”DEMI
’seni ingatan’ yang menemukan dan membangkitkan nasib manusia yang
paling tak tersentuh saat zaman pendudukan” (The Swedish Academy).
Kalimat itu ditujukan bagi peraih Nobel Sastra 2014, Patrick Modiano.
Selama berkarya, penulis asal Perancis itu menjelajahi memori dan
identitas pada era gelap Perancis semasa pendudukan Jerman.
Ketika namanya diumumkan sebagai penerima Nobel Sastra 2014, Patrick Modiano (69) sedang berjalan-jalan di kota Paris, tepatnya di kawasan Jardin de Luxemburg. Dia terkaget-kaget mendengar dirinya mendapat penghargaan yang diikuti hadiah sebesar 8 juta krona Swedia, sekitar Rp 13 miliar, itu.
Ketika namanya diumumkan sebagai penerima Nobel Sastra 2014, Patrick Modiano (69) sedang berjalan-jalan di kota Paris, tepatnya di kawasan Jardin de Luxemburg. Dia terkaget-kaget mendengar dirinya mendapat penghargaan yang diikuti hadiah sebesar 8 juta krona Swedia, sekitar Rp 13 miliar, itu.
”Anak perempuan saya menelepon, memberi kabar. Tak menyangka dan
terharu. Saya persembahkan ini bagi cucu saya yang berdarah Swedia,”
ujarnya kepada penulis laman nobelprize.org yang menghubunginya dari
Swedia.
Beberapa jam sebelum pengumuman, Kamis (9/10), sejumlah nama yang
ditebak-tebak pemerhati sastra sebagai penerima Nobel Sastra muncul
dalam ragam pemberitaan. Contohnya, Svetlana Alexievich (jurnalis asal
Belarus), Haruki Murakami (novelis asal Jepang), Ngugi wa Thiong’o
(penulis asal Kenya), Adonis (penulis Suriah), dan Milan Kundera
(penulis kelahiran Ceko). Nama Modiano yang tak disebut kantor berita
itu justru terpilih. Dia menambah kilap sastra Perancis yang para
novelisnya kerap dikatakan sebagai pemikir, bukan ”novelis murni”.
Puluhan tahun Modiano hidup di Paris, di kota yang manusia dan
sejarahnya kuat memengaruhi Modiano. Bahkan, sepotong nama dalam iklan
baris di Paris-Soir, 31 Desember 1941, koran tua, menarik perhatian Modiano. ”Paris/On
Recherche, une Jeune Fille, Dora Bruder, 15 ans, 1 m.55, visage oval,
yeux gris marron, manteau sport gris, pull over Bordeaux, jupe et
chapeau bleu marine, chaussures sport marron. Adresser toutes indication
a M. et Mme Bruder, 41 Boulevard Ornano, Paris”. Iklan itu
tentang seorang gadis bernama Dora Bruder (15), berwajah oval, mata
coklat abu-abu, dan memakai mantel olahraga abu-abu, yang menghilang
dari rumahnya di Boulevard Ornano pada masa pendudukan Jerman di
Perancis.
Iklan gadis hilang dan obsesi Modiano pada akhirnya mewujud novel karya Modiano yang terkenal, Dora Bruder. Johnnie Gratton dari Trinity College, Dublin, menulis tentang Modiano dan Dora Bruder dalam artikelnya, Postmemory, Prememory, Paramemory: The Writing of Patrick Modiano (French
Studies, 2005). ”Dia (Modiano) menyusuri jalan-jalan di area ketika
Dora hidup dan pergi ke sekolahnya, mencari sensasi, impresi, dan
intuisi sureal di setiap tapak jalan,” ujarnya.
Modiano menelusuri apa yang terjadi pada gadis itu kemudian. Dora,
seorang remaja Yahudi, lari dari rumahnya saat pendudukan Jerman di
Perancis. Dora lalu ditangkap, dideportasi, dan—seperti kedua
orangtuanya—dia menemui kematian di kamp konsentrasi Jerman, di
Auschwitz. Berbekal imajinasi dan rangkaian fakta, Modiano membangun
novel biografi tersebut.
Modiano dikenal setia dengan tema waktu, pencarian identitas, dan
memori dengan berlatar masa lalu kelam Perancis di bawah pendudukan
Jerman (1940-1944). Dia mencari bukti-bukti keberadaan manusia dan
mengejarnya hingga ke masa lalu, sekelam apa pun itu.
Penulis buku tentang Modiano, Dervila Cooke, dari Dublin University,
menyebut karya Modiano berkelindan dengan trauma masa lalu Perancis,
tetapi kaya sentuhan humor gelap. Prosanya serupa kristal bening yang
berdengung, musik halus yang menghantui.
Tentang masa lalu
Masa lalu Modiano mewarnai karya-karyanya. Modiano lahir di
Boulogne-Billancourt, daerah pinggiran Paris, 30 Juli 1945, hanya
beberapa bulan setelah berakhirnya pendudukan Jerman yang pro Nazi pada
akhir 1944. Ayahnya, Alberto Modiano, seorang pebisnis berdarah
Yahudi-Italia yang diduga terkait dengan Gestapo dan geng kejahatan
terorganisasi. Ibunya, Louisa Colpeyn, adalah seorang artis asal Belgia.
Ayah dan ibunya bertemu di Paris pada 1942. Latar hidupnya yang
keturunan campuran serta berkombinasi dengan pertanyaan moral tentang
hubungan Perancis dan kekuatan Nazi berperan penting dalam novel-novelnya.
Masa kecil Modiano tak selalu menyenangkan. Dalam berbagai wawancara
dengan media di Perancis, dia menggambarkan hati ibunya begitu dingin
sehingga anjing chow-chow peliharaannya memilih lompat dari jendela
ketimbang dipangku sang ibu. Ayahnya pun jarang hadir pada masa
kecilnya. Ketika dia meminta uang, ayahnya balik memanggil polisi.
Kematian adik Modiano, Rudy, ketika masih anak-anak, juga memerihkan
hati Modiano. Karya awalnya merupakan memori atas adiknya itu.
Ketika belajar di Lycee Henri IV di Paris, Modiano bertemu dengan guru
Matematika, Raymond Queneau, yang juga seorang penulis. Queneau yang
suka bereksperimen dengan bahasa berpengaruh besar dalam membentuk
Modiano sebagai penulis.
Modiano menerbitkan La Place de l’Etoile
(1968), buku pertamanya, dalam usia muda, 22 tahun. Masa perang di
Paris digambarkan dalam novel itu, mulai dari nama jalan, kafe, metro,
hingga kasus-kasus kejahatan nyata saat itu sehingga dia dijuluki
”Arkeolog Sastra”. Imajinatif dan dibumbui fakta-fakta membuat
karya-karya Modiano banyak digunakan sebagai bahan riset oleh peneliti
yang mencari tahu jiwa zaman.
Hingga menerima Nobel, Modiano memiliki 40 karya dan sekitar 20 di
antaranya adalah novel. Sejumlah karyanya diterjemahkan dalam beberapa
bahasa. Dia juga dikenal sebagai penulis buku anak dan naskah film
dokumenter, seperti ikut menulis naskah film Lacombe, Lucien (1974) dan naskah film Bon Voyage (2003).
Berbagai penghargaan pernah dianugerahkan kepada Modiano walaupun
sejumlah media di Perancis menyebutkan, Modiano tak suka menghadiri
acara penghargaan. Dia disebut sebagai orang yang rendah hati dan tak
akan ditemui di pesta-pesta koktail para editor di Paris. Dia tak pernah
nyaman di depan kamera dan menjauhkan diri dari publikasi.
Modiano hanya ingin menulis. Kepada jurnalis dari laman nobelprize.org,
dia mengatakan, menulis adalah bagian dirinya selama 45 tahun. Dia
menggambarkan dirinya seperti tengah menulis sebuah buku besar dalam
waktu terpisah-pisah.
Sebagai penutup, mari sekilas ”berkendara” ke masa lalu, ketika Modiano diwawancarai jurnalis dari France Today pada
2011. Modiano berkata, ”Setiap menyelesaikan sebuah novel, saya merasa
sudah mengeluarkan semuanya. Namun, saya tahu, saya akan kembali lagi
dan lagi ke detail-detail kecil yang tersisa. Hal-hal kecil yang menjadi
bagian diri saya. Pada akhirnya, kita ditentukan oleh tempat dan waktu
kita dilahirkan.” (AFP/AP/REUTERS/online.wsj.com)
—————————————————————————
Patrick Modiano
♦ Lahir: Boulogne-Billancourt, 30 Juli 1945
♦ Karya, di antaranya:
- La Place de l'Etoile (1968)
- Le Boulevards de Ceinture
(Ring Roads, 1974)
- Villa Triste (1975)
- Rue des Boutiques Obscures (Missing Person, 1980)
- Dora Bruder (1997)
- Du Plus Loin de l'Oubli (Out of The Dark, 1998)
- Voyages de Noces (Honeymoon, 1992)
- Quartier Perdu (A Trace of Malice, 1988)
- Pour Que tu ne te Perdes pas Dans le Quartier (2014)
♦ Penghargaan:
- Nobel Sastra (2014)
- Grand Prix du Roman de l’Académie Française
- Prix Goncourt
_____________________
Sumber suratkabar Kompas 11 Oktober 2014 (http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009399637)
_____________________
Sumber suratkabar Kompas 11 Oktober 2014 (http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009399637)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar