Sumber Foto : Koleksi Foto Yuli Nugrahani di Facebook
Asta Tinggi diratapi candra
menusuk daun-daun aren mendesakkan ingatan
pada teras perjumpaan
menusuk daun-daun aren mendesakkan ingatan
pada teras perjumpaan
pada saat tubuhmu tubuhku lekat.
Walau raut hilang dalam malam
Walau raut hilang dalam malam
namun suara melantunkan irama berpagar tanya.
"Pasirkah hati Pancali, atau batu?"
Tanganku atau tanganmu menadah
kata tergelincir seperti hujan
seperti ujung-ujung awan
dan kita berdua terguncang-guncang
kata tergelincir seperti hujan
seperti ujung-ujung awan
dan kita berdua terguncang-guncang
oleh perbedaan.
"Yudistirakah suami Pancali, atau Pandawa?"
Bibirku meregangkan cengkerama
bibirmu menangkapnya sepenuh daya.
Menyudahi perdebatan di pangkal cemara
melumuri prasasti-prasasti dengan kata.
Pasir adalah batu, batu adalah pasir.
Yudistira adalah Pandawa, Pandawa adalah Yudistira.
bibirmu menangkapnya sepenuh daya.
Menyudahi perdebatan di pangkal cemara
melumuri prasasti-prasasti dengan kata.
Pasir adalah batu, batu adalah pasir.
Yudistira adalah Pandawa, Pandawa adalah Yudistira.
"Pancali pongah di gelung rambut Krishna."
Itu adalah haknya, katamu.
Itu adalah haknya, katamu.
Kami saling memandang,
kembali pada langit Asta Tinggi, tanpa penilaian
diam dilipat senyuman.
kembali pada langit Asta Tinggi, tanpa penilaian
diam dilipat senyuman.
Mei 2015
_____________________
Yuli Nugrahani (Cerpenis dan Penyair Lampung)
Lahir di Kediri
9 Juli 1974. Pernah menjadi wartawan Harian Malang Post dan Pemimpin
Redaksi Majalah Nuntius, kini tinggal di Hajimena, Natar, Lampung
Selatan. Tulisannya pernah beredar di berbagai buletin, majalah,
koran dan jurnal seperti Panyebar Semangat, Terlibat, Lembur,
Nuntius, Hidup, Ucanews, Femina, Malang Post, Lampung Post, Suara
Karya, Sinar Harapan, Jurnal Perburuhan, Swara Gender, Buletin Insan,
Konfrontasi, Teras Lampung, dan sebagainya. Menjadi editor dan
penyusun buku untuk Eritis Mihi Testes (2002), Suster-suster Klaris
Kapusines Sekincau (2003), Samudera Peziarahan (2010) dan Goro-goro,
Kucing Gering Bagong Leong (2013) dan Antologi Puisi Hujan Kampoeng
Jerami (2014). Cerpen-cerpennya masuk dalam Antologi Cerpen Kawin
Massal (Dewan Kesenian Lampung, 2011)
dan Antologi Sastrawan Lampung Hilang
Silsilah (Dewan Kesenian Lampung,
2013). Buku cerpennya yang sudah diterbitkan adalah Daun-daun
Hitam (Indepth Publishing, 2014,
bersanding dengan sketsa-sketsa Dana E. Rachmat). Sedang
puisi-puisinya masuk dalam buku : Turonggo Yakso, Memperjuangkan
sebuah Eksistensi (2014), Gemuruh Ingatan, 8 Tahun Lumpur Lapindo
(2014), dan Hujan Kampoeng Jerami (2014). Buku puisinya adalah
Pembatas Buku (Indepth Publishing, 2014). Terakhir menjadi
penulis dan editor dalam antologi puisi Titik Temu, yang
diterbitkan Komunitas Kampoeng Jerami 2014, berisi puisi-puisi
bertema HAM. Selain sebagai ibu rumah tangga dengan dua anak,
sehari-hari bekerja untuk Bagian Justice and Peace Keuskupan
Tanjungkarang, memberikan pelatihan penulisan di berbagai tempat di
Indonesia, mengisi berbagai acara sastra dan kegiatan sosial, dan
aktif mengembangkan Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan (GATK).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar