebih padat daripada kata-kata dan informasi yang disajikan
dalam sebuah cerpen dan sebuah novel.
Kesulitan
dalam mengerti dan memahami puisi itu antara lain karena di dalam teks
puisi pada umumnya sering bahkan banyak ditemukan penggantian arti
(displacing ofmeaning), penyimpangan arti (distorting of meaning) dan
penciptaan arti baru(creating of meaning)
Puisi
adalah karya sastra yang tersulit dipahami pembacanya, dibanding dengan
cerpen atau novel. Karena informasi yang disajikan dalam sebuah puisi
tidak selengkap yang ada pada cerpen dan novel. Untain larik-lariknya
juga lebih banyak menyajikan bahasa-bahasa ungkapan yang masih
memerlukan penafsiran khusus. Rangkaian kata-kata yang tersaji pada
umumnya bersifat ambiguitas yakni mengandung banyak makna. Dan
penafsirannya juga bisa melebar ke mana-mana.
Puisi ditulis oleh pengarangnya bukan hanya sekedar untuk mengungkapkan
pikiran dan persaannya saja, tetapi juga untuk memberikan rasa suka bagi
pembacanya. Rasa suka adalah tahapan awal yang mengantarkan pembaca
kepada pesan moral yang ingin disampaikan penulisnya.Karena apabila
pembaca tidak mendapatkan rasa suka maka puisi itu tidak akan dibaca
lagi.
Untuk memberikan rasa suka tsb penulis
menggunakan bermacam cara. Di antaranya dengan menggunakan diksi atau
pemilihan kata yang dianggap tepat. Kata-kata yang indah, menawan,
mempesona dan memukau.Kata yang digunakan sangat menentukan nada dan
suasana dalam sebuah puisi.Kata-kata yang bernada duka akan menimbulkan
suasana iba. Kata-kata yang bernada kritik akan menimbulkan suasana
pemberontakan. Kata-kata yang bernada syahdu akan menimbulkan suasana
rindu.
Selanjutnya penulis puisi juga menggunakan
gambaran-gambaran pengalaman yang biasa disebut citraan, atau imaji.
Baik citraan realis maupun citraan surialis. Baik gambaran pengalaman
secara visual[imaji visual] yang dapat dirasakan pembaca seakan
benar-benar melihat apa yang digamabarkan penulisnya. Atau gambaran
pengalaman secara auditif [imaji auditif] yang dapat dirasakan pembaca
seolah-olah benar-benar mendengar suaradan kata-kata yang disajikan.
Atau gambaran pengalaman rasa cecap [imajitaktil] yang dapat dirasakan
pembacanya seakan benar-benar merasakan panasnya sesuatu, atau dingin
dan sejuk, asam, asin dan sebagainya. Kadang-kadang penulisnya juga
memasuki ranah yang lain, seperti: historis, ekonomi, politik,sosial
budaya, religi dll. Bahkan penulis pengunjuk rasa masuk pada
ranahpolitik yang menciptakan puisi orasi jalanan yang penuh dengan
penggugah semangat bercampur hujat dan sumpah serapah.
Selanjutnya, penulis juga menggunakan ungkapan-ungkapan dengan
perumpamaan, perbandingan, penegasan, bahkan ungkapan sindiran dan
pertentangan. Ungkapan-ungkapan tersebut biasanya disebut majas atau
gaya bahasa.
Untuk membuat puisi lebih indah,
lebih enak dibaca, menggugah pendengarnya bila dibaca, penulisnya juga
mengeksploitasi kata demi kata dengan membentuk pengulangan bunyi
diujung-ujung baris lariknya dalam sebuah bait. Bisa juga di awal
kalimat bahkan di tengah kalimat. Hal ini biasanya disebut rima atau
pola persajakan. Bukanitu saja bahkan pengulangan itu terdapat di
seluruh tubuh puisi tsb. Baik pengulangan bunyi vocal, bunyi sengau,
bunyi konsonan, kata, frase, klausa,pengulangan kalimat, bahkan
pengulangan baitnya secara utuh. Hal ini biasanya disebut irama atau
ritme. Dengan demikan, maka puisi itu semakin meresap ketika dibaca,
dihayati, direnungkan dan tentunya untuk dapat dinikmati.
***
Untuk lebih jelasnya marilah kita nikmati puisi yang berjudul BISIK
PERAHU karya Abadurahman El Husaini salah seorang penyair dari
Kalimantan Selatan berikut ini.
BISIK PERAHU
Di dermaga tua ini
Aku dilahirkan sebagai perahu
Dinina bobokan gelombang
Dicumbui ilung-ilung
Dikasihi lumut-lumut
Dibelai ikan-ikan
Dicintai nelayan-nelayan
Di dermaga tua ini
Aku dibesarkan sebagai petahu
Aku bersenda guaru bersamagelombang
Aku bernyanyi bersama burung-urung
Aku bersiul besama buih
Aku menari bersama angin
Di dermaga tua ini
Aku sebagai perahu
Mayatku dihanyutkan ke muara waktu
Martapura, 02/11/12
( Tadarus Rembulan Antologi Puisi ASKS X 2013 – hal 10 )
Puisi BISIK PERAHU
karya Abadurahman El Husaini ini tampil dengan tipografi konvensional
yang terdiri dari 3 bait. Bait 1 terdiri dari 7 larik. bait 2 terdiri
dari 6 larik dan bait3 terdiri dari 3 larik. Jadi keseluruhan lariknya
berjumlah 16 larik.
Ditinjau dari cara pengungkapannya puisi ini termasuk puisi lirik yang ditandai dengan ungkapan Aku lirik dalam larik-larik Akudibesarkan
sebagai perahu. Aku bersenda gurau bersama gelombang. Aku
bernyanyibersama burung-burung. Aku bersiul besama buih. Aku menari
bersama angin.
Ditinjau dari ungkapan-ungkapan yang digunakan, puisi ini termasuk puisiimajis yang ditandai dengan ungkapan imajivisual yang mampu membawa imajinasi pembaca seakan benar-benar melihat dermaga tua, perahu, gelombang, ilung-ilung,lumut-lumut, ikan-ikan. dermaga tua, buih-buih dan imaji taktual yang membuat pembaca seakan-akan dapat merasakan hembusan angin.
Untuk lebih jelasnya marilah kitacermati puisi ini bait perbait. Selanjutnya marilah kita cermati bait 1 berikutini.
1. Di dermaga tua ini
2. Aku dilahirkan sebagai perahu
3. Dinina bobokan gelombang
4. Dicumbui ilung-ilung
5. Dikasihi lumut-lumut
6. Dibelai ikan-ikan
7. Dicintai nelayan-nelayan
Bait 1 ini terdiri dari 7 larik yang dibangun dan diperindah dengan rima awalyang tertata rapi. Hal ini ditandai dengan adanya pengulangan bunyi vokal [i]pada kata Di dermaga di larik 1 yang bersajak dengan kata Dinina bobokan dilarik 3, Dicumbui di larik 4, Dikasihi di larik 5, Dibelai di larik 6 dan pada kata Dicintai dilarik 7. Bait ini juga dibangun dengan rima akhir yang ditandai dengan pengulangan bunyi vocal [u] pada kata perahu dilarik 2 yang bersajak tidak sempurna dengan kata ilung-ilung di akhir larik 4dan kata lumut-lumut di akhir larik5. berikutnya pengulangan bunyi sengau [ng] pada kata gelombang di akhir larik 3 yang bersajak dengan kata ilung-ilung di akhir larik 4. Disini juga ada pengulangan bunyi konsonan[n] pada kata ikan-ikan di akhirlarik 6 yang bersajak dengan kata nelayan-nelayan di akhir larik 7.
Bait 1 ini juga dibangun dan diperindah dengan ritme atau irama yang
terbentuk dari pengulangan bunyi vokal [i] pada kata Di, Ini, Dilahirkan, Dininabobokan,Dicumbui, ilung-ilung, dikasihi, Dibelai, ikan-ikan Dan pada kata Dicintai. Di sini juga ada ritme yang terbentuk dari pengulangan bunyi vokal [u] pada katatua, Aku, perahu, Dicumbui, ilung-ilung dan pada kata lumut-lumut.
Bait 1 ini juga dibangun dengan imajivisual yang membuat merasa seakan
benar-benar melihat apa yang digambarkan oleh penyairnya di dalam puisi
ini. Di sinikita seakan benar-benar melihat sebuah dermaga tua, sebuah perahu, gelombang air dan tumbuhan ilung-ilung atau enceng gondok yang biasa larut di arus sungai, kitajuga sekan melihat lumut-lumut, ikan-ikan dan nelayan-nelayan.
Bait 1 ini secara keseluruhan dibangun dan diperindah dengan majas perifrase yaitu
salah satu dari majas penegasan yang menggunakan ungkapan-ungkapan yang
panjang. Untuk lebih jelasnya agar kita dapat merasakan indahnya bait 1
yang dibangun dengan majas perifrasi ini,marilah kita resapi ungkapan-ungkapan tsb. dalam untaian larik-larik berikutini. `
Di dermaga tua ini aku dilahirkan sebagai perahu (yang) dininabobokan gelombang (dan) dicumbui ilung-ilung. (Di sini akujuga) dikasihi lumut-lumut dibelaiikan-ikan (dan) dicintai nelayan-nelayan
Bait 1 ini diawali dengan larik Di dermaga tua ini. Secara denotatif kata dermaga maknanya
adalah benar-benar sebuah dermaga yang erat kaitannya dengan perahu dan
kapal. Secara khususnya dermaga adalah tempat singgah dan berlabuhnya
sebuah kapal atau perahu. Sedangkan katafrasa dermaga tua maksudnya
adalah sebuah dermaga yang sudah tua. Kata ‘tua’pada dermaga biasanya
menunjukkan bahwa dermaga itu jarang atau hampir tidak digunakan lagi,
bahkan ada yang tidak digunakan lagi.
Selanjutnya larik 1 ini dilanjutkan dengan larik 2 Aku dilahirkan sebagai perahu.
Mengacu pada klausa ‘sebagai perahu’ maka kata ‘dermaga’ di larik 1ini
bukanlah arti yang sebenarnya. Tetapi ini adalah ungkapan yang fungsinya
sama dengan dermaga pada umumnya. Yaitu tempat berlabuh dan berangkat
perahu-perahu dan kapal-kapal. Dalam konteks puisi ini yang dimaksud
dengan dermaga di satu sisi bisa bermakna dunia. Sedangkan di
sisi yang lain bisa bermakna ganda. Pertama dermaga sebagai tempat
berangkatnya perahuyang bermakna kelahiran dan yang kedua dermaga
sebagai tempat kembali bisa bermakna kematian. Sedangkan perahu mengacu kepada aku lirik atau sang penyair
dalam mengarungi sungai-sungai bahkan lautan kehidupan yang penuh
dengan tantangan. Masalah yangdihadapi sang penyair dalam perjalanannya
sebagai perahu tentu ada banyakhambatan dan tantangan yang digambarkan
oleh sang penyair dengan ungkapan gelombang, ilung-ilung, lumut-lumut. Danhal-hal yang menunjang dan menggembirakan digambarkannya dengan ikan-ikan dan nelayan-nelayan.
Hanya saja di sini sang penyair menganggap berbagai masalah hidup dan
kehidupan bukanlah masalah yang harus dihindari tetapi ia menganggap
semua itu hanyalah alunan lagu ninabobo, cumbu kasih sayang dan cinta
yang turut memberi semangat dalam mencapai dermaga atau daratan yang
dituju.Hal ini ditandai dengan ungkapan “Dininabobokan gelombang Dicumbui ilung-ilung Dikasihi lumut-lumut Dibelai ikan-ikan Dicintai nelayan-nelayan”
Selanjutnya marilah kita cermati dengan saksama bait 2 berikut ini.
8. Di dermaga tua ini
9. Aku dibesarkan sebagai perahu
10. Aku bersenda gurau bersamagelombang
11. Aku bernyanyi bersamaburung-burung
12. Aku bersiul bersama buih
13. Aku menari bersama angin
Bait 2 ini terdiri dari 6 larik yangdibangun dengan diksi dan ungkapan
yang begitu indah dan puitis. Hal iniditandai dengan ungkapan dermaga tua,dibesarkan sebagai perahu, bersenda gurau bersama gelombang, bernyanyi bersamaburung-burung, bersiul bersama buih dan ungkapan menari bersama angin.
Bait 2 ini dibangun dengan ritme yang terbentuk dari pengulangan kata bersama pada klausa bersama gelombang di larik 10. bersama burung-burung di larik 11, bersama buih di larik 12 dan pada klausa bersama angin di larik 13. Di sini juga ada pengulangan bunyi [er] pada kata dermaga,bersenda gurau, bernyanyi, bersama dan pada kata bersiul. Di sini juga ada ritme yang terbentuk dari pengulangan bunyi vokal [e] pada kata dermaga, dibesarkan, sebagai, perahu,bersendau gurau, bersama, bernyanyi, bersiul dan pada kata menari.
Bait 2 ini sepenuhnya dibangun dengan majas anaphora yang ditandai dengan pengulangankata Aku secara berurutan di awallarik 9 sampai dengan larik 13. bait 2 ini juga dibanguaan dengan majas personifikasi yang ditandai dengan ungkapan bersenda gurau bersama gelombang, bernyanyi bersama burung-urung,bersiul bersama buih dan menari bersama angin
Bait 2 ini diawali dengan ungkapan Di dermaga tua ini Aku dibesarkan sebagaiperahu. Ungkapan dermaga tua dan perahu di sini maknanya sama dengan dermaga tua dan perahu yang ada di bait 1 yang berbeda adalah ungkapan perahu.
Secara denotatif ini memang membicarakan perjalanan sebuah perahu
dengan segala permasalahanya. Tetapi secara konotatif ini adalah
menceritakan tentang perjalanan seorang anak manusia dalam perjuangan
mengarungi lautan kehidupan. Kalau di bait 1membicarakan perjuangan aku lirikyang
baru saja dilahirkan sebagai perahu. Sedang di bait 2 puisi ini
berbicara tentang aku lirik yang sudah berhasil mengatasi dan
mengendalkan segala hambatan dan tantangan dalam lautan kehidupan. Dalam
perjalanan aku lirik sebagai perahu semua permasalahan bukan lagi
sebagai hambatan dan tantangan yang sangat menakutkan. Tetapi semuanya
aman terkendali. Hal ini dapat dilihat pada ungkapan Aku bersenda gurau bersama gelombang. Aku bernyanyi bersama burung-urung. Aku bersiul bersama buih. Dan ungkapan Aku menari bersama angin
Akhirnya sampailah kita pada bait 3 yang merupakan bait terakhir. Untuk
itu marilah kita cermati bariterakhir berikut ini.
14. Di dermaga tua ini
15. Aku sebagai perahu
16. Mayatku dihanyutkan ke muarawaktu
Bait 3 ini hanya terdiri dari 3 larik yang merupakan larik penutup dari
semua larik-larik yang ada. Bait 3 ini bisa dikatakan sebagai bait
penutup yang isinya merupakan simpulan dari keseluruhan puisi ini. Bait
penutup ini dibangun dengan ritme atau irama yang terbentukdari
pengulangan bunyi vokal [u] yang terdapat pada kata tua, Aku, perahu, Mayatku, dihanyutkan,muara dan pada kata waktu
Secara lengkap bait 3 ini terdiri dari rangkaian kata Di dermaga tua ini Akusebagai perahu Mayatku dihanyutkan ke muara waktu. Bait 3 ini diawalidengan larik yang dengan bait 1 dan bait 2 di atas yaitu Di dermaga tua ini. Bait ini diakhiri dengan larik Mayatku dihanyutkan ke muara waktu.
Katamayat di sini mengingatkan kita pada tubuh manusia yang sudah tidak
bernyawa lagi. Secara denotatif kata mayat di sini maknanya memang
benar-benar mayatmanusia yang siap dikebumikan itu. Tetapi secara
konotatif kata mayat di sinibisa berarti lain. Mayat dalam konteks puisi
ini adalah sebuah perahu yangsudah purna pakai. Yaitu sesuatu yang tak
terpakai lagi bahkan sudah tidakberguna lagi. Yang menurut bahasa
Malaysia-nya biasa disebut asykar tak bergune.
Penggunaan kata mayat dalam puisi ini memang sungguh ironis sekali.
Padahal ada bahasa yang lebih halus lagi. Untuk manusia yang sudah tak
bernyawa biasa digunakan kata jenazah. Untuk barang yangtak terpakai
lagi disebut purna pakai. Untuk jabatan yang sudah habis masa tugasnya
biasa digunakan purna tugas. Untuk pekerjaan yang sudah berakhir biasa
digunakan purna bhakti. Untuk sawah yang sudah selesai dipanen biasa
digunakan pasca panen. Berikutnya ada klausa dihanyutkanke muara waktu. Ungkapan dihanyutkam inimengingatkan kita pada ungkapan dilarung.Sedangkan kata muara mengingatkan kita bahwa semua sungai itu akan bermuara ke laut lepas. Laut lepas ini adalah tempat bermuaranya semua sungai.
Bait 3 ini membicarakan tentang aku lirik
yang telah dilahirkan dan dibesarkan sebagai perahu itu telah selesai
dalam tugas pengembarannya daridermaga ke dermaga. Sang penyair telah
selesai tugasnya dari satu tugas ketugas yang lain, dari satu jabatan ke
jabatan yang lain. Dari satu jabatan kejabatan yang lain. Dan pada
akhirnya ia dilepas ke laut lepas. Sebagai abdimasyarakat yang purna
tugas akhirnya kembali ke masyarakat. Sebagai manusiayang selesai
menjalankan amanat pengabdiannya di dunia fana ini kembali berpulang ke
rahmatullah.
***
Puisi Abdurrahman El Husaini ini berjudul BISIK PERAHU. Membaca kata bisik mengingatkan kita pada ungkapan bisik-bisiktetangga, bisikan syaitan, bisikan malaikat, bisikan hati, pembisik istana, bisikan cinta. Tentu bukan bisik-bisik itu yang dimaksud dalam puisiini. Kalau bukan yang itu lalu bisikan yang mana lagi?
Secara khusus bisikan itu adalah ucapan,perkataan dan pembicaraan
berupa desis yang diarahkan ke telinga lawan bicara. Berdasarkan isi
pembicaraan maka bisikan itu bisa berupa rahasia yang hanya perlu
diketahui berdua saja. Tetapiapapun namanya yang jelas bisikan itu
adalah sesuatu yang harus diperhatikandan ditanggapi secara serius.
Sedang kata Perahu adalah ungkapan perumpamaan perjalanan dalam sungai dan lautan kehidupan. Dalamhal ini Bisik Perahu
maknanya adalah mutiara hidup yang harus diperhatikan dalam mengarungi
sungai dan lautan kehidupan agar dapat selamat sampai ketujuan.
Adapun intisari yang tersirat dalam puisi ini adalah hendaknya kita
jangan sampai terlena oleh hambatan tantangan,godaan dan rayuan yang
mengganggu jalannya bahtera kehidupan. Segala hambatanjanganlah menjadi
penghambat tetapi harus diatasi dengan bijak dan saksama.Itulah amanat
dan pesan moral yang tersirat dalam puisi ini.
![Abdurrahman El Husaini Abdurrahman El Husaini](https://fbcdn-photos-b-a.akamaihd.net/hphotos-ak-frc1/t1.0-0/1922521_10200723543851490_916692064_a.jpg)
Abdurrahman El Husaini
MENIKMATI PUISI MELALUI ESAI ANALISIS
AKU JATUH CINTA
Aku jatuh cinta
pada malam dan nyanyian angin
yang tersangkut di ujung-ujung ranting
Aku jatuh cinta
pada hening batu-batu hitam terpoles kabut berembun
Aku jatuh cinta
pada harum belukar bekas hujan senja
Aku jatuh cinta
merindukan cicit burung penghisap madu
dan rimbun lembah-lembah perawan
Aku merindu pada angkuh bukit-bukit berbatu
yang di sela tubuhnya mengalir sungai-sungai bening
Aku murka
Aku terluka
Aku menyumpah
Aku mengutuk
Luka mataku terhunus di poranda bukit
perih jantung tahumbalang hutan lembah
derita burung kehilangan rindang
ratap tangis bumi berkoreng
Aku jatuh cinta
Pada cintaku sendiri
Sebab hatiku isi bumi yang dialiri
sungai sungai bening rindu
Martapura, 1 Februari 2012
Selanjutnya mari kita cermati bait 2 berikut ini.
4. Aku jatuh cinta
5 .pada hening batu-batu hitam terpoles kabut
berembun
4. Aku jatuh cinta
5 .pada hening batu-batu hitam terpoles kabut
berembun
Berikut mari kita cermati larik 13 – 17
13.Aku murka
14.Aku terluka
15.Aku menyumpah
16.Aku mengutuk
Akhirnya sampailah kita mencermati bait terakhir berikut ini
21.Aku jatuh cinta
22.Pada cintaku sendiri
23.Sebab hatiku isi bumi yang dialiri
sungai sungai bening rindu
Pada waktu kita membaca judul essei ini pertanyaan-pertanyaan yang timbul di benak kita adalah: (1) Apakah puisi bisa dinikmati? (2) Bagaimana mungkin kita bisa menikmati sebuahpuisi? (3) Bukankah puisi itu karya sastrayang tersulit dipahami? (4) Mungkinkah kita bisa menikmati puisi, sementara informasi yang disajikan teramat sedikit?J awaban untuk semua pertanyaan tsb adalah: Bisa!Mengapa tidak! Kita pasti bisa menikmati puisi. Tentu ada caranya.
Kita bisa menikmati puisi dengan cara:(1) mendengar pembacaan sebuah puisi.(2) menghayati dan membaca sendiri sebuah puisi, (3) Menyaksikan pagelaran musikalisasi puisi, (4) melalui analisis yang mengulas tentang kekuatan dan keindahan sebuah puisi.
Kali ini kita akan menikmati sebuah puisi dengan cara yang ke empat
yaitu melalui analisis yang mengulas puisi AKU JATUH CINTA karya Kalsum
Belgis salah seorang sastrawati dari Kalimantan Selatan berikut ini.
AKU JATUH CINTA
Aku jatuh cinta
pada malam dan nyanyian angin
yang tersangkut di ujung-ujung ranting
Aku jatuh cinta
pada hening batu-batu hitam terpoles kabut berembun
Aku jatuh cinta
pada harum belukar bekas hujan senja
Aku jatuh cinta
merindukan cicit burung penghisap madu
dan rimbun lembah-lembah perawan
Aku merindu pada angkuh bukit-bukit berbatu
yang di sela tubuhnya mengalir sungai-sungai bening
Aku murka
Aku terluka
Aku menyumpah
Aku mengutuk
Luka mataku terhunus di poranda bukit
perih jantung tahumbalang hutan lembah
derita burung kehilangan rindang
ratap tangis bumi berkoreng
Aku jatuh cinta
Pada cintaku sendiri
Sebab hatiku isi bumi yang dialiri
sungai sungai bening rindu
Martapura, 1 Februari 2012
Puisi Aku Jatuh Cinta
karya Kalsum Belgis ini tampil dengan tipografi yang terdiri dari 8
bait. Bait 1, 4 dan bait 8 masing-masing terdiri dari 3larik. Bait 2, 3
dan bait 5 masin-masing terdiri dari 2 larik. Berikut bait 6 dan bait 7
masing-masing terdiri dari 4larik. Jadi semuanya berjumlah 23 larik.
Puisi ini secara keseluruhan mengungkapkan kenangan, kerinduan masa
lalu yang begitu indah asri dan menyenangkan. Yang semuanya itu hanya
tinggal kenangan belaka. Untuk lebih jelasnya mari kita awali mencermati
bait 1 berikut ini.
Bait 1 diawali dengan ungkapan aku jatuh cinta pada malam dan nyanyian angin yang tersangkut di ujung-ujung ranting.
Yang dimaksud dengan jatuh cinta di sini adalah menginginkan dan merindukan sesuatu. Sesuatu yang diinginkan itu adalah malam dan nyanyian angin. Ungkapan malam mengingatkan kita pada keheningan malam.Malam
adalah waktu untuk beristirahat setelah sehari penuh beraktivitas
sepanjang siang. Sehabis melakukan kegiatan sepanjang hari maka tibalah
saat beristirahat sambil menikmati indahnya keheningan malam. Betapa
indahnya simponi musik alam bunyi suara binatang dan burung malam saling
bersahutan. Sedang nyanyian angin yang tersangkut di ujung-pujung
ranting adalah indahnya desauan angin malam yang turut memberi
keharmonisan musik alam di ujung-ujung ranting yang mendesir tertiup
angin. Keadaan lingkungan yang asri seperti ini sudah mulai hilang di
beberapa tempat. Di berbagai areal telah dibuka pembangunan
pemukiman-pemukiman baru yang mengakibatkan hilangnya keasrian
lingkungan.
Tumbuhnya bangunan beton di
pemukiman baru telah menggantikan harmoni musik alam dengan kebisingan
musik teknologi. Kini semuanya sudah tergantikan oleh indahnya alunan
lagu, atau kisah romantis atau film-film laga yang selalu tayang
non-stop selama 24 jam.Bukan hanya itu, hutan-hutan juga sudah banyak
yang rusak akibat daripenebangan pohon secara besar-besaran yang tidak
diimbangi dengan reboisai yang bertanggung jawab.
Bait 1 ini dibangun dengan rima asonansi yang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal dalam 1 larik yang sama. Bait ini juga dibangun dengan rima aliterasi yang ditandai dengan pengulangan bunyi konsonan dalam 1 larik yang sama.
Di larik 1 ada pengulangan bunyi vokal [u] di dalam kata Aku dan dalam kata jatuh. Di sini juga ada pengulangan bunyi konsonan [t] di dalam kata jatuh dan dalam kata cinta. Di larik 2 ada pengulangan bunyi konsonan [d]di dalam klausa pada malam dan pada klausa dan nyanyian angin .Di larikm 3 ada pengulangan b unyi sengau [ng] dalam kata-kata yang ada didalam larik 3 ini, yang tersangkut di ujung-ujuug ranting.
Bait ini juga dibangun dengan imaji auditif, pembaca seakan-akan turut mendengar simponi musik alam dari suara binatang malam dan nyanyian angin. Disini juga ada imaji taktil, kita seakan turut merasa keheningan malam dan dinginnya angin malam.
Bait 1 ini juga dibangun dengan majas antropo-morfisme,
yang ditandai derngan penggabungan dua kata membentuk makna baru pada
ungkapan nyanyian malam di larik 2. Di larik 3 ada majas hiperbola yang
ditandai dengan ungkapan tersangkut di ujung-ujung ranting.Keseluruhan larik di bait 1 ini membentuk majas perifrase yang ditandai dengan penggunaan ungkapan yang panjang semestinya bisa diungkapkan dengan ungkapan yang lebih pendek.
Selanjutnya mari kita cermati bait 2 berikut ini.
4. Aku jatuh cinta
5 .pada hening batu-batu hitam terpoles kabut
berembun
Bait 2 ini juga masih dibangun dengan diksi dan ungkapan yang begitu
indah dan puitis. Mari kita resapi untaian larik yang indah ini aku jatuh cinta pada hening batu-batu hitam terpoles kabut berembun Yang dimaksud dengan batu-batu hitam terpoles kabut embun adalah batu-batu alam yang biasa ditemukan di alam terbuka. Di sini sosok Sang Aku
dalam puisi ini jatuh cinta pada kelestarian alam batu-batu hitam
berlumut dan berembun yang begitu menawan hatinya. Sebagai pencinta alam
tentu sangat merindukan keadaan ini. Untuk itulah biasanya para pecinta
alam beraktivitas di alam terbuka. Karena yang begini ini tidak akan
ditemukan di tengah-tengah kebisingan kota.
Bait 2 ini dibangun dengan imaji visual, kita seakan melihat indahnya batu-batu hitam berembun di alam terbuka. Di sini juga ada imaji taktil kita seakan merasakan keheningan alam terbuka dan sejuknya embun yang memoles batu-batu hitam tsb.
4. Aku jatuh cinta
5 .pada hening batu-batu hitam terpoles kabut
berembun
Berikut di bait-bait berikutnya, Kalsum Belgis jatuh cinta pada harum
belukar bekas hujan senja.Nampaknya baginya hujan senja itu telah
menyisakan aroma harum yang begitu dirindu. Ia sangat menyukai, sangat
merindukan itu. Ia jatuh cinta dan merindukan pada cicit burung
penghisap madu, ia juga merindukan rimbun lembah-lembah perawan,
bukit-bukit berbatu berbatu yang nampak begitu angkuh yang di sela-sela
bukit itu mengalir sungai-sungai bening.
Itulah
semua yang sangatdirindu, semua yang sangat dicinta. Sayangnya semua itu
banyak yang hanya tinggal kenangan, banyak yang sudah diterjang
angin besar yang bernama teknologi di balik maraknya upaya demi
kepentingan ekonomi. Penebangan hutan secara besar-besaran yang tidak
diimbangani dengan penenaman uhan kembali,merusak ekosistem dan
kelestarian lingkungan. Pembukaan areal tambang yang jugaturut merusak
permukaan tanah. Berikut berubahnya fungsi persawahan menjadi pemukiman
juga turut merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan tidak hanya terjadi
di hutan-hutan, di bukit-bukit, di gunung-gunung, tetapi juga di dasar
laut. Bahkan kini sudah merambah ke perkotaan. Hal ini dapat dilihat
dengan menyempitnya sungai -sungai di tengah kota. Bahkan sebagian
besar sudah banyak sungai-sungai yang mati.
Berikut mari kita cermati larik 13 – 17
13.Aku murka
14.Aku terluka
15.Aku menyumpah
16.Aku mengutuk
Larik 13 – 16 di atas dibangun dengan rima awal yang mutlak.Bukan saja ditandai dengan pengulangan bunyi vokal dan konsonan, tetapi juga ditandai dengan pengulangan kata Akudi setiap awal lariknya. Di larik-larik ini juga ada rima akhir yang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [a] dalam kata murka di akhir larik 13 yang bersajak dengan kata terluka di akhirlarik 14. Ternyata larik-larik ini juga dibangun dengan rima tengah yang ditandai dengan pengulangan bunyi [me] di dalam kata menyumpah di larik 15 yang bersajak dengan kata mengutuk di larik 16.
Larik 13 – 16 ini juga dibangun dengan imaji visual sekaligus juga imaji auditif.
Pembaca seakan benar-benar melihat dan mendengar seseorang yang
menumpahkan puncak kemarahan sembari mengutuk menyumpah dengan berang, ”Aku murka, Aku terluka, Aku menyumpah, Aku mengutuk.”
Inilah kemarahan KalsumbBelgis. Secara sepintas ini hanyalah ungkapan
kemarahan seorang Kalsum Belgis.Tetapi ketika kita cermati secara arif,
ternyata ini juga kemarahan semua pencinta lingkungan hidup.
Untuk itu mari kita resapisekali lagi, ledakan kemarahan yang menggelegar di dalam jiwa. Lihat danbbacalah! Aku murka, Aku terluka, Aku menyumpah, Aku mengutuk
Selanjutnya marilah kitabcermati larik 17 – 20 berikut ini
17. Luka mataku terhunus diporanda bukit
18. perih jantungbtahumbalang hutan lembah
19. derita burung kehilangan rindang
20. ratap tangis bumi berkoreng
Larik 17 – 20 di atas dibangundengan diksi dan ungkapan bermuatan duka.
Di larik 17 ada suasana duka karena tanah-tanah perbukitan yang sudah
porak-poranda hanya demi mengeruk keuntungan sepihak. Di larik 18 ada
rasa perih di dada melihat hutan dan lembah yang sudah terhumbalang
ganasnya mesin-mesin raksasa. Demikian juga di larik 19burung-burung
itupun hidup menderita karena hutan-hutannya sudah kehilangan
rindangnya. Di larik 20 ada ratapan dan tangisan bumi yang sudah
korengan. Di sana sini berserakan lobang-lobang besar bekas areal
tambang.
Larik 17 – 20 ini jugadibangun dengan imaji visual.
Jelas terbayang di dalam benak kita gambaran kerusakan lingkungan
tanah, hutan dan perbukitan yang semakin parah. Semuanya itu jelas
seakan-akan kita melihatnya di depan mata.
Larik 17 – 20 ini juga dibangun dengan majas inversi,yang ditandai dengan mendahulukan predikat.
Hal ini dapat dilihat pada susunan kata di dalam larik 17 ada ungkapan luka mataku susunan asalnya adalah mataku luka. Di larik 18 ada ungkapan perih jantung susunan asalnya adalah jantungku perih. Di larik 19 ada ungkapan derita burung susunan asalnya burung menderita. Demikian pula di larik 20 ada ungkapan ratap tangis bumi susunan asalnya adalah bumi meratap dan menangis.
Akhirnya sampailah kita mencermati bait terakhir berikut ini
21.Aku jatuh cinta
22.Pada cintaku sendiri
23.Sebab hatiku isi bumi yang dialiri
sungai sungai bening rindu
Inilah bait pamungkas yang menyatakan bahwa sosok Sang Aku disini adalah bumi itu sendiri. Hal ini ditandai dengan ungkapan di larik 21 dan22 Aku jatuh cinta Pada cintaku sendiri.Ungkapan cintaku sendiri maknanya adalah diriku. Ini diperjelas lagi dengan ungkapan Sebab hatiku, isi bumi yang dialiri sungai sungai bening rindu
Puisi Kalsum Belgis ini berjudul Aku Jatuh Cinta.
Membaca sepintas, ini adalah puisi romansa yang penuh dengan luapan
cinta sepasang anak manusia. Tetapi setelah dicermati dengan seksama,
ternyata sedikitpun tak ada ungkapan pernyataan jatuh cinta kepada
seseorang yang begitu dirindu. Justru yang ada adalah ungkapan
kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan hidup yang sudah demikian
parahnya.
Setelah kita cermati
dengan seksama, ternyata puisi ini adalah puisi naratif deskriptif
impresionistik.Puisi yang mengungkapkan kesan penulisnya terhadap
kerusakan lingkungan hidup.Ditinjau dari ungkapan Aku Jatuh Cinta
puisi ini masuk dalam katagori puisi Metafisikal Platonic, yang diambil
dari nama fiolosof Plato. Cinta platonic yaitu cinta tanpa nafsu
jasmani. Puisi filosofis yang mengajak pembaca merenungkan kerusakan
lingkungan yang sudah demikian parahnya.
Aku Jatuh Cinta, kata Aku dalam puisi ini bersifat ambiguitas ganda multitafsir. Pada tataran pertamakata Aku
di sini adalah Kalsum Belgis sendiri yang mengungkapkan kekhawatirannya
terhadap kerusakan lingkungan.Perasaan jatuh cinta pada keindahan dan
keasrian lingkungan yang diidam-idamkannya. Pada tataran ke dua Akudi
sini adalah para pencinta alam dan pencinta lingkungan hidup yang
prihatin terhadap, kerusakan lingkungan. Dan pada tataran ke tiga kata Aku
di sini adalah bumi yang telah terjadi kerusakan di beberapa areal
hutan, gunung dan perbukitan. Kiranya itulah amanat dan pesan moral yang
diungkapkannya kepada khalayak melalui pembaca.
![Kalsum Belgis salah seorang penyair perempuan dari Kalimantan Selatan Kalsum Belgis salah seorang penyair perempuan dari Kalimantan Selatan](https://fbcdn-sphotos-c-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn2/t1.0-9/1912507_10200725590182647_342710727_n.jpg)
Kalsum Belgis salah seorang penyair perempuan dari Kalimantan Selatan
03.
BAGAIMANA CARA MUDAH MENIKMATI SEBUAH PUISI
I
Gelepar Rumput Khatulistiwa
ketika mendung hitam menetas hujan
merubuhkan pepadian rontok pula dedaunan
saat kencang angin humbalang segala
buah ranum gugur sebelum masa petik tiba
kala kali meluap membawa sampah dan muntah
hanyut semua mimpi tak mampu mendekap pasrah
sekat-sekat telah terpancang kuat
berlapis antara kaya atau melarat
sekarat dalam kesumat
arus bergulung gelombang menghantam
salah musim runtuh kemapanan beralas dendam
telah jatuh berdentam terberai damba
tawa-tawa pongah menginjak kepala
halilintar menyambar
otak terbakar jiwa terkapar
dalam gelegar makar
lalu aku mau bilang apa
rerumput tercerabut akar
tanpa naungan
prob, 022013
1.- ketika mendunghitam menetas hujan
2.- merubuhkan pepadian rontok pula dedaunan
3.- saat kencang angin humbalang segala
4.- buah ranum gugur sebelum masa petik tiba
Dari larik-larik di bait pertama di atas diketahui bahwa:
Selanjutnya marilah kita cermati bait ke dua berikut dibawah ini.
5.- kala kali meluap membawa sampah dan muntah
6.- hanyut semuamimpi tak mampu mendekap pasrah
7.- sekat-sekattelah terpancang kuat
8.- berlapis antarakaya atau melarat
9.- sekarat dalamkesumat
Dari larik-larik di bait ke dua diatas kita dapatkan informasi bahwa
Selanjutnya marilah kita cermati bait ke tiga berikut dibawah ini.
10.- arus bergulung gelombang menghantam
11.- salah musimruntuh kemapanan beralas dendam
12.- telah jatuhberdentam terberai damba
13.- tawa-tawapongah menginjak kepala
Dari larik-larik di bait ke tiga diatas kita dapatkan informasi bahwa
14.- halilintarmenyambar
15.- otak terbakarjiwa terkapar
16.- dalam gelegarmakar
Bait ke empatini hanya terdiri dari 3 larik. Dari larik-larik di atas kita ketahui bahwa
BAGAIMANA CARA MUDAH MENIKMATI SEBUAH PUISI
I
“Bagaimana cara mudah menikmati sebuah puisi?”
Ini adalah pertanyaan yang sebenarnya sangat sederhana. Jawabnya juga
sangat sederhana. Tetapi jika pertanyaannyadiperluas lagi, “Sejauh mana pusi itu dapat dinikmati?”
Jawabnya tentu tergantung seluas apa wawasan dan daya nalar seseorang
dalam mengapresiasi sebuah puisi. Di samping itu juga tergantung pada
cita rasa dan kehalusan rasa estetika seseorang. Yang jelasdalam
menikmati puisi itu tiap orang caranya beda-beda.
Pada tataran pertama orang bisa menikmati sebuah puisi dengan cara
menikmati untaian kata-kata yang tersaji di dalamnya. Seperti yang
dikatakan orang pada umumnya bahasa puisi itu ditulis dengan kata-kata
puitis, kata-katabersayap, kata-kata yang indah dan memesona, kata-kata
yang bernilai seni dll. Sayangnya kata-kata yang tersaji dalam puisi itu
sering juga diartikan dengan arti yang lain. Dengan kata lain itu bukan
arti yang sebenarnya, tetapi hanya kata ungkapan atau kata kiasan yang
harus dimaknai secara khusus. Ada yang mengatakan kata yang maknanya benar-benar seperti yang tertulis seperti yang diucapkan. Yang ini biasanya dinamakan juga arti secara harfiah.Dalam bahasa sastra disebut makna denotatif.
Tetapi ada juga kata yang artinya tidak seperti apa yang diucapkan.
Tetapi itu hanya ungkapan bukan arti yang sebenarnya, atau kata kiasan
yang harus dimaknai secara khusus. Yang ini biasanya disebut makna konotatif. Misalnya kupu-kupu malam. Secara denotatif kupu-kupu malam itu maknanya memang benar-benar kupu-kupu yang biasa terbang malam hari. Tetapi secara konotatif yang dimaksud dengan kupu-kupu malam itu adalah perempuan malam atau perempuan esek-esek yang kerjanya memang esek-esek di malam hari.
Selain dari itu puisi juga bisa dinikmati melalui keindahan bunyi,
khususnya ketika puisi itu dibacakan atau diperdengarkan di tengah
khalayak atau pendengarnya. Pada saat itu kita dapat menikmati keindahan
kata-kata yang indah dan puitis, memukau dan memesona. Disamping itu
kita juga dapat menikmati keindahan rima dan ritme yang mengalun dan
memanjakan telinga kita. Rima itu adalah keindahan bunyi yang terdengar
karena adanya pengulangan bunyi vocal, konsonan dan bunyi sengau di
ujung larik yang biasa disebut rima akhir,di awal larik yang biasa disebut riwa awal dan rima tengah
yang adanya di tengah-tengah larik. Sedangkan ritme adalah irama yang
ditimbulkan karena adanya pengulangan buuyi vokal, konsonan, bunyi
sengau, kata, frasa, klausa,bahkan pengulangan larik secara utuh dalam
sebuah puisi.
Kita juga dapat menikmati sebuah
puisi melalui imaji atau citraan yang disajikan oleh penyair. Karena
imaji adalah kesan mental atau bayangan visual yang disajikan penyair
lewat kata, frase, atau kalimat. Dengan imaji visual atau citraan
penglihatan kita bisa merasa seakan-akan benar-benar melihat apa yang
digambarkan penyair. Dengan imaji auditif atau citraan pendengaran kita
bisa merasa seakan-akan mendengar apa yang digambarkan penyair. Dengan
imaji taktil atau citraan perabaan kita dapat merasakan seakan meraba
kasar halusnya sesuatu atau seakan merasakan panas dingin udara atau
sesuatu yang digambarkan penyair.Sedang dengan imaji nose atau citraan
penciuman kita seakan benar-benar mencium aroma sesuatu apa yang
digambarkan penyair.
II
Untuk lebih jelasnya marilah kita nikmati puisi Gelepar Rumput Khatulistiwa karya Dewi Kelana Penyair Perempuan dari Probolinggo berikut di bawah ini.
Gelepar Rumput Khatulistiwa
ketika mendung hitam menetas hujan
merubuhkan pepadian rontok pula dedaunan
saat kencang angin humbalang segala
buah ranum gugur sebelum masa petik tiba
kala kali meluap membawa sampah dan muntah
hanyut semua mimpi tak mampu mendekap pasrah
sekat-sekat telah terpancang kuat
berlapis antara kaya atau melarat
sekarat dalam kesumat
arus bergulung gelombang menghantam
salah musim runtuh kemapanan beralas dendam
telah jatuh berdentam terberai damba
tawa-tawa pongah menginjak kepala
halilintar menyambar
otak terbakar jiwa terkapar
dalam gelegar makar
lalu aku mau bilang apa
rerumput tercerabut akar
tanpa naungan
prob, 022013
Puisi Dewi Kelana yang berjudul Gelepar Rumput Khatulistiwa
ini tampil dengan tipografi konvensional yang terdiri 5 bait. Bait
pertama terdiri dari 4 larik. Bait ke dua terdiri dari 5 larik. Bait ke
tiga terdiri dari 4 larik.Bait ke empat terdiri dari 3 dan bait ke
limajuga terdiri dari 3 larik. Jadi seluruhnya berjumlah 19 larik.
Ditinjau dari diksi dan ungkapan yang digunakan, puisi ini termasuk
puisi deskriptif impresionistik yang mengungkapkan kesan penyairnya
terhadap fernomina alam tahunan berupa bencana alam yang biasa terjadi
sekitar bulan November sampai dengan Pebruari. Hal ini ditandai dengan
diksi dan ungkapan mendung, hujan, kali meluap, arus bergulung, gelombang menghantam, halilintar menyambar dan ungkapan tercerabut akar tanpa naungan.
Untuk lebihjelasnya ada baiknya kita cermati bait-bait puisi ini. Untuk
itu marilah kita awali dengan mencermati bait pertama berikut di bawah
ini.
1.- ketika mendunghitam menetas hujan
2.- merubuhkan pepadian rontok pula dedaunan
3.- saat kencang angin humbalang segala
4.- buah ranum gugur sebelum masa petik tiba
Dari larik-larik di bait pertama di atas diketahui bahwa:
/1/
Bait 1 inidibangun dengan diksi dan ungkapan yang berkaitan dengan musim hujan dan banjir yang ditandai dengan ungkapan mendung hitam, hujan, pepadian rontok, angin, dan ungkapan gugur sebelum masa petik.
/2/
Bait ini jugadibangun dan perindah dengan rima akhir yang tertata rapi. Hal ini ditandai dengan pengulangan bunyi konsonan [n/an]pada kata hujan di larik 1 yang bersajak dengan kata dedaunan dilarik 2. Berikutnya ada rima akhiryang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [a] pada kata segala di larik 3 yang bersajak dengan kata tiba di larik 4.
/3/
Biat ini jugadibangun dengan citraan penglihatan di mana kita seakan benar-benar melihat cuaca mendung dan hujan deras. Kita juga seakan benar-benar melihat sawah-sawah yang terendam banjir. Kitajuga seakan benar-benar melihat kerugian dan korban bencana angin badai dan puting beliung yang menghumbalangkansegalanya. Bait ini juga dibangun dengan citraan perasaan di mana kita seakan-akan benar-benar merasakan betapa kencangnya angin ribut dan puting beliung yang mengakibatkan kerugian yang besar.
/4/
Bait ini jugadibangun dan diperkuat dengan majas personifikasi di larik 1 yang ditandai dengan kata menetas. Di larik 2 ada majasparalellisme yang ditandai dengan ungkapan merubuhkan pepadian yang parallel dan sejajar dengan ungkapan rontok pula dedaunan. Berikutnya dilarik 3 ada majas inversi yang ditandai dengan kata angin yangmendahui kata kencang.
Selanjutnya marilah kita cermati bait ke dua berikut dibawah ini.
5.- kala kali meluap membawa sampah dan muntah
6.- hanyut semuamimpi tak mampu mendekap pasrah
7.- sekat-sekattelah terpancang kuat
8.- berlapis antarakaya atau melarat
9.- sekarat dalamkesumat
Dari larik-larik di bait ke dua diatas kita dapatkan informasi bahwa
/1/
Bait
ke dua inidibangun dengan diksi dan ungkapan yang berkaitan dengan
peristiwa dan akibat dari bencana banjir yang ditandai dengan ungkapan kali meluap membawa sampah, hanyut semua mimpi, berlapis antara kaya atau melarat,dan ungkapan sekarat dalam kesumat.
/2/
Bait ini jugadibangun dan perindah dengan rima akhir yang tertata rapi. Hal ini ditandai dengan pengulangan bunyi konsonan [h/ah]pada kata muntah di larik 5 yangbersajak dengan kata pasrah di larik 6. Berikutnya ada rima akhir yangditandai dengan pengulangan bunyi konsonan [t/at] pada kata kuat di larik 7 yang bersajak dengankata [melarat] di larik 8 dan kata kesumat di larik 9
/3/
Biat ini jugadibangun dengan citraan penglihatan di mana kita seakan benar-benar melihat sungai-sungaiyang meluap dan banjir yang menghanyutkan segalanya. Banjir telah menghanyutkan semua mimpi dan harapan.
Baik yangmiskin atau kaya semuanya tak mampu berbuat apa-apa selain
pasrah melihat banjir yang datang melanda di mana-mana. Banjir telah
membuat korban tanpa pilih-pilih baik kaya atau miskin, pada saatnya
banyak juga yang sekaratdibuatnya.
/4/
Bait kedua inidibangun dan diperkuat dengan majas personifikasi yang dilanjutkan demgan majas enumerasio. Majas Personifikasi tsb. dapat dilihat di larik 5 yang ditandai dengan ungkapan kali meluap membawa sampah dan muntah. Selanjutnya bait ini jugadiperkuat dengan majas enumerasio yangmenguraikan bagian demi bagian. Hal ini ditandai dengan larik 5 dalam untaiankata kala kali meluap membawa sampah dan muntah yang diuraikan lagi di larik 6 hanyut semua mimpi tak mampu mendekap pasrah. Maksudnya
adalah luapan kali menyebabkan banjir yang menghanyutkan semua
keinginan dan harapan. Hal ini sudah pasti membuat kita tak mampu
menahannya dan terpaksa hanya pasrah menerima kenyataan yang ada. Lalu
dilanjutkan dengan larik 7 sekat-sekat telah terpancang kuat.
Ungkapan ini maksudnya adalah bahwa batas antara kaya dan melarat itu
sudah menjadi anggapan manyarakat umum. Nah akibatdari banjir yang telah
menghanyutkan semua harta bendanya apakah masih bisa jadi orang kaya?
Ataukah sama dengan yang lainnya sekarat dalam penasaran?
Selanjutnya marilah kita cermati bait ke tiga berikut dibawah ini.
10.- arus bergulung gelombang menghantam
11.- salah musimruntuh kemapanan beralas dendam
12.- telah jatuhberdentam terberai damba
13.- tawa-tawapongah menginjak kepala
Dari larik-larik di bait ke tiga diatas kita dapatkan informasi bahwa
/1/
Bait
ke tiga inijuga masih dibangun dengan diksi dan ungkapan yang berkaitan
dengan peristiwa dan akibat dari bencana banjir yang ditandai dengan
ungkapan arus bergulung gelombang menghantam, salah musim runtuh kemapanan beralas dendam, telah jatuh berdentam terberai damba, danungkapan tawa-tawa pongah menginjak kepala.
/2/
Bait ke tiga inijuga dibangun dan perindah dengan rima akhir yang tertata rapi. Hal ini ditandai dengan pengulangan bunyi konsonan[m/a,] pada kata menghantam di larik10 yang bersajak dengan kata dendam di larik 11. Berikutnya ada rima akhiryang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [a] pada kata damba di larik 12 yang bersajak dengan kata kepala di larik 13.
/3/
Bait ke tiga inijuga dibangun dengan citraan penglihatan di mana kita seakan benar-benar melihat arusgelombang pasang yang bergulung-gulung menghatam daratan dan meruntuhkan bangunan yang tadinya berdiri kokoh kini roboh. Banjir air pasang yang menjadi bencana ini adalah dendam kesumat alam yang telah dirusak oleh tangan manusia sendiri. Sebagaimana telah dinyatakan dalam Al Qur’an bahwa telah terjadi kerusakan di laut dan didarat oleh tangan-tangan manusia.
/4/
Bait ke tiga inidibangun dan diperkuat dengan majas personifikasi yang dtandai dengan ungkapan gelombangmenghantam di larik 10, kata dendam di larik 11 dan klausa tawa-tawa pongahdi larik 13.
/5/
Bait ke tiga inidiawali dengan ungkapan arus bergulung gelombang menghantam di
larik 10. Ungkapan ini sifatnya ambiguitas,mengandung banyak makna dan
multi tafsir. Hal ini tergantung dati arah mana pembaca menaknai dan
menafsirkannya. Secara denotatif ungkapan arus bergulung gelombang
di sini maknanya memang benar-benar arus gelombang laut
bergulung-gulung yang kitakenal selama ini. Tetapi secara konotatif
ungkapan ini bisa bermakna lain. Dan lebih jelas lagi maknanya berkaitan
dengan klausa runtuh kemapanan dan beralas dendam di larik 11 dan ungkapan tawa-tawa pongah menginjak kepala di larik 13.
Kata kemapanan mengingatkan kita pada kekuasaan yang tak tergoyahkan.Sedangkan ungkapan runtuh kemapananbisa bermakna runtuhnya sebuah kekuasaan atau bisa juga berarti meruntuhkan sebuahkekuasaan. Dalam konteks ini ungkapan salah musim bisa diartikan kesalahan sistemik atau salah urus. Hal ini tentu sangatberkaitan dengan uingkapan arus bergulung gelombang dan ungkapan menghantam di larik 10. Dalam konteks penguasa dan kekuasaan maka ungkapan arus bergulung gelombang di sini maknakonotatifnya adalah gelombang pengunjuk rasa dan para demonstran yang terus terusan berunjuk rasa dan berdemonstrasi.Karenanya maka penguasa tsb pun jatuh telak dan segala harapannya pun ikut sirna. Bait ini ditutup dengan larik tawa-tawa pongah menginjak kepala.
Berikut marilahkita mencermati bait ke empat dari puisi Gelepar Rumput Khatulistiwa berikut dibawah ini.
14.- halilintarmenyambar
15.- otak terbakarjiwa terkapar
16.- dalam gelegarmakar
Bait ke empatini hanya terdiri dari 3 larik. Dari larik-larik di atas kita ketahui bahwa
/1/
Bait ke empatini dibangun dengan diksi dan ungkapan yang menggetarkan jiwa. Hal ini sangat terasa ada getaran dalam ungkapan halilintar menyambar, otak terbakar, jiwa terkapar, gelegar makar.
/2/
Bait ke empatini dibangun dengan rima akhir yang tertata rapi. Hal ini jelas terlihat adanya pengulangan bunyi konsonan [r/ar]pada kata menyambar di ujung larik 14yang bersajak dengan kata terkapar dilarik ujung 15 dan kata makar di ujung larik 16. Ternyata pengulangan bunyi [r/ar] ini juga memperindah bait ke empat ini dengan ritme
yang terbentuk karena pengulangan bunyi tsb. Hal ini dapat dirasakan
dengan jelas ritme atau irama tersebut dari pengulangan bunyi [ar] pada
kata halilintar, menyambar, terbakar, terkapar,gelegar dan dalam kata makar.
/3/
Bait ini juga dibangun dengan imaji visual atau citraan penglihatan dimana pembaca seakan benar-benar melihat halilintar yang menyambar-nyambar di angkasa. Pembaca juga seakan benar-benar melihat orang-orang yangpanik dan orang-orang yang meninggal karena bencana alam yang terjadi saat itu.Bait ini juga dibangun dengan imajiauditif atau citraan pendengaran di mana pembaca sekan benar-benar mendengar bunyi guruh dan guntur yang menggelegar di langit bersamaan dengan datangnya halilintar yang menyambar-nyambar.
/4/
Bait ini juga dibangun dan diperkuat dengan majas personifikasi yang ditandai dengan kata menyambar pada klausa halilintarmenyambar di larik 14. Di samping itu bait ini juga sepenuhnya dibangun dan diperkuat dengan majas hiperbola yang ditandai dengan ungkapan halilintar menyambar, otak terbakar, jiwa terkapar dan ungkapan gelegar makar.
/5/
Bait ke empat ini diawali dengan klausa halilintar menyambar dan diakhiri dengan klausa dalam gelegar makar. Kata halilintarmengingatkan kita pada kilat yang menyambar-nyambar di langit kelabu kemudian diiringi dengan bunyi gelegar gurih dan guntur. Suasana danbunyi ini bagi sebagian orang sangat menakutkan, Sehingga tidak jarang orang mengucapkan audzubillahi minasysyaithoonirrajim saat itu. Sedangkan kata makardi akhir larik 16 mengingatkan kita pada istilah makar dalam perebutan kekuasaan. Pertanyaannya adalah apakah puisi ini juga membicarakan tentang makar?
Memang
secara khusus puisi tidak berbibaca tentang makar atau perebutan
kekuasaan. Tetapi sebagai puisi yang sifatnya ambiguitas, atau puisi
yang sarat makna dan multi tafsir, maka puisi ini juga bisa dimaknai
dariberbagai arah. Tergantung dari arah mana pembaca memaknainya.
Sebagaimana juga puisi Chairil Anwar yang berjudul AKUyang ditulisnya
tahun 1943.
Sebenarnya awalnya puisi Chairil yang berjudul AKU ini hanyalah ungkapan perasasaan Chairil Anwar. KAU yang
disebutnya dalam puisi ini tidaklain adalah ayahnya sendiri. Yang telah
meninggalkan dan menceraikan ibunyakarena terpikat oleh perempuan lain.
Kemudian ayahnya benar-benar mengawiniperempuan lain itu. Karena puisi
inilah Chairil Anwar pernah dicap sebagai indvidualis sejati. Tetapi
setelah dicermati dengan saksama, ternyata puisiyang ditulisnya tahun
1943 ini juga penuh dengan ungkapan semangat menyala dan menggelora.
Ungkapan-ungkapan yang penuh dengan vitalitas dan
optimisme,diksi-diksinya juga lugas solid dan kuat, sehingga mampu
menjadi inspirasi perjuangan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI
yang diproklamirkan padatanggal 17 Agustus 1945. Ternyata puisi yang
mengungkapkan kemarahan ChairilAnwar kepada Ayahnya ini dimaknai dan
ditasirkan oleh bangsa Indonesia sebagaisemangat dan kemarahan para
pejuang merebut kekuasan dari penjajah untuk mempertahankan kemerdekaan
bangsaIndonesia saat itu.
Dengan demikian ungkapan halilintarmenyambar ini secara konotatif bisa bermakna berbagai tekanan demi tekanan yang datang bertubi-tubi yang menyebabkaninformasi akurat itu tak pernah muncul secara akurat ke permukaan. Mulaidari
permasalan Antasari Azhar, Bank Century, Kasus Hambalang dll
sejenisnya.Hal itu semuanya membuat otak terbakar dan jiwa terkapar
dalam gelegar makar.Kata makar di sini bukanlah upaya menjatuhkan
pemerintahan yang sah saat ini.Ini hanyalah majas hiperbola ungkapan
dengan cara berlebihan. Barangkali yang dimaksud di sini adalah upaya
menuntut agar pejabat publik yang menyengsarakanrakyat, yang melanggar
amanat rakyat, yang korup dan sejenis agar mundur dari jabatannya.
Akhirnya sampailah kita pada bait ke lima yang juga bait terakhir dan
sekaligus sebagai bait pamungkas dari puisi ini.Untuk itu marilah kita
cermati dengan saksama larik-larik berikut di bawah ini.
17.- lalu aku mau bilang apa
18.- rerumputtercerabut akar
19.- tanpa naungan
18.- rerumputtercerabut akar
19.- tanpa naungan
Bait ke limaini juga sama dengan bait ke empat yaitu hanya terdiri dari
3 larik. Dari ketiga larik tsb. di atas kita ketahui bahwa:
/1/
Bait inidibangun dengan diksi dan ungkapan bernuansa duka bahkan mendekati keputus asaan.Hal ini ditandai dengan ungkapan maubilang apa (?), rerumput tercerabutakar dan ungkapan tanpa maungan.
/2/
Sepintas
lalu dibait ke lima ini tak nampak ada pengunaan rima. Baik rima di
awal larik, di akhir larik, maupun di tengahlarik. Tetapi setelah kita
cermati bait ini dengan saksama ternyata dibangundengan rima asonansi dan rima aliterasi. Hal ini ditandai denganpengulangan bunyi vokal [u] pada kata lalu yang bersajak dengan kata akudan kata mau sama-sama dilarik 17. Dan di larik 18 ada pengulangan bunyi konsonan [t/ut] pada kata rerumput yang bersajak dengan kata tecerabut. Dan di larik l9 ada pengulangan bunyi konsonan [n/an] pada kata tanpayang bersajak dengan kata naungan.
/3/
Bait ini jugadibangun dengan citraan pendengaran di larik 17 di mana pembaca seakan benar-benar mendengar seseorang mengucapkan lalu aku mau bilang apa (?). Di larik 18dan 19 ada citraan penglihatan dimana pembaca seakan benar-benar melihat rumput-rumput yang akar-akarnya sudah tercabut tanpa naungan.
/4/
Bait ini jugadiperkuat dengan majas retoris dilarik 17 yang ditandai dengan pertanyaan lalu aku mau bilang apa (?). Bait ini juga diperkuat dengan majas litotes sekaligus juga majas hiperbola yang ditandai dengan ungkapan rerumputtercerabut akar
di larik 18. Dikatakan majas litotes karena yang terkena musbibah
banjir ini bukan hanya rumput, tetapi juga semua yang dilanda banjiritu
lebih-lebih lagi pada bencana banjir banding dan senisnya.
Baikpenduduknya, bangunan-bangunan dan lain-lainnya. Dikatakan majas
hiperbolakarena ungkapan ini begitu luar biasa. Bayangkan bagaimana
luar-biasanya bencana banjir itu sampai-sampai rumput-rumput tercabut
akarnya. Padahal banjir itu kan hanya merendam rerumputansaja.
/5/
Bait terakhirini diawali dengan pertanyaan lalu aku mau bilang apa.
Pertanyaan ini mengingatkan kitapada seseorang yang pasrah tak mampu
berbuat apa-apa. Kenapa? Karena ia melihatdan merasakan bencan alam
berupa banjir kebih-lebih lagi bencana banjir bandang yang sangat
menyedihkan sekaligus menakutkan. Karena bencana banjir ini datanganya
bukan hanya sekali dua kali, tetapi hampir setiap tahun. Bahkan adaareal
kawasan yang menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Khususnya di
bulan November sampai Pebruari. Dan bait ini diakhiri dengan ungkapan tanpa naungan
maksudnya adalah tak ada yang mampu menaungi, tak ada yang memberi
perlindungan. Dengan kata lain tak ada yang mampu mengatasi apalagi
menahandatangnya bencana banjir itu. Menyedihkan.
III
Puisi Dewi Kelana ini berjudul Gelepar Rumput Khatulisatiwa.
Puisi ini berbicara tentang bencana alam berupa banjir dan bencana alam
karena gelombang laut yang menerjang ke daratan. Dampaknya terasa
sangat menakutkan. Dan ini terjadi setiap tahun, utamanya sekitar bulan
November sampai dengan Pebruari. Itulahgambaramn yang pertama kali kita
membaca dan menghayati pusi ini. Tetapi ketikakita terus mencermati
lebih dalam lagi, ternyata puisi ini tidak hanya berbicara tentang
banjir dan gelombang pasang saja. Tetapi ada makna yang tersirat dari
makna yang tersurat. Ada sebuah agenda besar yang terselubung di samping
agenda yang terang benderang dalam puisi ini.
Puisi ini memang sifatnya ambigu, sarat makna dan multi tafsir.
Tergantung dari arah mana pembaca memaknai dan menafsirkannya. Hal ini
dapat dilihat pada beberapa kata kunci dan ungkapanyang ada di dalam
puisi ini. Di antaranya ada pada judulnya sendiri yaitu Gelepar Rumput Khatulistiwa, lalu kata kemapanan di larik 11 bait ke tiga dankata makar di larik 16 di larik keempat. Ditambah lagi dengan ungkapan-ungkapan sekat-sekat telah terpancang kuat berlapis,antara kaya atau melarat sekarat dalam(dendam) kesumat pada larik 7, 8 dan larik 9 di bait ke dua. Dan juga ada ungkapan telah jatuh berdentam terberai damba dan tawa-tawa pongah menginjak kepala pada larik 12 dan larik 14 dibait ke tiga.
Kata gelepar mengingatkan kita pada suatu keadaan seseorang atau mahkluk lainnyayang sedang sekarat sebelum benar-benar mati terkapar. Sungguh ironis, ini adalah gambaran suatu keadaan yangsangat menyayat hati. Berikutnya diiringi dengan frasa Rumput Khatulistiwa. Kata Rumputdi sini bukanlah arti yang sebenarnya, melainkan sebuah ungkapan yang mengacukepada mahluk yang ada di khatulistiwa.Secara umum kata rumput di sini maksudnya adalah semua mahluk hidup yangada di bumi Khatualistiwa. Tetapi secara khusus dalam konteks puisi ini maksudnya adalah manusia yang ada di Indonesia.
Berikutnya ada kata kemapanan di larik 11 baitke tiga dan kata makar di larik 16bait ke empat. Istilah kemapanan ini mengingatkan kita pada istilah yang biasa dipakai di era Orde Baru. Yangmaksudnya adalah suatu pemerintahan yang mapan, stabil dan tak tergoyahkan.Sedangkan kata makar maksudnya adalahsuatu usaha dan tindakan yang mengarah menjatuhkan dan merebut kekuasaan pemerintahan yang sah.
Berikut ada sekat-sekat telah terpancang kuat berlapis,antara kaya atau melarat sekarat dalam(dendam) kesumat. Ungkapan sekat-sekat telah terpancang kuat berlapis, Frasa sekat sekat maksudnya adalah batas-batas pemisah atau lebih ekrem lagijurang-jurang pemisah yang begitu tajam antara yang kaya dan yang miskin,seperti dalam sebuah lirik lagu dangdut yangkaya makin kaya yang miskin makin miskin. Kemudian dilanjutkan dengan ungkapan melarat sekarat dalam kesumat. Secara khusus maksud ungkapanini adalah kecemburuan sosial yangsemakin tajam. Jika kecemburuan sosial itu menjadi bola api liar tak terkendali, maka besar kemungkinan akan menyulut kermarahan massa
dan akan membangkitkan suatu gerakan unjuk rasa dan demonstrasi
besar-besaran. Dan kemudian yang akan terjadi adalah apa yang
diungkapkan dalam larik telah jatuh berdentam terberai damba dan tawa-tawapongah menginjak kepala.
Ungkapan telah jatuh berdentam mengingatkan kita pada sesuatu benda keras yang jatuh berdentam terdengar sampai jauh. Berikut ada kata terberai kata ini asalnyaadalah tercerai berai lalu menjadi berderai yang biasanya dirangkai menjadi kluasa jatuh berderail.
Ungkapan inibiasanya dikatakan pada kaca yang jatuh berderai dan tak
bisa disatukan lagi.Mengapa penulis mengambil kaca sebagai perumpamaan?
Karena kaca adalah sesuatu yang indah dan terang benderang. Tetapi orang
banyak yang lupa bahwa kaca jugaadalah sesuatu yang rapuh dan mudah
pecah. Hal ini sejalan dengan ungkapan tawa-tawa pongah menginjak kepala
yang maknanya apabila sudah jatuh berderai maka sekuat apapun itu
seindah apapunitu, kaca itu sudah tak punya arti lagi. Barangkali hanya
akan menjadi bahan tertawaan dan barangkali juga kaca itu kini hanya
jadi bahan injakan saja bagi yang sudah berhasil memecahkannya.
Pertanyaannya
adalah apakah amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi ini?
Setelah kita menyimak dan mencermati puisi ini dengan saksamaternyata
puisi ini sarat makna dan multi tafsir. Dari paparan di atas dapatkita
ketahui bahwa ada beberapa amanat dan pesan moral yang ada di dalam
puisiini. Di antaranya ada dua yang dapat kita ungkapkan di sini.
Pertamaadalah amanat dan pesan moral yang tersurat, yang terang
benderang yaitu sebagai warga masyarakat hendaknya kita jangan seenaknya
saja membuang sampah sembarangan yang barangkali itu akan menyempitkan
dan menyumbat jalannya air disungai-sungai yang bisa mengakibatkan
terjadinya banjir seperti sekarang ini.Sebagai pemegang HPH dan para
penebang liar hendaknya janganlah membabat hutan semaunya tanpa
memperhatikan reboisasi. Sebagai Pemegang ijin tambang dan penambang
liar janganlah hendaknya mengambil tambang seenaknya tanpa memperhatikan
reklamasi tanah. kebiasaan yang tidak bertangungjawab itu sudah pasti
menimbulkan kerusakan tanah sebagai resapan penahan ir hujan. Hal itu
mengakibatikan datangnya bencana banjir seperti sekarang ini. Dan selain
itu janganlah hendaknya mengalih fungsikan lahan resapan air menjadi
pemukiman barudan perkebunan tanpa memperhatikan masalah saluran dan
pelarian air ke areal yang tidak merugikan dan tidak menimbulkan banjir.
Kedua adalah amanat dan pesan moral yang tersirat, yang terselubung
yaitu sebagai pejabatpublik, sebagai eksekutif perusahaan, sebagai
pimpinan organisasi baik orpol maupun ormas hendaknya janganlah
seenaknya saja melanggar amanah, berbuat yang tidak terpuji apalagi
sampai korupsi menggerogoti harta negara dengan dalih itudan ini yang
sudah pasti akan menyulut dan membangkitkan kemarahan massa dan
akibatnya bisa terjadinya gelombang unjuk rasa dan demonstrasi
besar-besaran.Dan sudah pasti akan merugikan pejabat publik tsb. sudah
pasti akan merugikan eksekutif perusahaan tsb, sudah pasti akan
merugikan orpol tsb. sudah pasti akan merugikan pimpinan ormas tsb.
Nah inilah amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi Dewi
Kelana ini yang dapat kita ungkapkan di sini semoga dapat menjadi
pencerahan bagi kita bersama. Amin.
![DEWI KELANA SALAH SEORANG PENYAIR PEEREMPUAN DARI PROBOLINGGO DEWI KELANA SALAH SEORANG PENYAIR PEEREMPUAN DARI PROBOLINGGO](https://fbcdn-sphotos-c-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn2/t1.0-9/1557542_10200737655604275_1559792900_n.jpg)
DEWI KELANA SALAH SEORANG PENYAIR PEEREMPUAN DARI PROBOLINGGO
04
CARA MUDAH MENGANALISIS PUISI UNTUK DINIKMATI SENDIRI
I
Bagaimana cara menganalisis puisi untuk dinikmati sendiri? Menganalisis puisi itu bukanlah hal yang sulit. Apalagi bagi yang pernah jadi mahasiswa Bahasa Indonesia. Lebih-lebih bagi yang pernah kuliah di Fakultas Sastra Indonesia. Tentu itu bukanlah hal yang baru. Sayangnya analisis yang biasa dikerjakan itu adalah analisis dalam bentuk karya ilmiah itu adalah analisis ilmiah yang harus bisa dipertanggung jawabkan data dan fakta secara teori dan keilmuan. Bukan untuk dinikmati. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya kita menganalisis sebuah puisi untuk dinikmati sendiri?
Menganalisis puisi itu adalah proses penelisikan secara cermati sejauh mana sebuah puisi itu dapat dinikmati. Pada bagian mana saja puisi itu dapat dinikmati. Cara yang paling mudah adalah dengan cara menganalisis dan mencermati unsur intrinsik yang digunakan untuk menciptakan sebuah puisi. Yang dimaksud dengan unsur intrinsik itu adalah bahan dasar yang digunakan dalam menulis atau menciptakan sebuah puisi. Yang ini dapat disamakan dengan bahan baku ketika kita akan membangun sebuah rumah.Bila kita ingin membangun sebuah rumah, kita memerlukan bahan baku yang terdiri dari paku, kayu, pasir, krikil, semen dan lain-lain. Sedangkan dalam menulis sebuah puisi bahan dasarnya adalah unsur bunyi, diksi, rima, ritme, imaji, majas, judul, tema dan amanat. Setelah kita mengenal unsur instrinsik pembangun sebuah puisi tsb. barulah kita dapat menganalisis puisi yang akan kita nikmati.
Proses penganalisisan itu meliputi penelisikan terhadap unsur bunyi, diksi, rima, ritme, imaji, majas, judul, tema, amanat dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Unsur instrinsik yang pertama di telisik adalah unsur bunyi. Yang dimaksud unsur bunyi di sini adalah bunyi yang sengaja dimasukkan penyair dalam penciptaan puisinya. Misalnya tiruan bunyi tetesan air hujan, bunyi hembusan angin, bunyi desauan ombak laut, bunyi tabrakan benda keras dan termasuk juga bunyi yang tak ada artinya apa-apa biasa disebut dengan nonsense. Selain itu ada juga Pengulangan bunyi vokal dan sengau yang dapat menimbukan efek merdu dan berirama disebut efoni. Efoni menimbukan kesan keindahan, kemesraan, kegembiraan, dan kerinduan. Sebaliknya kombinasi bunyi yang tidak merdu dan terkesan parau disebut kakofoni. Kakofoni menimbulkan kesan kekuatan, tekanan,kekacauan, dan kehancuran. Yang dua hal ini hanya penyair yang memahami kekuatan efoni dan kokofon saja yang menggunakannya dalam sebuah puisi. Tetapi apapun itu unsur bunyi ini digunakan penyair untuk memperindah puisi itu ketika dibaca dan diperdengarkan.
Unsur intrinsik yang kedua adalah diksi. Yang dimaksud dengan diksi itu adalah pemilihan kata dan penempatannya yang kata harus sesuai, tepat, ekonomis, dan tegas. Kata yang digunakan bisa berbemtuk kata dasar bisa juga kata jadian yang terbentuk karena proses morfologis. Dalam menciptakan puisi penyair itu bisa
menggunakan kata yang bermakna denotatif bisa juga yang mempunyai makna konotatif. Yang dimaksud dengan makna denotatif adalah makna secara harfiah. Sedangkan makna konotatif adalah makna khusus. Misalnya, Kau adalah bunga di taman yang mekar di kala pagi. Makna bunga secara denotatif adalah memang benar-benar bunga yang biasa kita lihat di taman-taman itu. Tetapi secara konotatif bunga di dalam kalimat ini bisa berarti seorang gadis cantik idaman hati. Dengan kata lain kata yang digunakan penyair bisa kata secara harfiah, bisa juga kata kiasan perumpamaan yang harus dimaknai secara khusus.
Untuk sementara masalah yang kita bicarakan hanya sampai pada unsur bunyi dan diksi yang digunakan penyair dalam menciptakan puisi. Sedangkan masalah rima, ritme, imaji, majas, judul, tema dan amanat akan kita bicarakan pada bagian yang akan datang. Kali ini kita akan menikmati puisi Acep Zamzam Noor yang berjudul KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT sebagai berikut di bawah ini.
II
KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT
Di tengah melambungnya harga-harga
Suaramu semakin merdu saja
Di tengah membengkaknya hutang negara
Wajahmu semakin cantik saja
Di tengah ruwetnya masalah sosial, politik dan agama
Tubuhmu semakin sintal saja
Di tengah merebaknya teror dan berbagai bencana
Goyanganmu semakin heboh saja
Di tengah langkanya pemimpin yang bisa dipercaya
Kehadiranmu semakin berarti saja
Di tengah terpuruknya kehormatan bangsa
Hargamu semakin melambung saja
(SKH Kompas 18
Oktober 2009 - hal 22)
Puisi KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT karya Acep Zamzam Noor ini tampil dengan tipografi 6 bait, yang masing-masing bait hanya terdiri dari 2 larik saja. Jadinya keseluruhan lariknya berjumlah 12 larik.
Hanya dengan sekali baca saja, kita sudah dapat merasakan bahwa puisi ini bukan hanya bicara tentang penyanyi dangdut dengan goyangannya yang sangat menggairahkan itu, tetapi sebenarnya ini juga adalah sindiran halus yang menggelitik, tajam menyengat dan menggigit. Meski demikian bukan berarti puisi ini hambar dan non-puitis. Sebaliknya puisi ini sangat memesona dan menarik untuk ditelisik dicermati dan dinikmati.
Puisi ini dibangun dengan diksi yang kontradiktif dan komparatif antara carut marut permasalahan yang terjadi di negara kita ini dengan kecendrungan menggandrungi para penyanyi dangdut dengan lagu yang goyangannya semakin menggairahkan itu, yang ditandai dengan ungkapan-ungkapan melambungnya harga-harga, membengkak- nya hutang negara, ruwetnya masalah sosial, politik dan agama, merebaknya teror dan berbagai bencana dan langkanya pemimpin yang bisa dipercaya, terpuruknya kehormatan bangsa. Penyanyi dangdut itu semakin merdu. semakin cantik, semakin sintal, semakin heboh, semakin berarti dan semakin
melambung .
Puisi ini begitu mudahnya untuk dipahami, dihayati dan dinikmati. Dengan membaca sekilas saja kita sudah dapat menikmati keindahan untaian kata ungkapan-ungkapan yang tersaji sekaligus juga dengan mudahnya kita menangkap apa yang dibicarakan dalam puisi ini.
Ketika puisi ini dibacakan dan diperdengarkan kita langsung dapat menikmati betapa indahnya kata-katanya. Betapa kocak sekaligus juga betapa tajamnya sindiran yang ada pada puisi ini. Pada saat kita mendengar puisi ini dibacakan, yang pertama-tama dapat kita nikmati dari puisi ni adalah keindahan rima yang tertata rapi. Hal ini ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [a] pada kata harga dan saja, negara dan saja, agama dan saja, bencana dan saja, dipercaya dan saja, dan pada kata bangsa dan saja.
Puisi ini juga dapat kita nikmati dengan mendengarkan ritme atau irama yang mengalun indah lewat pengulangan kata Di tengah di setiap awal larik 1, 3, 5, 7, 9 dan di awal larik 11. Keindahan ritme itu juga dapat kita nikmati dengan adanya pengulangan bunyi kata saja di setiap akhir larik 2, 4, 6, 8 dan di akhir larik 12.
Puisi ini juga dapat kita nikmati lewat imaji visual yang menggelitik membuat puiisi ini semakin menarik untuk dinikmati. Kita seakan melihat di berbagai pasar dan tempat-tempat lainnya barang dan jasa harganya semakin melambung naik, Hal dapat dilihat pada berita di media-media dan tayangan di televisi. Bukan itu saja tetapi juga hutang negara semakin membengkak, ditambah lagi dengan ruwetnya masalah sosial, politik dan masalah agama, merebaknya teror dan berbagai bencana, kita juga kekurangan pemipim-pimpmpin yang bisa dipercaya. Sementara pada saat yang sama kita juga seakan melihat betapa ramai dan menariknya seorang penyanyi dangdut yang begitu digandrungi publik. Kita semakin terpesona dengan wajahnya yang semakin cantik, tubuhnya semakin sintal, dan goyangannya pun semakin heboh. Pada saat negara semakin terpuruk, anehnya bahkan sudah menjadi fenomena justru kehadiran seorang penyanyi dangdut yang aduhai itu lebih berarti bagi masyarakat dan harga jualnya pun terus semakin meninggi. Ironis, memang ironis. inilah gambaran keadaan negeri kita saat ini.
Sepintas lalu puisi ini hanyalah ungkapan rasa kagum terhadap seorang penyanyi dangdut yang begitu memukau dan aduhai. Tetapi ketika kita membaca beberapa ungkapan yang berkaitan erat dengan permasalahan yang tak pernah selesai di negara kita, maka tentulah bukan itu maksud terciptanya puisi ini. Ini jelas sebuah ungkapan perasaan penulisnya yang terang benderang yang dikemas secara ironis.
Puisi ini sepenuhnya dibangun dengan majas ironis dan sinisme yang ditandai dengan ungkapan berupa sindiran halus tetapi tajam menyengat tentang keadaan carut marut di negara kita saat ini.
Puisi ini juga dibangun dengan majas paralelisme yang ditandai dengan penyajian dua buah ungkapan yang sejajar komparatif dan kotradiktif dalam setiap baitnya. Hal ini jelas terbaca pada ungkapan yang paralel sebagai berikut di bawah ini.
Ungkapan melambungnya harga
Paralel dengan
Ungkapan suaramu semakin merdu
Ungkapan membengkaknya hutang negara
Paralel dengan
Ungkapan wajahmu semakin cantik
Ungkapan ruwetnya masalah sosial, politik dan agama
Paralel dengan
Ungkapan tubuhmu semakin sintal
Ungkapan merebaknya teror dan berbagai bencana
Paralel dengan
Ungkapan Goyanganmu semakin heboh
Ungkapan langkanya pemimpin yang bisa dipercaya
Paralel dengan
Ungkapan Kehadiranmu semakin berarti
Ungkapan terpuruknya kehormatan bangsa
Paralel dengan
Ungkapan Hargamu semakin melambung
III
Puisi Acep Zamzam Noor ini yang berjudul KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT. Puisi ini mengingatkan kita pada fenomena masyarakat semakin maraknya dunia industri musik dangdut belakangan ini. Secara denotatif frasa penyanyi dangdut di sini maksudnya memang benar-benar penyanyi dangdut yang biasa kita lihat di layar kaca. Penyanyi dangdut yang suaranya semakin merdu. yang wajahnya semakin cantik, yang tubuhnya semakin sintal, yang goyangannya semakin heboh, yang kehadirannya semakin berarti dan yang bayarannya semakin tinggi melambung.
Secara konotatif frasa penyanyi dangdut di sini, maknanya bisa berarti siapa saja. Bisa berarti seorang caleg yang suaranya semakin merdu menebar janji itu dan ini. yang wajahnya semakin cantik mengajak untuk memilihnya, yang tubuhnya semakin sintal, yang goyangannya semakin heboh di panggung kampanye, yang kehadirannya semakin berarti bagi penggemarnya guna mendapatkan serangan fajar dan yang jumlah bayaran yang semakin tinggi melambung.
Frasa penyanyi dangdut di sini bisa juga berarti seorang pemimpin publik yang suaranya semakin merdu mengaku bahwa keberhasilan sakarang adalah hasil perjuangan dan pengabdiannya selama ini, yang wajahnya semakin simpatik mengajak untuk memilihnya kembali, yang tubuhnya semakin makmur, yang tindak tanduknya semakin meyakinkan masyarakat, yang kehadirannya juga semakin berarti bagi penggemarnya yang ikut menikmati hasil kerjanya. Yang syukur-syukur bukan hasil korupsi, apalagi korupsinya yang semakin membengkak.
Sementara itu ia tak memperdulikan lagi tentang melambungnya harga-harga sembako, membengkaknya
hutang negara, semakin ruwetnya masalah sosial, politik dan agama, merebaknya teror dan berbagai bencana serta langkanya pemimpin yang bisa dipercaya, mengakibatkan terpuruknya kehormatan bangsa. Mereka-mereka itu malah semakin manis saja suaranya.
Setelah kita membaca, meresapi, menghayati dan mengapresiasi ternyata puisi ini adalah puisi deskriptif impresionistik yang mengungkapkan kesan penyairnya terhadap keadaan di negara kita dengan cara yang kocak dan menggelitik. Adapun amanat dan pesan moral yang dapat kita petik dari puisi ini adalah (1) hendaknya kita jangan ’terlalu’ terlena dengan keadaan yang sangat menyenangkan dan menggairahkan ini, (2) hendaklah kita juga turut prihatin atas melambungnya harga-harga sembako, membengkaknya hutang negara, semakin ruwetnya masalah sosial, politik dan agama, merebaknya teror dan berbagai bencana serta langkanya pemimpin yang bisa dipercaya, mengakibatkan terpuruknya kehormatan bangsa.
Demikianlah kiranya amanat dan pesan moral yang terkandung di dalam puisi ini. Dan demikian pula lah yang dapat kita nikmati dari puisi ini
Selamat Menikmati
CARA MUDAH MENGANALISIS PUISI UNTUK DINIKMATI SENDIRI
I
Bagaimana cara menganalisis puisi untuk dinikmati sendiri? Menganalisis puisi itu bukanlah hal yang sulit. Apalagi bagi yang pernah jadi mahasiswa Bahasa Indonesia. Lebih-lebih bagi yang pernah kuliah di Fakultas Sastra Indonesia. Tentu itu bukanlah hal yang baru. Sayangnya analisis yang biasa dikerjakan itu adalah analisis dalam bentuk karya ilmiah itu adalah analisis ilmiah yang harus bisa dipertanggung jawabkan data dan fakta secara teori dan keilmuan. Bukan untuk dinikmati. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya kita menganalisis sebuah puisi untuk dinikmati sendiri?
Menganalisis puisi itu adalah proses penelisikan secara cermati sejauh mana sebuah puisi itu dapat dinikmati. Pada bagian mana saja puisi itu dapat dinikmati. Cara yang paling mudah adalah dengan cara menganalisis dan mencermati unsur intrinsik yang digunakan untuk menciptakan sebuah puisi. Yang dimaksud dengan unsur intrinsik itu adalah bahan dasar yang digunakan dalam menulis atau menciptakan sebuah puisi. Yang ini dapat disamakan dengan bahan baku ketika kita akan membangun sebuah rumah.Bila kita ingin membangun sebuah rumah, kita memerlukan bahan baku yang terdiri dari paku, kayu, pasir, krikil, semen dan lain-lain. Sedangkan dalam menulis sebuah puisi bahan dasarnya adalah unsur bunyi, diksi, rima, ritme, imaji, majas, judul, tema dan amanat. Setelah kita mengenal unsur instrinsik pembangun sebuah puisi tsb. barulah kita dapat menganalisis puisi yang akan kita nikmati.
Proses penganalisisan itu meliputi penelisikan terhadap unsur bunyi, diksi, rima, ritme, imaji, majas, judul, tema, amanat dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Unsur instrinsik yang pertama di telisik adalah unsur bunyi. Yang dimaksud unsur bunyi di sini adalah bunyi yang sengaja dimasukkan penyair dalam penciptaan puisinya. Misalnya tiruan bunyi tetesan air hujan, bunyi hembusan angin, bunyi desauan ombak laut, bunyi tabrakan benda keras dan termasuk juga bunyi yang tak ada artinya apa-apa biasa disebut dengan nonsense. Selain itu ada juga Pengulangan bunyi vokal dan sengau yang dapat menimbukan efek merdu dan berirama disebut efoni. Efoni menimbukan kesan keindahan, kemesraan, kegembiraan, dan kerinduan. Sebaliknya kombinasi bunyi yang tidak merdu dan terkesan parau disebut kakofoni. Kakofoni menimbulkan kesan kekuatan, tekanan,kekacauan, dan kehancuran. Yang dua hal ini hanya penyair yang memahami kekuatan efoni dan kokofon saja yang menggunakannya dalam sebuah puisi. Tetapi apapun itu unsur bunyi ini digunakan penyair untuk memperindah puisi itu ketika dibaca dan diperdengarkan.
Unsur intrinsik yang kedua adalah diksi. Yang dimaksud dengan diksi itu adalah pemilihan kata dan penempatannya yang kata harus sesuai, tepat, ekonomis, dan tegas. Kata yang digunakan bisa berbemtuk kata dasar bisa juga kata jadian yang terbentuk karena proses morfologis. Dalam menciptakan puisi penyair itu bisa
menggunakan kata yang bermakna denotatif bisa juga yang mempunyai makna konotatif. Yang dimaksud dengan makna denotatif adalah makna secara harfiah. Sedangkan makna konotatif adalah makna khusus. Misalnya, Kau adalah bunga di taman yang mekar di kala pagi. Makna bunga secara denotatif adalah memang benar-benar bunga yang biasa kita lihat di taman-taman itu. Tetapi secara konotatif bunga di dalam kalimat ini bisa berarti seorang gadis cantik idaman hati. Dengan kata lain kata yang digunakan penyair bisa kata secara harfiah, bisa juga kata kiasan perumpamaan yang harus dimaknai secara khusus.
Untuk sementara masalah yang kita bicarakan hanya sampai pada unsur bunyi dan diksi yang digunakan penyair dalam menciptakan puisi. Sedangkan masalah rima, ritme, imaji, majas, judul, tema dan amanat akan kita bicarakan pada bagian yang akan datang. Kali ini kita akan menikmati puisi Acep Zamzam Noor yang berjudul KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT sebagai berikut di bawah ini.
II
KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT
Di tengah melambungnya harga-harga
Suaramu semakin merdu saja
Di tengah membengkaknya hutang negara
Wajahmu semakin cantik saja
Di tengah ruwetnya masalah sosial, politik dan agama
Tubuhmu semakin sintal saja
Di tengah merebaknya teror dan berbagai bencana
Goyanganmu semakin heboh saja
Di tengah langkanya pemimpin yang bisa dipercaya
Kehadiranmu semakin berarti saja
Di tengah terpuruknya kehormatan bangsa
Hargamu semakin melambung saja
(SKH Kompas 18
Oktober 2009 - hal 22)
Puisi KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT karya Acep Zamzam Noor ini tampil dengan tipografi 6 bait, yang masing-masing bait hanya terdiri dari 2 larik saja. Jadinya keseluruhan lariknya berjumlah 12 larik.
Hanya dengan sekali baca saja, kita sudah dapat merasakan bahwa puisi ini bukan hanya bicara tentang penyanyi dangdut dengan goyangannya yang sangat menggairahkan itu, tetapi sebenarnya ini juga adalah sindiran halus yang menggelitik, tajam menyengat dan menggigit. Meski demikian bukan berarti puisi ini hambar dan non-puitis. Sebaliknya puisi ini sangat memesona dan menarik untuk ditelisik dicermati dan dinikmati.
Puisi ini dibangun dengan diksi yang kontradiktif dan komparatif antara carut marut permasalahan yang terjadi di negara kita ini dengan kecendrungan menggandrungi para penyanyi dangdut dengan lagu yang goyangannya semakin menggairahkan itu, yang ditandai dengan ungkapan-ungkapan melambungnya harga-harga, membengkak- nya hutang negara, ruwetnya masalah sosial, politik dan agama, merebaknya teror dan berbagai bencana dan langkanya pemimpin yang bisa dipercaya, terpuruknya kehormatan bangsa. Penyanyi dangdut itu semakin merdu. semakin cantik, semakin sintal, semakin heboh, semakin berarti dan semakin
melambung .
Puisi ini begitu mudahnya untuk dipahami, dihayati dan dinikmati. Dengan membaca sekilas saja kita sudah dapat menikmati keindahan untaian kata ungkapan-ungkapan yang tersaji sekaligus juga dengan mudahnya kita menangkap apa yang dibicarakan dalam puisi ini.
Ketika puisi ini dibacakan dan diperdengarkan kita langsung dapat menikmati betapa indahnya kata-katanya. Betapa kocak sekaligus juga betapa tajamnya sindiran yang ada pada puisi ini. Pada saat kita mendengar puisi ini dibacakan, yang pertama-tama dapat kita nikmati dari puisi ni adalah keindahan rima yang tertata rapi. Hal ini ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [a] pada kata harga dan saja, negara dan saja, agama dan saja, bencana dan saja, dipercaya dan saja, dan pada kata bangsa dan saja.
Puisi ini juga dapat kita nikmati dengan mendengarkan ritme atau irama yang mengalun indah lewat pengulangan kata Di tengah di setiap awal larik 1, 3, 5, 7, 9 dan di awal larik 11. Keindahan ritme itu juga dapat kita nikmati dengan adanya pengulangan bunyi kata saja di setiap akhir larik 2, 4, 6, 8 dan di akhir larik 12.
Puisi ini juga dapat kita nikmati lewat imaji visual yang menggelitik membuat puiisi ini semakin menarik untuk dinikmati. Kita seakan melihat di berbagai pasar dan tempat-tempat lainnya barang dan jasa harganya semakin melambung naik, Hal dapat dilihat pada berita di media-media dan tayangan di televisi. Bukan itu saja tetapi juga hutang negara semakin membengkak, ditambah lagi dengan ruwetnya masalah sosial, politik dan masalah agama, merebaknya teror dan berbagai bencana, kita juga kekurangan pemipim-pimpmpin yang bisa dipercaya. Sementara pada saat yang sama kita juga seakan melihat betapa ramai dan menariknya seorang penyanyi dangdut yang begitu digandrungi publik. Kita semakin terpesona dengan wajahnya yang semakin cantik, tubuhnya semakin sintal, dan goyangannya pun semakin heboh. Pada saat negara semakin terpuruk, anehnya bahkan sudah menjadi fenomena justru kehadiran seorang penyanyi dangdut yang aduhai itu lebih berarti bagi masyarakat dan harga jualnya pun terus semakin meninggi. Ironis, memang ironis. inilah gambaran keadaan negeri kita saat ini.
Sepintas lalu puisi ini hanyalah ungkapan rasa kagum terhadap seorang penyanyi dangdut yang begitu memukau dan aduhai. Tetapi ketika kita membaca beberapa ungkapan yang berkaitan erat dengan permasalahan yang tak pernah selesai di negara kita, maka tentulah bukan itu maksud terciptanya puisi ini. Ini jelas sebuah ungkapan perasaan penulisnya yang terang benderang yang dikemas secara ironis.
Puisi ini sepenuhnya dibangun dengan majas ironis dan sinisme yang ditandai dengan ungkapan berupa sindiran halus tetapi tajam menyengat tentang keadaan carut marut di negara kita saat ini.
Puisi ini juga dibangun dengan majas paralelisme yang ditandai dengan penyajian dua buah ungkapan yang sejajar komparatif dan kotradiktif dalam setiap baitnya. Hal ini jelas terbaca pada ungkapan yang paralel sebagai berikut di bawah ini.
Ungkapan melambungnya harga
Paralel dengan
Ungkapan suaramu semakin merdu
Ungkapan membengkaknya hutang negara
Paralel dengan
Ungkapan wajahmu semakin cantik
Ungkapan ruwetnya masalah sosial, politik dan agama
Paralel dengan
Ungkapan tubuhmu semakin sintal
Ungkapan merebaknya teror dan berbagai bencana
Paralel dengan
Ungkapan Goyanganmu semakin heboh
Ungkapan langkanya pemimpin yang bisa dipercaya
Paralel dengan
Ungkapan Kehadiranmu semakin berarti
Ungkapan terpuruknya kehormatan bangsa
Paralel dengan
Ungkapan Hargamu semakin melambung
III
Puisi Acep Zamzam Noor ini yang berjudul KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT. Puisi ini mengingatkan kita pada fenomena masyarakat semakin maraknya dunia industri musik dangdut belakangan ini. Secara denotatif frasa penyanyi dangdut di sini maksudnya memang benar-benar penyanyi dangdut yang biasa kita lihat di layar kaca. Penyanyi dangdut yang suaranya semakin merdu. yang wajahnya semakin cantik, yang tubuhnya semakin sintal, yang goyangannya semakin heboh, yang kehadirannya semakin berarti dan yang bayarannya semakin tinggi melambung.
Secara konotatif frasa penyanyi dangdut di sini, maknanya bisa berarti siapa saja. Bisa berarti seorang caleg yang suaranya semakin merdu menebar janji itu dan ini. yang wajahnya semakin cantik mengajak untuk memilihnya, yang tubuhnya semakin sintal, yang goyangannya semakin heboh di panggung kampanye, yang kehadirannya semakin berarti bagi penggemarnya guna mendapatkan serangan fajar dan yang jumlah bayaran yang semakin tinggi melambung.
Frasa penyanyi dangdut di sini bisa juga berarti seorang pemimpin publik yang suaranya semakin merdu mengaku bahwa keberhasilan sakarang adalah hasil perjuangan dan pengabdiannya selama ini, yang wajahnya semakin simpatik mengajak untuk memilihnya kembali, yang tubuhnya semakin makmur, yang tindak tanduknya semakin meyakinkan masyarakat, yang kehadirannya juga semakin berarti bagi penggemarnya yang ikut menikmati hasil kerjanya. Yang syukur-syukur bukan hasil korupsi, apalagi korupsinya yang semakin membengkak.
Sementara itu ia tak memperdulikan lagi tentang melambungnya harga-harga sembako, membengkaknya
hutang negara, semakin ruwetnya masalah sosial, politik dan agama, merebaknya teror dan berbagai bencana serta langkanya pemimpin yang bisa dipercaya, mengakibatkan terpuruknya kehormatan bangsa. Mereka-mereka itu malah semakin manis saja suaranya.
Setelah kita membaca, meresapi, menghayati dan mengapresiasi ternyata puisi ini adalah puisi deskriptif impresionistik yang mengungkapkan kesan penyairnya terhadap keadaan di negara kita dengan cara yang kocak dan menggelitik. Adapun amanat dan pesan moral yang dapat kita petik dari puisi ini adalah (1) hendaknya kita jangan ’terlalu’ terlena dengan keadaan yang sangat menyenangkan dan menggairahkan ini, (2) hendaklah kita juga turut prihatin atas melambungnya harga-harga sembako, membengkaknya hutang negara, semakin ruwetnya masalah sosial, politik dan agama, merebaknya teror dan berbagai bencana serta langkanya pemimpin yang bisa dipercaya, mengakibatkan terpuruknya kehormatan bangsa.
Demikianlah kiranya amanat dan pesan moral yang terkandung di dalam puisi ini. Dan demikian pula lah yang dapat kita nikmati dari puisi ini
Selamat Menikmati
![](https://fbcdn-photos-f-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash3/t1.0-0/1184932_10200744053844227_961241532_a.jpg)
_____________________
Sumber : Dari Catatan Hamberan Syahbana, penulis sastra (sastrawan) yang tinggal di Banjarmasin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar