03.
BAGAIMANA CARA MUDAH MENIKMATI SEBUAH PUISI
I
“Bagaimana cara mudah menikmati sebuah puisi?”
Ini adalah pertanyaan yang sebenarnya sangat sederhana. Jawabnya juga
sangat sederhana. Tetapi jika pertanyaannyadiperluas lagi, “Sejauh mana pusi itu dapat dinikmati?”
Jawabnya tentu tergantung seluas apa wawasan dan daya nalar seseorang
dalam mengapresiasi sebuah puisi. Di samping itu juga tergantung pada
cita rasa dan kehalusan rasa estetika seseorang. Yang jelasdalam
menikmati puisi itu tiap orang caranya beda-beda.
Pada tataran pertama orang bisa menikmati sebuah puisi dengan cara
menikmati untaian kata-kata yang tersaji di dalamnya. Seperti yang
dikatakan orang pada umumnya bahasa puisi itu ditulis dengan kata-kata
puitis, kata-katabersayap, kata-kata yang indah dan memesona, kata-kata
yang bernilai seni dll. Sayangnya kata-kata yang tersaji dalam puisi itu
sering juga diartikan dengan arti yang lain. Dengan kata lain itu bukan
arti yang sebenarnya, tetapi hanya kata ungkapan atau kata kiasan yang
harus dimaknai secara khusus. Ada yang mengatakan kata yang maknanya benar-benar seperti yang tertulis seperti yang diucapkan. Yang ini biasanya dinamakan juga arti secara harfiah.Dalam bahasa sastra disebut makna denotatif.
Tetapi ada juga kata yang artinya tidak seperti apa yang diucapkan.
Tetapi itu hanya ungkapan bukan arti yang sebenarnya, atau kata kiasan
yang harus dimaknai secara khusus. Yang ini biasanya disebut makna konotatif. Misalnya kupu-kupu malam. Secara denotatif kupu-kupu malam itu maknanya memang benar-benar kupu-kupu yang biasa terbang malam hari. Tetapi secara konotatif yang dimaksud dengan kupu-kupu malam itu adalah perempuan malam atau perempuan esek-esek yang kerjanya memang esek-esek di malam hari.
Selain dari itu puisi juga bisa dinikmati melalui keindahan bunyi,
khususnya ketika puisi itu dibacakan atau diperdengarkan di tengah
khalayak atau pendengarnya. Pada saat itu kita dapat menikmati keindahan
kata-kata yang indah dan puitis, memukau dan memesona. Disamping itu
kita juga dapat menikmati keindahan rima dan ritme yang mengalun dan
memanjakan telinga kita. Rima itu adalah keindahan bunyi yang terdengar
karena adanya pengulangan bunyi vocal, konsonan dan bunyi sengau di
ujung larik yang biasa disebut rima akhir,di awal larik yang biasa disebut riwa awal dan rima tengah
yang adanya di tengah-tengah larik. Sedangkan ritme adalah irama yang
ditimbulkan karena adanya pengulangan buuyi vokal, konsonan, bunyi
sengau, kata, frasa, klausa,bahkan pengulangan larik secara utuh dalam
sebuah puisi.
Kita juga dapat menikmati sebuah
puisi melalui imaji atau citraan yang disajikan oleh penyair. Karena
imaji adalah kesan mental atau bayangan visual yang disajikan penyair
lewat kata, frase, atau kalimat. Dengan imaji visual atau citraan
penglihatan kita bisa merasa seakan-akan benar-benar melihat apa yang
digambarkan penyair. Dengan imaji auditif atau citraan pendengaran kita
bisa merasa seakan-akan mendengar apa yang digambarkan penyair. Dengan
imaji taktil atau citraan perabaan kita dapat merasakan seakan meraba
kasar halusnya sesuatu atau seakan merasakan panas dingin udara atau
sesuatu yang digambarkan penyair.Sedang dengan imaji nose atau citraan
penciuman kita seakan benar-benar mencium aroma sesuatu apa yang
digambarkan penyair.
II
Untuk lebih jelasnya marilah kita nikmati puisi Gelepar Rumput Khatulistiwa karya Dewi Kelana Penyair Perempuan dari Probolinggo berikut di bawah ini.
Gelepar Rumput Khatulistiwa
ketika mendung hitam menetas hujan
merubuhkan pepadian rontok pula dedaunan
saat kencang angin humbalang segala
buah ranum gugur sebelum masa petik tiba
kala kali meluap membawa sampah dan muntah
hanyut semua mimpi tak mampu mendekap pasrah
sekat-sekat telah terpancang kuat
berlapis antara kaya atau melarat
sekarat dalam kesumat
arus bergulung gelombang menghantam
salah musim runtuh kemapanan beralas dendam
telah jatuh berdentam terberai damba
tawa-tawa pongah menginjak kepala
halilintar menyambar
otak terbakar jiwa terkapar
dalam gelegar makar
lalu aku mau bilang apa
rerumput tercerabut akar
tanpa naungan
prob, 022013
Puisi Dewi Kelana yang berjudul Gelepar Rumput Khatulistiwa
ini tampil dengan tipografi konvensional yang terdiri 5 bait. Bait
pertama terdiri dari 4 larik. Bait ke dua terdiri dari 5 larik. Bait ke
tiga terdiri dari 4 larik.Bait ke empat terdiri dari 3 dan bait ke
limajuga terdiri dari 3 larik. Jadi seluruhnya berjumlah 19 larik.
Ditinjau dari diksi dan ungkapan yang digunakan, puisi ini termasuk
puisi deskriptif impresionistik yang mengungkapkan kesan penyairnya
terhadap fernomina alam tahunan berupa bencana alam yang biasa terjadi
sekitar bulan November sampai dengan Pebruari. Hal ini ditandai dengan
diksi dan ungkapan mendung, hujan, kali meluap, arus bergulung, gelombang menghantam, halilintar menyambar dan ungkapan tercerabut akar tanpa naungan.
Untuk lebihjelasnya ada baiknya kita cermati bait-bait puisi ini. Untuk
itu marilah kita awali dengan mencermati bait pertama berikut di bawah
ini.
1.- ketika mendunghitam menetas hujan
2.- merubuhkan pepadian rontok pula dedaunan
3.- saat kencang angin humbalang segala
4.- buah ranum gugur sebelum masa petik tiba
Dari larik-larik di bait pertama di atas diketahui bahwa:
/1/
Bait 1 inidibangun dengan diksi dan ungkapan yang berkaitan dengan musim hujan dan banjir yang ditandai dengan ungkapan mendung hitam, hujan, pepadian rontok, angin, dan ungkapan gugur sebelum masa petik.
/2/
Bait ini jugadibangun dan perindah dengan rima akhir yang tertata rapi. Hal ini ditandai dengan pengulangan bunyi konsonan [n/an]pada kata hujan di larik 1 yang bersajak dengan kata dedaunan dilarik 2. Berikutnya ada rima akhiryang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [a] pada kata segala di larik 3 yang bersajak dengan kata tiba di larik 4.
/3/
Biat ini jugadibangun dengan citraan penglihatan di mana kita seakan benar-benar melihat cuaca mendung dan hujan deras. Kita juga seakan benar-benar melihat sawah-sawah yang terendam banjir. Kitajuga seakan benar-benar melihat kerugian dan korban bencana angin badai dan puting beliung yang menghumbalangkansegalanya. Bait ini juga dibangun dengan citraan perasaan di mana kita seakan-akan benar-benar merasakan betapa kencangnya angin ribut dan puting beliung yang mengakibatkan kerugian yang besar.
/4/
Bait ini jugadibangun dan diperkuat dengan majas personifikasi di larik 1 yang ditandai dengan kata menetas. Di larik 2 ada majasparalellisme yang ditandai dengan ungkapan merubuhkan pepadian yang parallel dan sejajar dengan ungkapan rontok pula dedaunan. Berikutnya dilarik 3 ada majas inversi yang ditandai dengan kata angin yangmendahui kata kencang.
Selanjutnya marilah kita cermati bait ke dua berikut dibawah ini.
5.- kala kali meluap membawa sampah dan muntah
6.- hanyut semuamimpi tak mampu mendekap pasrah
7.- sekat-sekattelah terpancang kuat
8.- berlapis antarakaya atau melarat
9.- sekarat dalamkesumat
Dari larik-larik di bait ke dua diatas kita dapatkan informasi bahwa
/1/
Bait
ke dua inidibangun dengan diksi dan ungkapan yang berkaitan dengan
peristiwa dan akibat dari bencana banjir yang ditandai dengan ungkapan kali meluap membawa sampah, hanyut semua mimpi, berlapis antara kaya atau melarat,dan ungkapan sekarat dalam kesumat.
/2/
Bait ini jugadibangun dan perindah dengan rima akhir yang tertata rapi. Hal ini ditandai dengan pengulangan bunyi konsonan [h/ah]pada kata muntah di larik 5 yangbersajak dengan kata pasrah di larik 6. Berikutnya ada rima akhir yangditandai dengan pengulangan bunyi konsonan [t/at] pada kata kuat di larik 7 yang bersajak dengankata [melarat] di larik 8 dan kata kesumat di larik 9
/3/
Biat ini jugadibangun dengan citraan penglihatan di mana kita seakan benar-benar melihat sungai-sungaiyang meluap dan banjir yang menghanyutkan segalanya. Banjir telah menghanyutkan semua mimpi dan harapan.
Baik yangmiskin atau kaya semuanya tak mampu berbuat apa-apa selain
pasrah melihat banjir yang datang melanda di mana-mana. Banjir telah
membuat korban tanpa pilih-pilih baik kaya atau miskin, pada saatnya
banyak juga yang sekaratdibuatnya.
/4/
Bait kedua inidibangun dan diperkuat dengan majas personifikasi yang dilanjutkan demgan majas enumerasio. Majas Personifikasi tsb. dapat dilihat di larik 5 yang ditandai dengan ungkapan kali meluap membawa sampah dan muntah. Selanjutnya bait ini jugadiperkuat dengan majas enumerasio yangmenguraikan bagian demi bagian. Hal ini ditandai dengan larik 5 dalam untaiankata kala kali meluap membawa sampah dan muntah yang diuraikan lagi di larik 6 hanyut semua mimpi tak mampu mendekap pasrah. Maksudnya
adalah luapan kali menyebabkan banjir yang menghanyutkan semua
keinginan dan harapan. Hal ini sudah pasti membuat kita tak mampu
menahannya dan terpaksa hanya pasrah menerima kenyataan yang ada. Lalu
dilanjutkan dengan larik 7 sekat-sekat telah terpancang kuat.
Ungkapan ini maksudnya adalah bahwa batas antara kaya dan melarat itu
sudah menjadi anggapan manyarakat umum. Nah akibatdari banjir yang telah
menghanyutkan semua harta bendanya apakah masih bisa jadi orang kaya?
Ataukah sama dengan yang lainnya sekarat dalam penasaran?
Selanjutnya marilah kita cermati bait ke tiga berikut dibawah ini.
10.- arus bergulung gelombang menghantam
11.- salah musimruntuh kemapanan beralas dendam
12.- telah jatuhberdentam terberai damba
13.- tawa-tawapongah menginjak kepala
Dari larik-larik di bait ke tiga diatas kita dapatkan informasi bahwa
/1/
Bait
ke tiga inijuga masih dibangun dengan diksi dan ungkapan yang berkaitan
dengan peristiwa dan akibat dari bencana banjir yang ditandai dengan
ungkapan arus bergulung gelombang menghantam, salah musim runtuh kemapanan beralas dendam, telah jatuh berdentam terberai damba, danungkapan tawa-tawa pongah menginjak kepala.
/2/
Bait ke tiga inijuga dibangun dan perindah dengan rima akhir yang tertata rapi. Hal ini ditandai dengan pengulangan bunyi konsonan[m/a,] pada kata menghantam di larik10 yang bersajak dengan kata dendam di larik 11. Berikutnya ada rima akhiryang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [a] pada kata damba di larik 12 yang bersajak dengan kata kepala di larik 13.
/3/
Bait ke tiga inijuga dibangun dengan citraan penglihatan di mana kita seakan benar-benar melihat arusgelombang pasang yang bergulung-gulung menghatam daratan dan meruntuhkan bangunan yang tadinya berdiri kokoh kini roboh. Banjir air pasang yang menjadi bencana ini adalah dendam kesumat alam yang telah dirusak oleh tangan manusia sendiri. Sebagaimana telah dinyatakan dalam Al Qur’an bahwa telah terjadi kerusakan di laut dan didarat oleh tangan-tangan manusia.
/4/
Bait ke tiga inidibangun dan diperkuat dengan majas personifikasi yang dtandai dengan ungkapan gelombangmenghantam di larik 10, kata dendam di larik 11 dan klausa tawa-tawa pongahdi larik 13.
/5/
Bait ke tiga inidiawali dengan ungkapan arus bergulung gelombang menghantam di
larik 10. Ungkapan ini sifatnya ambiguitas,mengandung banyak makna dan
multi tafsir. Hal ini tergantung dati arah mana pembaca menaknai dan
menafsirkannya. Secara denotatif ungkapan arus bergulung gelombang
di sini maknanya memang benar-benar arus gelombang laut
bergulung-gulung yang kitakenal selama ini. Tetapi secara konotatif
ungkapan ini bisa bermakna lain. Dan lebih jelas lagi maknanya berkaitan
dengan klausa runtuh kemapanan dan beralas dendam di larik 11 dan ungkapan tawa-tawa pongah menginjak kepala di larik 13.
Kata kemapanan mengingatkan kita pada kekuasaan yang tak tergoyahkan.Sedangkan ungkapan runtuh kemapananbisa bermakna runtuhnya sebuah kekuasaan atau bisa juga berarti meruntuhkan sebuahkekuasaan. Dalam konteks ini ungkapan salah musim bisa diartikan kesalahan sistemik atau salah urus. Hal ini tentu sangatberkaitan dengan uingkapan arus bergulung gelombang dan ungkapan menghantam di larik 10. Dalam konteks penguasa dan kekuasaan maka ungkapan arus bergulung gelombang di sini maknakonotatifnya adalah gelombang pengunjuk rasa dan para demonstran yang terus terusan berunjuk rasa dan berdemonstrasi.Karenanya maka penguasa tsb pun jatuh telak dan segala harapannya pun ikut sirna. Bait ini ditutup dengan larik tawa-tawa pongah menginjak kepala.
Berikut marilahkita mencermati bait ke empat dari puisi Gelepar Rumput Khatulistiwa berikut dibawah ini.
14.- halilintarmenyambar
15.- otak terbakarjiwa terkapar
16.- dalam gelegarmakar
Bait ke empatini hanya terdiri dari 3 larik. Dari larik-larik di atas kita ketahui bahwa
/1/
Bait ke empatini dibangun dengan diksi dan ungkapan yang menggetarkan jiwa. Hal ini sangat terasa ada getaran dalam ungkapan halilintar menyambar, otak terbakar, jiwa terkapar, gelegar makar.
/2/
Bait ke empatini dibangun dengan rima akhir yang tertata rapi. Hal ini jelas terlihat adanya pengulangan bunyi konsonan [r/ar]pada kata menyambar di ujung larik 14yang bersajak dengan kata terkapar dilarik ujung 15 dan kata makar di ujung larik 16. Ternyata pengulangan bunyi [r/ar] ini juga memperindah bait ke empat ini dengan ritme
yang terbentuk karena pengulangan bunyi tsb. Hal ini dapat dirasakan
dengan jelas ritme atau irama tersebut dari pengulangan bunyi [ar] pada
kata halilintar, menyambar, terbakar, terkapar,gelegar dan dalam kata makar.
/3/
Bait ini juga dibangun dengan imaji visual atau citraan penglihatan dimana pembaca seakan benar-benar melihat halilintar yang menyambar-nyambar di angkasa. Pembaca juga seakan benar-benar melihat orang-orang yangpanik dan orang-orang yang meninggal karena bencana alam yang terjadi saat itu.Bait ini juga dibangun dengan imajiauditif atau citraan pendengaran di mana pembaca sekan benar-benar mendengar bunyi guruh dan guntur yang menggelegar di langit bersamaan dengan datangnya halilintar yang menyambar-nyambar.
/4/
Bait ini juga dibangun dan diperkuat dengan majas personifikasi yang ditandai dengan kata menyambar pada klausa halilintarmenyambar di larik 14. Di samping itu bait ini juga sepenuhnya dibangun dan diperkuat dengan majas hiperbola yang ditandai dengan ungkapan halilintar menyambar, otak terbakar, jiwa terkapar dan ungkapan gelegar makar.
/5/
Bait ke empat ini diawali dengan klausa halilintar menyambar dan diakhiri dengan klausa dalam gelegar makar. Kata halilintarmengingatkan kita pada kilat yang menyambar-nyambar di langit kelabu kemudian diiringi dengan bunyi gelegar gurih dan guntur. Suasana danbunyi ini bagi sebagian orang sangat menakutkan, Sehingga tidak jarang orang mengucapkan audzubillahi minasysyaithoonirrajim saat itu. Sedangkan kata makardi akhir larik 16 mengingatkan kita pada istilah makar dalam perebutan kekuasaan. Pertanyaannya adalah apakah puisi ini juga membicarakan tentang makar?
Memang
secara khusus puisi tidak berbibaca tentang makar atau perebutan
kekuasaan. Tetapi sebagai puisi yang sifatnya ambiguitas, atau puisi
yang sarat makna dan multi tafsir, maka puisi ini juga bisa dimaknai
dariberbagai arah. Tergantung dari arah mana pembaca memaknainya.
Sebagaimana juga puisi Chairil Anwar yang berjudul AKUyang ditulisnya
tahun 1943.
Sebenarnya awalnya puisi Chairil yang berjudul AKU ini hanyalah ungkapan perasasaan Chairil Anwar. KAU yang
disebutnya dalam puisi ini tidaklain adalah ayahnya sendiri. Yang telah
meninggalkan dan menceraikan ibunyakarena terpikat oleh perempuan lain.
Kemudian ayahnya benar-benar mengawiniperempuan lain itu. Karena puisi
inilah Chairil Anwar pernah dicap sebagai indvidualis sejati. Tetapi
setelah dicermati dengan saksama, ternyata puisiyang ditulisnya tahun
1943 ini juga penuh dengan ungkapan semangat menyala dan menggelora.
Ungkapan-ungkapan yang penuh dengan vitalitas dan
optimisme,diksi-diksinya juga lugas solid dan kuat, sehingga mampu
menjadi inspirasi perjuangan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI
yang diproklamirkan padatanggal 17 Agustus 1945. Ternyata puisi yang
mengungkapkan kemarahan ChairilAnwar kepada Ayahnya ini dimaknai dan
ditasirkan oleh bangsa Indonesia sebagaisemangat dan kemarahan para
pejuang merebut kekuasan dari penjajah untuk mempertahankan kemerdekaan
bangsaIndonesia saat itu.
Dengan demikian ungkapan halilintarmenyambar ini secara konotatif bisa bermakna berbagai tekanan demi tekanan yang datang bertubi-tubi yang menyebabkaninformasi akurat itu tak pernah muncul secara akurat ke permukaan. Mulaidari
permasalan Antasari Azhar, Bank Century, Kasus Hambalang dll
sejenisnya.Hal itu semuanya membuat otak terbakar dan jiwa terkapar
dalam gelegar makar.Kata makar di sini bukanlah upaya menjatuhkan
pemerintahan yang sah saat ini.Ini hanyalah majas hiperbola ungkapan
dengan cara berlebihan. Barangkali yang dimaksud di sini adalah upaya
menuntut agar pejabat publik yang menyengsarakanrakyat, yang melanggar
amanat rakyat, yang korup dan sejenis agar mundur dari jabatannya.
Akhirnya sampailah kita pada bait ke lima yang juga bait terakhir dan
sekaligus sebagai bait pamungkas dari puisi ini.Untuk itu marilah kita
cermati dengan saksama larik-larik berikut di bawah ini.
17.- lalu aku mau bilang apa
18.- rerumputtercerabut akar
19.- tanpa naungan
Bait ke limaini juga sama dengan bait ke empat yaitu hanya terdiri dari
3 larik. Dari ketiga larik tsb. di atas kita ketahui bahwa:
/1/
Bait inidibangun dengan diksi dan ungkapan bernuansa duka bahkan mendekati keputus asaan.Hal ini ditandai dengan ungkapan maubilang apa (?), rerumput tercerabutakar dan ungkapan tanpa maungan.
/2/
Sepintas
lalu dibait ke lima ini tak nampak ada pengunaan rima. Baik rima di
awal larik, di akhir larik, maupun di tengahlarik. Tetapi setelah kita
cermati bait ini dengan saksama ternyata dibangundengan rima asonansi dan rima aliterasi. Hal ini ditandai denganpengulangan bunyi vokal [u] pada kata lalu yang bersajak dengan kata akudan kata mau sama-sama dilarik 17. Dan di larik 18 ada pengulangan bunyi konsonan [t/ut] pada kata rerumput yang bersajak dengan kata tecerabut. Dan di larik l9 ada pengulangan bunyi konsonan [n/an] pada kata tanpayang bersajak dengan kata naungan.
/3/
Bait ini jugadibangun dengan citraan pendengaran di larik 17 di mana pembaca seakan benar-benar mendengar seseorang mengucapkan lalu aku mau bilang apa (?). Di larik 18dan 19 ada citraan penglihatan dimana pembaca seakan benar-benar melihat rumput-rumput yang akar-akarnya sudah tercabut tanpa naungan.
/4/
Bait ini jugadiperkuat dengan majas retoris dilarik 17 yang ditandai dengan pertanyaan lalu aku mau bilang apa (?). Bait ini juga diperkuat dengan majas litotes sekaligus juga majas hiperbola yang ditandai dengan ungkapan rerumputtercerabut akar
di larik 18. Dikatakan majas litotes karena yang terkena musbibah
banjir ini bukan hanya rumput, tetapi juga semua yang dilanda banjiritu
lebih-lebih lagi pada bencana banjir banding dan senisnya.
Baikpenduduknya, bangunan-bangunan dan lain-lainnya. Dikatakan majas
hiperbolakarena ungkapan ini begitu luar biasa. Bayangkan bagaimana
luar-biasanya bencana banjir itu sampai-sampai rumput-rumput tercabut
akarnya. Padahal banjir itu kan hanya merendam rerumputansaja.
/5/
Bait terakhirini diawali dengan pertanyaan lalu aku mau bilang apa.
Pertanyaan ini mengingatkan kitapada seseorang yang pasrah tak mampu
berbuat apa-apa. Kenapa? Karena ia melihatdan merasakan bencan alam
berupa banjir kebih-lebih lagi bencana banjir bandang yang sangat
menyedihkan sekaligus menakutkan. Karena bencana banjir ini datanganya
bukan hanya sekali dua kali, tetapi hampir setiap tahun. Bahkan adaareal
kawasan yang menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Khususnya di
bulan November sampai Pebruari. Dan bait ini diakhiri dengan ungkapan tanpa naungan
maksudnya adalah tak ada yang mampu menaungi, tak ada yang memberi
perlindungan. Dengan kata lain tak ada yang mampu mengatasi apalagi
menahandatangnya bencana banjir itu. Menyedihkan.
III
Puisi Dewi Kelana ini berjudul Gelepar Rumput Khatulisatiwa.
Puisi ini berbicara tentang bencana alam berupa banjir dan bencana alam
karena gelombang laut yang menerjang ke daratan. Dampaknya terasa
sangat menakutkan. Dan ini terjadi setiap tahun, utamanya sekitar bulan
November sampai dengan Pebruari. Itulahgambaramn yang pertama kali kita
membaca dan menghayati pusi ini. Tetapi ketikakita terus mencermati
lebih dalam lagi, ternyata puisi ini tidak hanya berbicara tentang
banjir dan gelombang pasang saja. Tetapi ada makna yang tersirat dari
makna yang tersurat. Ada sebuah agenda besar yang terselubung di samping
agenda yang terang benderang dalam puisi ini.
Puisi ini memang sifatnya ambigu, sarat makna dan multi tafsir.
Tergantung dari arah mana pembaca memaknai dan menafsirkannya. Hal ini
dapat dilihat pada beberapa kata kunci dan ungkapanyang ada di dalam
puisi ini. Di antaranya ada pada judulnya sendiri yaitu Gelepar Rumput Khatulistiwa, lalu kata kemapanan di larik 11 bait ke tiga dankata makar di larik 16 di larik keempat. Ditambah lagi dengan ungkapan-ungkapan sekat-sekat telah terpancang kuat berlapis,antara kaya atau melarat sekarat dalam(dendam) kesumat pada larik 7, 8 dan larik 9 di bait ke dua. Dan juga ada ungkapan telah jatuh berdentam terberai damba dan tawa-tawa pongah menginjak kepala pada larik 12 dan larik 14 dibait ke tiga.
Kata gelepar mengingatkan kita pada suatu keadaan seseorang atau mahkluk lainnyayang sedang sekarat sebelum benar-benar mati terkapar. Sungguh ironis, ini adalah gambaran suatu keadaan yangsangat menyayat hati. Berikutnya diiringi dengan frasa Rumput Khatulistiwa. Kata Rumputdi sini bukanlah arti yang sebenarnya, melainkan sebuah ungkapan yang mengacukepada mahluk yang ada di khatulistiwa.Secara umum kata rumput di sini maksudnya adalah semua mahluk hidup yangada di bumi Khatualistiwa. Tetapi secara khusus dalam konteks puisi ini maksudnya adalah manusia yang ada di Indonesia.
Berikutnya ada kata kemapanan di larik 11 baitke tiga dan kata makar di larik 16bait ke empat. Istilah kemapanan ini mengingatkan kita pada istilah yang biasa dipakai di era Orde Baru. Yangmaksudnya adalah suatu pemerintahan yang mapan, stabil dan tak tergoyahkan.Sedangkan kata makar maksudnya adalahsuatu usaha dan tindakan yang mengarah menjatuhkan dan merebut kekuasaan pemerintahan yang sah.
Berikut ada sekat-sekat telah terpancang kuat berlapis,antara kaya atau melarat sekarat dalam(dendam) kesumat. Ungkapan sekat-sekat telah terpancang kuat berlapis, Frasa sekat sekat maksudnya adalah batas-batas pemisah atau lebih ekrem lagijurang-jurang pemisah yang begitu tajam antara yang kaya dan yang miskin,seperti dalam sebuah lirik lagu dangdut yangkaya makin kaya yang miskin makin miskin. Kemudian dilanjutkan dengan ungkapan melarat sekarat dalam kesumat. Secara khusus maksud ungkapanini adalah kecemburuan sosial yangsemakin tajam. Jika kecemburuan sosial itu menjadi bola api liar tak terkendali, maka besar kemungkinan akan menyulut kermarahan massa
dan akan membangkitkan suatu gerakan unjuk rasa dan demonstrasi
besar-besaran. Dan kemudian yang akan terjadi adalah apa yang
diungkapkan dalam larik telah jatuh berdentam terberai damba dan tawa-tawapongah menginjak kepala.
Ungkapan telah jatuh berdentam mengingatkan kita pada sesuatu benda keras yang jatuh berdentam terdengar sampai jauh. Berikut ada kata terberai kata ini asalnyaadalah tercerai berai lalu menjadi berderai yang biasanya dirangkai menjadi kluasa jatuh berderail.
Ungkapan inibiasanya dikatakan pada kaca yang jatuh berderai dan tak
bisa disatukan lagi.Mengapa penulis mengambil kaca sebagai perumpamaan?
Karena kaca adalah sesuatu yang indah dan terang benderang. Tetapi orang
banyak yang lupa bahwa kaca jugaadalah sesuatu yang rapuh dan mudah
pecah. Hal ini sejalan dengan ungkapan tawa-tawa pongah menginjak kepala
yang maknanya apabila sudah jatuh berderai maka sekuat apapun itu
seindah apapunitu, kaca itu sudah tak punya arti lagi. Barangkali hanya
akan menjadi bahan tertawaan dan barangkali juga kaca itu kini hanya
jadi bahan injakan saja bagi yang sudah berhasil memecahkannya.
Pertanyaannya
adalah apakah amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi ini?
Setelah kita menyimak dan mencermati puisi ini dengan saksamaternyata
puisi ini sarat makna dan multi tafsir. Dari paparan di atas dapatkita
ketahui bahwa ada beberapa amanat dan pesan moral yang ada di dalam
puisiini. Di antaranya ada dua yang dapat kita ungkapkan di sini.
Pertamaadalah amanat dan pesan moral yang tersurat, yang terang
benderang yaitu sebagai warga masyarakat hendaknya kita jangan seenaknya
saja membuang sampah sembarangan yang barangkali itu akan menyempitkan
dan menyumbat jalannya air disungai-sungai yang bisa mengakibatkan
terjadinya banjir seperti sekarang ini.Sebagai pemegang HPH dan para
penebang liar hendaknya janganlah membabat hutan semaunya tanpa
memperhatikan reboisasi. Sebagai Pemegang ijin tambang dan penambang
liar janganlah hendaknya mengambil tambang seenaknya tanpa memperhatikan
reklamasi tanah. kebiasaan yang tidak bertangungjawab itu sudah pasti
menimbulkan kerusakan tanah sebagai resapan penahan ir hujan. Hal itu
mengakibatikan datangnya bencana banjir seperti sekarang ini. Dan selain
itu janganlah hendaknya mengalih fungsikan lahan resapan air menjadi
pemukiman barudan perkebunan tanpa memperhatikan masalah saluran dan
pelarian air ke areal yang tidak merugikan dan tidak menimbulkan banjir.
Kedua adalah amanat dan pesan moral yang tersirat, yang terselubung
yaitu sebagai pejabatpublik, sebagai eksekutif perusahaan, sebagai
pimpinan organisasi baik orpol maupun ormas hendaknya janganlah
seenaknya saja melanggar amanah, berbuat yang tidak terpuji apalagi
sampai korupsi menggerogoti harta negara dengan dalih itudan ini yang
sudah pasti akan menyulut dan membangkitkan kemarahan massa dan
akibatnya bisa terjadinya gelombang unjuk rasa dan demonstrasi
besar-besaran.Dan sudah pasti akan merugikan pejabat publik tsb. sudah
pasti akan merugikan eksekutif perusahaan tsb, sudah pasti akan
merugikan orpol tsb. sudah pasti akan merugikan pimpinan ormas tsb.
Nah inilah amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi Dewi
Kelana ini yang dapat kita ungkapkan di sini semoga dapat menjadi
pencerahan bagi kita bersama. Amin.
DEWI KELANA SALAH SEORANG PENYAIR PEEREMPUAN DARI PROBOLINGGO
04
CARA MUDAH MENGANALISIS PUISI UNTUK DINIKMATI SENDIRI
I
Bagaimana cara menganalisis puisi untuk dinikmati sendiri? Menganalisis
puisi itu bukanlah hal yang sulit. Apalagi bagi yang pernah jadi
mahasiswa Bahasa Indonesia. Lebih-lebih bagi yang pernah kuliah di
Fakultas Sastra Indonesia. Tentu itu bukanlah hal yang baru. Sayangnya
analisis yang biasa dikerjakan itu adalah analisis dalam bentuk karya
ilmiah itu adalah analisis ilmiah yang harus bisa dipertanggung jawabkan
data dan fakta secara teori dan keilmuan. Bukan untuk dinikmati.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya kita menganalisis sebuah puisi
untuk dinikmati sendiri?
Menganalisis puisi
itu adalah proses penelisikan secara cermati sejauh mana sebuah puisi
itu dapat dinikmati. Pada bagian mana saja puisi itu dapat dinikmati.
Cara yang paling mudah adalah dengan cara menganalisis dan mencermati
unsur intrinsik yang digunakan untuk menciptakan sebuah puisi. Yang
dimaksud dengan unsur intrinsik itu adalah bahan dasar yang digunakan
dalam menulis atau menciptakan sebuah puisi. Yang ini dapat disamakan
dengan bahan baku ketika kita akan membangun sebuah rumah.Bila kita
ingin membangun sebuah rumah, kita memerlukan bahan baku yang terdiri
dari paku, kayu, pasir, krikil, semen dan lain-lain. Sedangkan dalam
menulis sebuah puisi bahan dasarnya adalah unsur bunyi, diksi, rima,
ritme, imaji, majas, judul, tema dan amanat. Setelah kita mengenal unsur
instrinsik pembangun sebuah puisi tsb. barulah kita dapat menganalisis
puisi yang akan kita nikmati.
Proses
penganalisisan itu meliputi penelisikan terhadap unsur bunyi, diksi,
rima, ritme, imaji, majas, judul, tema, amanat dan pesan moral yang
terkandung di dalamnya. Unsur instrinsik yang pertama di telisik adalah
unsur bunyi. Yang dimaksud unsur bunyi di sini adalah bunyi yang sengaja
dimasukkan penyair dalam penciptaan puisinya. Misalnya tiruan bunyi
tetesan air hujan, bunyi hembusan angin, bunyi desauan ombak laut, bunyi
tabrakan benda keras dan termasuk juga bunyi yang tak ada artinya
apa-apa biasa disebut dengan nonsense. Selain itu ada juga Pengulangan bunyi vokal dan sengau yang dapat menimbukan efek merdu dan berirama disebut efoni.
Efoni menimbukan kesan keindahan, kemesraan, kegembiraan, dan
kerinduan. Sebaliknya kombinasi bunyi yang tidak merdu dan terkesan
parau disebut kakofoni. Kakofoni menimbulkan kesan kekuatan,
tekanan,kekacauan, dan kehancuran. Yang dua hal ini hanya penyair yang
memahami kekuatan efoni dan kokofon saja yang menggunakannya dalam
sebuah puisi. Tetapi apapun itu unsur bunyi ini digunakan penyair untuk
memperindah puisi itu ketika dibaca dan diperdengarkan.
Unsur intrinsik yang kedua adalah diksi. Yang dimaksud dengan diksi itu
adalah pemilihan kata dan penempatannya yang kata harus sesuai,
tepat, ekonomis, dan tegas. Kata yang digunakan bisa berbemtuk kata
dasar bisa juga kata jadian yang terbentuk karena proses morfologis.
Dalam menciptakan puisi penyair itu bisa
menggunakan kata yang
bermakna denotatif bisa juga yang mempunyai makna konotatif. Yang
dimaksud dengan makna denotatif adalah makna secara harfiah. Sedangkan
makna konotatif adalah makna khusus. Misalnya, Kau adalah bunga di taman yang mekar di kala pagi.
Makna bunga secara denotatif adalah memang benar-benar bunga yang biasa
kita lihat di taman-taman itu. Tetapi secara konotatif bunga di dalam
kalimat ini bisa berarti seorang gadis cantik idaman hati. Dengan kata
lain kata yang digunakan penyair bisa kata secara harfiah, bisa juga
kata kiasan perumpamaan yang harus dimaknai secara khusus.
Untuk sementara masalah yang kita bicarakan hanya sampai pada unsur
bunyi dan diksi yang digunakan penyair dalam menciptakan puisi.
Sedangkan masalah rima, ritme, imaji, majas, judul, tema dan amanat akan
kita bicarakan pada bagian yang akan datang. Kali ini kita akan
menikmati puisi Acep Zamzam Noor yang berjudul KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT sebagai berikut di bawah ini.
II
KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT
Di tengah melambungnya harga-harga
Suaramu semakin merdu saja
Di tengah membengkaknya hutang negara
Wajahmu semakin cantik saja
Di tengah ruwetnya masalah sosial, politik dan agama
Tubuhmu semakin sintal saja
Di tengah merebaknya teror dan berbagai bencana
Goyanganmu semakin heboh saja
Di tengah langkanya pemimpin yang bisa dipercaya
Kehadiranmu semakin berarti saja
Di tengah terpuruknya kehormatan bangsa
Hargamu semakin melambung saja
(SKH Kompas 18
Oktober 2009 - hal 22)
Puisi KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT karya
Acep Zamzam Noor ini tampil dengan tipografi 6 bait, yang masing-masing
bait hanya terdiri dari 2 larik saja. Jadinya keseluruhan lariknya
berjumlah 12 larik.
Hanya dengan sekali baca
saja, kita sudah dapat merasakan bahwa puisi ini bukan hanya bicara
tentang penyanyi dangdut dengan goyangannya yang sangat menggairahkan
itu, tetapi sebenarnya ini juga adalah sindiran halus yang menggelitik,
tajam menyengat dan menggigit. Meski demikian bukan berarti puisi ini
hambar dan non-puitis. Sebaliknya puisi ini sangat memesona dan menarik
untuk ditelisik dicermati dan dinikmati.
Puisi
ini dibangun dengan diksi yang kontradiktif dan komparatif antara carut
marut permasalahan yang terjadi di negara kita ini dengan kecendrungan
menggandrungi para penyanyi dangdut dengan lagu yang goyangannya
semakin menggairahkan itu, yang ditandai dengan ungkapan-ungkapan melambungnya harga-harga, membengkak- nya hutang negara, ruwetnya masalah sosial, politik dan agama, merebaknya teror dan berbagai bencana dan langkanya pemimpin yang bisa dipercaya,
terpuruknya kehormatan bangsa. Penyanyi dangdut itu semakin merdu.
semakin cantik, semakin sintal, semakin heboh, semakin berarti dan semakin
melambung .
Puisi ini begitu mudahnya untuk dipahami, dihayati dan dinikmati.
Dengan membaca sekilas saja kita sudah dapat menikmati keindahan untaian
kata ungkapan-ungkapan yang tersaji sekaligus juga dengan mudahnya kita
menangkap apa yang dibicarakan dalam puisi ini.
Ketika puisi ini dibacakan dan diperdengarkan kita langsung dapat
menikmati betapa indahnya kata-katanya. Betapa kocak sekaligus juga
betapa tajamnya sindiran yang ada pada puisi ini. Pada saat kita
mendengar puisi ini dibacakan, yang pertama-tama dapat kita nikmati dari
puisi ni adalah keindahan rima yang tertata rapi. Hal ini ditandai
dengan pengulangan bunyi vokal [a] pada kata harga dan saja, negara dan saja, agama dan saja, bencana dan saja, dipercaya dan saja, dan pada kata bangsa dan saja.
Puisi ini juga dapat kita nikmati dengan mendengarkan ritme atau irama yang mengalun indah lewat pengulangan kata Di tengah di
setiap awal larik 1, 3, 5, 7, 9 dan di awal larik 11. Keindahan ritme
itu juga dapat kita nikmati dengan adanya pengulangan bunyi kata saja di setiap akhir larik 2, 4, 6, 8 dan di akhir larik 12.
Puisi ini juga dapat kita nikmati lewat imaji
visual yang menggelitik membuat puiisi ini semakin menarik untuk
dinikmati. Kita seakan melihat di berbagai pasar dan tempat-tempat
lainnya barang dan jasa harganya semakin melambung naik, Hal dapat
dilihat pada berita di media-media dan tayangan di televisi. Bukan itu
saja tetapi juga hutang negara semakin membengkak, ditambah lagi dengan
ruwetnya masalah sosial, politik dan masalah agama, merebaknya teror
dan berbagai bencana, kita juga kekurangan pemipim-pimpmpin yang bisa
dipercaya. Sementara pada saat yang sama kita juga seakan melihat betapa
ramai dan menariknya seorang penyanyi dangdut yang begitu digandrungi
publik. Kita semakin terpesona dengan wajahnya yang semakin cantik,
tubuhnya semakin sintal, dan goyangannya pun semakin heboh. Pada saat
negara semakin terpuruk, anehnya bahkan sudah menjadi fenomena justru
kehadiran seorang penyanyi dangdut yang aduhai itu lebih berarti bagi
masyarakat dan harga jualnya pun terus semakin meninggi. Ironis, memang
ironis. inilah gambaran keadaan negeri kita saat ini.
Sepintas lalu puisi ini hanyalah ungkapan rasa kagum terhadap seorang
penyanyi dangdut yang begitu memukau dan aduhai. Tetapi ketika kita
membaca beberapa ungkapan yang berkaitan erat dengan permasalahan yang
tak pernah selesai di negara kita, maka tentulah bukan itu maksud
terciptanya puisi ini. Ini jelas sebuah ungkapan perasaan penulisnya
yang terang benderang yang dikemas secara ironis.
Puisi ini sepenuhnya dibangun dengan majas ironis dan sinisme yang
ditandai dengan ungkapan berupa sindiran halus tetapi tajam menyengat
tentang keadaan carut marut di negara kita saat ini.
Puisi ini juga dibangun dengan majas paralelisme yang ditandai dengan
penyajian dua buah ungkapan yang sejajar komparatif dan kotradiktif
dalam setiap baitnya. Hal ini jelas terbaca pada ungkapan yang paralel
sebagai berikut di bawah ini.
Ungkapan melambungnya harga
Paralel dengan
Ungkapan suaramu semakin merdu
Ungkapan membengkaknya hutang negara
Paralel dengan
Ungkapan wajahmu semakin cantik
Ungkapan ruwetnya masalah sosial, politik dan agama
Paralel dengan
Ungkapan tubuhmu semakin sintal
Ungkapan merebaknya teror dan berbagai bencana
Paralel dengan
Ungkapan Goyanganmu semakin heboh
Ungkapan langkanya pemimpin yang bisa dipercaya
Paralel dengan
Ungkapan Kehadiranmu semakin berarti
Ungkapan terpuruknya kehormatan bangsa
Paralel dengan
Ungkapan Hargamu semakin melambung
III
Puisi Acep Zamzam Noor ini yang berjudul KEPADA SEORANG PENYANYI DANGDUT. Puisi
ini mengingatkan kita pada fenomena masyarakat semakin maraknya dunia
industri musik dangdut belakangan ini. Secara denotatif frasa penyanyi
dangdut di sini maksudnya memang benar-benar penyanyi dangdut yang biasa
kita lihat di layar kaca. Penyanyi dangdut yang suaranya semakin merdu.
yang wajahnya semakin cantik, yang tubuhnya semakin sintal, yang
goyangannya semakin heboh, yang kehadirannya semakin berarti dan yang
bayarannya semakin tinggi melambung.
Secara konotatif frasa penyanyi dangdut di sini, maknanya bisa berarti
siapa saja. Bisa berarti seorang caleg yang suaranya semakin merdu
menebar janji itu dan ini. yang wajahnya semakin cantik mengajak untuk
memilihnya, yang tubuhnya semakin sintal, yang goyangannya semakin heboh
di panggung kampanye, yang kehadirannya semakin berarti bagi
penggemarnya guna mendapatkan serangan fajar dan yang jumlah bayaran
yang semakin tinggi melambung.
Frasa penyanyi
dangdut di sini bisa juga berarti seorang pemimpin publik yang suaranya
semakin merdu mengaku bahwa keberhasilan sakarang adalah hasil
perjuangan dan pengabdiannya selama ini, yang wajahnya semakin simpatik
mengajak untuk memilihnya kembali, yang tubuhnya semakin makmur, yang
tindak tanduknya semakin meyakinkan masyarakat, yang kehadirannya juga
semakin berarti bagi penggemarnya yang ikut menikmati hasil kerjanya.
Yang syukur-syukur bukan hasil korupsi, apalagi korupsinya yang semakin
membengkak.
Sementara itu ia tak memperdulikan lagi tentang melambungnya harga-harga sembako, membengkaknya
hutang
negara, semakin ruwetnya masalah sosial, politik dan agama, merebaknya
teror dan berbagai bencana serta langkanya pemimpin yang bisa dipercaya,
mengakibatkan terpuruknya kehormatan bangsa. Mereka-mereka itu malah
semakin manis saja suaranya.
Setelah kita
membaca, meresapi, menghayati dan mengapresiasi ternyata puisi ini
adalah puisi deskriptif impresionistik yang mengungkapkan kesan
penyairnya terhadap keadaan di negara kita dengan cara yang kocak dan
menggelitik. Adapun amanat dan pesan moral yang dapat kita petik dari
puisi ini adalah (1) hendaknya kita jangan ’terlalu’ terlena dengan
keadaan yang sangat menyenangkan dan menggairahkan ini, (2) hendaklah
kita juga turut prihatin atas melambungnya harga-harga sembako,
membengkaknya hutang negara, semakin ruwetnya masalah sosial, politik
dan agama, merebaknya teror dan berbagai bencana serta langkanya
pemimpin yang bisa dipercaya, mengakibatkan terpuruknya kehormatan
bangsa.
Demikianlah kiranya amanat dan pesan
moral yang terkandung di dalam puisi ini. Dan demikian pula lah yang
dapat kita nikmati dari puisi ini
Selamat Menikmati
_____________________
Sumber : Dari Catatan Hamberan Syahbana, penulis sastra (sastrawan) yang tinggal di Banjarmasin