Rabu, 06 Agustus 2014

(Sudut Pandang) - Tulis, Menulis






 
Menggambar atau menggoreskan huruf atau simbol pada suatu permukaan untuk menyampaikan kata-kata atau gagasan. Manusia pertama, Adam, dikaruniai kesanggupan untuk berbicara dalam suatu bahasa. Akan tetapi, pada mulanya hampir tidak ada kebutuhan baginya untuk menulis. Adam pada waktu itu sanggup melakukan segala komunikasi secara lisan dan, sebagai manusia yang sempurna, ia tidak bergantung pada catatan untuk mengimbangi daya ingat yang tidak sempurna. Meskipun demikian, Adam pastilah sudah memiliki kesanggupan untuk merancang suatu sarana guna membuat catatan. Tetapi di dalam Alkitab tidak ada bukti langsung bahwa ia menulis sebelum ataupun sesudah pelanggarannya.

Ada yang berpendapat bahwa kata-kata, ”inilah buku tentang sejarah Adam”, mungkin menyiratkan bahwa Adam-lah penulis ”buku” itu. (Kej 5:1) Sewaktu mengomentari frasa ”inilah sejarah” (”inilah asal mula”), yang sering muncul di seluruh buku Kejadian, P. J. Wiseman menyatakan, ”Ini adalah kalimat penutup pada setiap bagian, dan karena itu mengacu kembali kepada kisah yang sudah dicatat. . . . Biasanya ini menunjuk kepada penulis sejarahnya, atau pemilik lempeng yang berisi sejarah tersebut.”—New Discoveries in Babylonia About Genesis, 1949, hlm. 53.

Namun, pemeriksaan atas isi sejarah-sejarah tersebut menimbulkan cukup banyak keraguan terhadap kebenaran pandangan yang dikemukakan oleh Wiseman. Misalnya, menurut pandangan itu, bagian yang diawali dengan Kejadian pasal 36, ayat 10, akan diakhiri dengan kata-kata di Kejadian 37:2, ”Inilah sejarah Yakub.” Akan tetapi, hampir seluruh catatan itu berkaitan dengan keturunan Esau dan hanya sepintas lalu menyebutkan Yakub. Di pihak lain, keterangan selanjutnya menyajikan informasi yang panjang lebar mengenai Yakub dan keluarganya. Lagi pula, jika teori ini benar, berarti Ismael dan Esau adalah penulis atau pemilik dokumen-dokumen yang paling lengkap tentang cara Allah berurusan dengan Abraham, Ishak, dan Yakub. Tampaknya hal itu tidak masuk akal, karena berarti orang-orang yang tidak ambil bagian dalam perjanjian Abraham adalah yang paling berminat akan perjanjian tersebut. Sulit rasanya membayangkan bahwa Ismael memiliki minat yang demikian besar terhadap peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan rumah tangga Abraham sampai-sampai ia berupaya untuk mendapatkan catatan yang terperinci mengenai mereka, yakni catatan yang kurun waktunya bertahun-tahun setelah ia diusir bersama ibunya, Hagar.—Kej 11:27b–25:12.



 
Demikian pula, tidak ada alasan bagi Esau, yang sama sekali tidak menghargai perkara-perkara suci (Ibr 12:16), untuk menulis atau memiliki catatan yang membahas secara panjang lebar peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yakub, yaitu peristiwa-peristiwa yang tidak disaksikan sendiri oleh Esau. (Kej 25:19–36:1) Selain itu, tampaknya tidak masuk akal apabila kita menyimpulkan bahwa Ishak dan Yakub begitu mengabaikan caranya Allah berurusan dengan mereka, dan puas hanya dengan memiliki catatan-catatan yang singkat mengenai silsilah orang lain.—Kej 25:13-19a; 36:10–37:2a.

Tulisan sebelum Air Bah. Kita tidak dapat menentukan dengan pasti bahwa beberapa kisah sejarah yang disebutkan dalam buku Kejadian itu ditulis sebelum Air Bah, dan tidak ada keterangan dalam Alkitab yang merujuk ke tulisan pra-Air Bah. Akan tetapi, patut diperhatikan bahwa pembangunan kota-kota, pengembangan alat-alat musik, dan penempaan alat-alat dari besi dan tembaga sudah dimulai lama sebelum Air Bah. (Kej 4:17, 21, 22) Oleh sebab itu, masuk akal jika manusia tidak menemui banyak kesulitan dalam mengembangkan suatu metode penulisan. Pada mulanya hanya ada satu bahasa (belakangan dikenal sebagai bhs. Ibrani; lihat IBRANI, BAHASA) dan orang-orang yang terus berbicara dalam bahasa itu, yaitu orang Israel, diketahui sudah menggunakan suatu sistem abjad. Maka dapat diperkirakan bahwa tulisan berdasarkan abjad sudah ada sebelum Air Bah.





Raja Asyurbanipal dari Asiria menyebutkan tentang membaca ”inskripsi-inskripsi pada batu yang berasal dari zaman sebelum banjir itu”. (Light From the Ancient Past, karya J. Finegan, 1959, hlm. 216, 217) Tetapi inskripsi-inskripsi ini mungkin ditulis sebelum sebuah banjir lokal yang dahsyat atau bisa saja merupakan catatan-catatan yang dibuat untuk menceritakan peristiwa-peristiwa sebelum Air Bah. Misalnya, catatan yang dinamai ”Daftar Raja Sumer”, setelah menyebutkan delapan raja yang memerintah selama 241.000 tahun, menyatakan, ”(Kemudian) Air Bah menyapu seluruh permukaan (bumi).” (Ancient Near Eastern Texts, diedit oleh J. Pritchard, 1974, hlm. 265) Jelaslah, catatan seperti itu tidak autentik.

Menurut kronologi Alkitab, Air Bah seluas dunia pada zaman Nuh terjadi pada tahun 2370 SM. Para arkeolog menetapkan tahun yang lebih awal lagi untuk banyak lempeng tanah liat yang telah mereka temukan dalam penggalian. Tetapi lempeng-lempeng tanah liat ini bukanlah dokumen yang bertanggal. Jadi, tahun-tahun yang mereka tetapkan masih berupa dugaan saja dan tidak dapat menjadi dasar yang kuat untuk menetapkan kaitan waktunya dengan Air Bah dalam Alkitab. Tidak satu pun dari artifak-artifak yang berhasil ditemukan dalam penggalian itu diketahui secara pasti berasal dari zaman pra-Air Bah. Para arkeolog yang menetapkan bahwa benda-benda tertentu berasal dari zaman pra-Air Bah melakukannya atas dasar penemuan-penemuan yang, paling-paling, hanya dapat ditafsirkan untuk memberikan bukti adanya sebuah banjir lokal yang besar.





Tulisan setelah Air Bah. Sesudah dikacaukannya bahasa manusia yang mula-mula di Babel, muncul berbagai sistem tulisan. Orang Babilonia, Asiria, dan bangsa-bangsa lain menggunakan huruf paku (berbentuk baji), yang konon dikembangkan oleh orang Sumer dari tulisan piktografi mereka. Bukti menunjukkan bahwa ada lebih dari satu sistem tulisan yang digunakan pada waktu yang sama. Misalnya, pada sebuah tembok Asiria kuno terdapat gambar dua orang penulis, yang satu menggoreskan huruf-huruf paku pada sebuah lempeng dengan pena pengukir (agaknya dalam bhs. Akad) dan yang lainnya menulis dengan kuas pada sepotong kulit atau papirus (mungkin dalam bhs. Aram). Tulisan hieroglif Mesir terdiri dari berbagai gambar dan bentuk geometris yang berbeda. Meskipun tulisan hieroglif terus digunakan untuk inskripsi pada monumen dan gambar dinding, dua bentuk tulisan lain (yang pertama disebut hieratik dan yang kemudian, demotik) mulai digunakan. (Lihat MESIR.) Dalam sistem tulisan bukan abjad, sebuah gambar (atau yang belakangan, sering kali berbentuk kursif atau garis yang tidak jelas) bisa memaksudkan objek yang dilukiskan, gagasan yang terkandung dalam objek tersebut, atau kata atau suku kata lain yang memiliki pengucapan yang sama. Sebagai ilustrasi, sebuah gambar mata yang sederhana bisa digunakan dalam bahasa Indonesia untuk kata ”mata”, dan kata kerja ”melihat”.

Orang Israel menggunakan sistem abjad fonetis, setiap simbol konsonan yang tertulis mewakili sebuah bunyi konsonan tersendiri. Akan tetapi, bunyi vokal harus ditambahkan oleh si pembaca, dan kontekslah yang menentukan kata mana yang dimaksud jika ada kata-kata yang memiliki pengejaan yang sama tetapi kombinasi bunyi vokal yang berbeda. Hal ini tidak menjadi masalah; bahkan majalah, koran, dan buku-buku dalam bahasa Ibrani modern nyaris menghilangkan semua penanda bunyi vokal.





Melek Huruf di Kalangan Orang Israel. Imam-imam Israel (Bil 5:23) dan orang-orang yang terkemuka, seperti Musa (Kel 24:4), Yosua (Yos 24:26), Samuel (1Sam 10:25), Daud (2Sam 11:14, 15), dan Yehu (2Raj 10:1, 6), dapat membaca serta menulis, dan rakyat pada umumnya, dengan beberapa perkecualian, juga melek huruf. (Bdk. Hak 8:14; Yes 10:19; 29:12.) Walaupun tampaknya bersifat kiasan, perintah bagi orang Israel untuk menulis pada tiang pintu rumah mereka menyiratkan bahwa mereka melek huruf. (Ul 6:8, 9) Dan Hukum mengharuskan raja, yang naik takhta, menulis bagi dirinya salinan dari Hukum itu dan membacanya setiap hari.—Ul 17:18, 19; lihat BUKU.

Walaupun bahan-bahan tertulis dalam bahasa Ibrani kelihatannya cukup umum, hanya ada sedikit inskripsi orang Israel yang berhasil ditemukan. Mungkin alasannya adalah orang Israel tidak mendirikan banyak monumen yang menggembar-gemborkan prestasi mereka. Kebanyakan tulisan, termasuk buku-buku dalam Alkitab, tidak diragukan ditulis dengan tinta di atas papirus atau perkamen dan, karena itu, tidak akan bertahan lama di tanah Palestina yang lembap. Akan tetapi, pesan dalam Tulisan-Tulisan Kudus terpelihara selama berabad-abad melalui proses penyalinan dan penyalinan ulang yang dilakukan dengan hati-hati. (Lihat MANUSKRIP ALKITAB; PENULIS; PENYALIN.) Hanya catatan Alkitab yang menjangkau sampai ke bagian paling awal sejarah manusia dan bahkan jauh sebelum itu. (Kej psl. 1, 2) Catatan-catatan yang diukirkan pada batu dan digoreskan pada lempeng, prisma, dan silinder tanah liat mungkin, dalam beberapa kasus, jauh lebih tua daripada manuskrip Alkitab paling kuno yang masih ada, tetapi catatan-catatan tersebut tidak memiliki pengaruh yang nyata atas kehidupan orang-orang dewasa ini—kebanyakan di antaranya (seperti Daftar Raja Sumer) berisi dusta yang terang-terangan. Jadi, di antara tulisan-tulisan kuno, Alkitab memiliki keunikan yang mencolok karena menyajikan pesan penuh makna yang pantas untuk dicermati dengan sungguh-sungguh.




____________________

Sumber : http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1200004632 (Watchtower Library)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar