Senin, 02 September 2013

Cerita Hidup



 

 

Sendiri Namun Berarti



“Terkadang kesedihan memerlukan kesendirian, meskipun seringkali kesendirian mengundang kesedihan tak tertahankan.”


Tere Liye, Kisah Sang Penandai





Adakalanya hidup itu sendiri, dilalui dengan kesendirian, ditemani oleh dirinya sendiri, bayang-bayang adalah teman yang akrab jika ia berjalan di tempat yang terang, seringkali juga menjumpai jalan yang gelap tanpa penerang sama sekali, maka hatinyalah yang menjadi penghiburnya.

Seorang lelaki berdiri di tepi pantai, sorot matanya menatap lurus ke depan, melihat hamparan air yang luas tak bertepi, air memecah kesunyian dirinya yang sepi, pecahan suara deburan ombak memecah batu karang yang berdiri kokoh.


Pandangannya terpusat ke batu karang yang agak menjorok ke tengah laut, buih-buih air laut yang berwarna putih terlihat kontras dengan air laut yang berwarna biru langit, tanda bahwa laut tersebut tidaklah terlalu dalam.


Berjam-jam pria paruh baya itu berdiri teguh bagai batu karang, angin yang berhembus kencang dari arah laut tak dihiraukannya, sehingga terlihat busana dan rambutnya diterpa angin, berguncang melambai. Apa yang terpikirkan oleh pria itu, hanyalah dirinya yang tahu, Ia seolah-olah menyimpan rapat rahasia hidupnya.

Raut mukanya terlihat biasa saja, tidak menunjukkan seseorang yang bersedih atau pun sedang gembira, nampak seperti seorang yang menikmati suasana pantai dengan acuh tak acuh.

Matahari sudah meninggi ke atas, perubahan bayang manusia sudah bergeser ke tepi kanan, menandakan hari sekitar jam 1 atau jam 2 siang, namun tetap saja pria itu berdiri tak bergeming, kini air laut sudah mencapai mata kakinya, dan ia sengaja membiarkan semua itu terjadi tanpa peduli, bahkan sudah terlihat binatang ubur-ubur yang apabila terkena kulit manusia akan terasa panas dan gatal.


Sejauh mataku memandang
hamparan air seperti permadani yang dingin
aku ingin berjalan di atasnya
menuju kerajaan lautan
aku ingin menghadap raja
mempersembahkan upeti
untuk yang kugagumi
laut yang tenang


Tidaklah heran manusia menatap laut yang sunyi, seperti halnya seorang pendaki gunung menuju puncaknya menatap sunyi disekelilingnya, hanya untuk mencari keheningan dan sendiri. Sepertinya jalan menuju keheningan itu banyak dicari oleh manusia.

Ketenangan yang damai dapat dilihat dari pesona alam yang hening dan hikmat serta teguh berdiri dengan kokohnya. Sama halnya di pusat keramaian orang-orang mencari ketenangan dan kedamaian dan menghindar dari hiruk pikuk yang monoton dan kaku. Seringkali kita melihat seseorang berdiri di pojok atau sudut suatu ruangan hanya untuk menyendiri dan sepi.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar