Jalan Pulang
Lihat
betapa sesuatu kekuatan tenang udara setelah suatu badai! Kebaikanku
menjadi terang dan menyergapku, meskipun aku tak membangun perlawanan
apapun, aku menjaminmu.
Aku
melangkah panjang dan waktuku adalah waktu semua sisi jalanku, seluruh
jalan, seluruh bagian. Milikku merupakan pertangungjawaban, dan sangat
benar, untuk semua ketukan pintu atau permukaan sebuah meja, untuk semua
toast minum-minum, untuk para kekasih di tempat tidur mereka, di
dalam tangga-tagngga bangunan baru, menekan satu sama lain ke
dinding-dinding rumah dalam gang-gang, atau di atas tempat tidur sebuah
rumah pelacuran.
Aku
mempertimbangkan masa laluku melawan masa depanku, tetapi menemukan
keduanya mengagumkan, juga tak dapat memberinya pilihan, dan tak
menemukan apa pun untuk mengerutu dalam menyimpan ketidakadilan
pemeliharaan yang begitu terang juga menyokongku.
Hanya
ketika aku dating ke kamarku aku merasa sedikit meditative, tanpa
menemukan apapun di tangga-tangga nilai bermeditasi. Tak banyak
membantuku membuka candela lebar dan mendengarkan musik yang tetap
dimainkan di sebuah taman.
Tamasya ke Gunung
Aku
tak tahu, “ aku berteriak tanpa terdengar,” Aku tak tahu. Jika tak ada
orang dating. Aku melakukan hal dimana orang tidak aku rugikan, tak ada
orang melakukan dimana aku rugi, tetapi tak ada orang yang akan
membantuku. Sekumpulan tanpa orang. Namun semua itu tidak semuanya
benar. Hanya, bahwa tidak ada orang membantuku – sekumpulan tanpa orang
akan menjadi lebih baik, di sisi lain. Aku suka pergi bertamasya –
mengapa tidak? – dengan sekumpulan tanpa orang. Ke gunung-gunung, tentu
saja, kemana lagi? Bagaimana orang-orang yang tak ada ini
berdesak-desakan satu sama lain, semuanya mengangkat lengan berhubungan
bersama-sama, kaki-kakiyang tak terhitung ini berjejak begitu dekat!
Tentu saja semua mengenakan stelan. Kami pergi begitu riang gembira,
angina bertiup menghembus kami dan jarak di antara rombongan kami.
Kerongkongan kami membengkak dan bebas digunung! Ini suatu ke ajaiban
yang tak kami desakkan ke dalam lagu.”.
Pepohonanan
Kita
ini seperti batang-batang pohon di dalam salju. Di dalam penampakan
mereka berbaring dengan licin dan sebuah tiupan kecil seharusnya cukup
membuat membuat mereka berguling-guling. Tidak, itu tak dapat dilakukan,
karena mereka dengan kokoh menyatu ke tanah. Tetapi lihat, bahwa itu
cuma penampakan.
Jendela Jalan
Siapa
pun yang menjalani kehidupan soliter namun sekarang dan kemudian ingin
meletakkan dirinya di suatu tempat, siapa pun, menurut pergantian waktu
hari, dan, musim, keadaan bisninnya, dan kesukaan, tiba-tiba berharap
melihat banyak lengan pada semua yang ia mungkin pegang teguh – ia tak
akan dapat mengatur untuk waktu yang lama tanpa sebuah jendela menghadap
kejalanan. Dan jika ia tak berselera apapun dan hanya pergi ke ambang
jendelanya sebagai seorang laki-laki lelah, dengan mata memandang
bergantian orang-orangnya ke langit dan kemabali lagi, tidak ingin
memandang dan menolehkan kepalanya sedikit, bahkan kemudian kuda-kuda di
bawah akan membawanya kea rah kereta mereka dan gempar, dan kahirnya ke
dalam suatu harmoni manusia.
Diambil dari Buku “ METAMOFORSIS”
Penterjemah : Eka Kurniawan
Penerbit : Yayasan Aksara Indonesia 2000
_______________
Sumber : http://perpustakaan-malang-bersastra.blogspot.com/2009/03/karyafranz-kafka.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar