Selasa, 15 Juli 2014

(Serba-Serbi) - Sejarah "Indehoy" Ahmad Fathanah





Indehoy Ahmad Fathanah dengan Maharani Suciyono dapat dilukiskan dengan "tiga jari."
 
 
OLEH: HENDRI F. ISNAENI

 
 
 
 
TERSANGKA kasus suap izin impor daging sapi, Ahmad Fathanah, mengaku sedang berduaan dengan Maharani Suciyono di kamar Hotel Le Meridien ketika dicokok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 Januari lalu. "Saya menyewa satu kamar dengan nomor 1740 untuk indehoy bersama-sama," katanya seperti dikutip Tempo.co (16/5).

Siapa pun mafhum kegiatan apa indehoy itu. Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia karya Eko Endarmoko, indehoy, adalah kegiatan "bercintaan, bercumbuan, berkasih-kasihan, bermesraan, berpacaran, bersuka-sukaan."

Kata pungutan indehoy, menurut Anton M. Moeliono dalam Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri, diduga berasal dari ungkapan Belanda in het hooi atau Inggris in the hay. Secara harfiah ungkapan itu bermakna "di rumput kering (yang dijadikan makanan hewan)."

Menurut pengajar bahasa Belanda di Universitas Indonesia, Achmad Sunjayadi, kemungkinan itu kebiasaan bersenang atau bersantai orang Belanda di pedesaan yang masih banyak jerami (rumput kering). Atau di kota bisa juga aktivitas di kandang kuda yang banyak jerami untuk pakannya. "Bisa jadi aktivitas yang dilakukan di jerami adalah memang berkasih-kasihan sampai hubungan seksual," kata Achmad Sunjayadi.

"Sebenarnya istilah indehoy hanya dikenal di Hindia Belanda (Indonesia), khususnya oleh orang-orang Indis yang ‘tidak bisa’ membedakan het dan de," kata Achmad. "Jadi, mereka mengucapkannya indehoy."

Dalam Mededelingen van de Afdeling Letterkunde, Volume 61, 1998, disebutkan, "setelah 1945 muncul kata-kata seperti indehoi atau indehoy, vrijen (bercumbu, bermain seks), scharrrelen (bergoyang-goyang dalam konteks seks), yang ternyata berasal dari in het hooi. (Kata hooi sendiri di Indonesia kurang dikenal)." Jadi agaknya walaupun asalnya kata Belanda tapi ungkapan dan maknanya lahir di Indonesia setelah 1945.

Indehoy sebagai kegiatan yang berkaitan dengan seks, dimuat dalam A comprehensive Indonesian-English Dictionary karya Alan M. Stevens dan A. Ed. Schmidgall-Tellings: "indehoj, in de hooi, in de hooy, in de hoy, and indehoy (D): to make out, have illicit sexual relations."

Pada 1960-an, kata indehoy cukup digandrungi baik dalam pemberitaan media massa maupun karya-karya sastra. Bahkan, pada 1970-an, kata indehoy menjadi bahasa gaul di kalangan anak muda. Warkop (Warung Kopi) Prambors menjadi corongnya.

"Pokoknya kami berusaha menjadi corong penyebar isu-isu dan gosip-gosip mutakhir yang terjadi di kalangan anak-anak muda. Termasuk juga kata-kata dan celetukan yang temporer, misalnya indehoy asoy…," kata mereka dalam Warkop, Main-main Jadi Bukan Main.

"Anak muda sekarang (tahun 1970-an) sering menyebut kata indehoy," tulis Salim Said dalam Tempo, 12 Juli 1975, "namun tidak banyak di antara mereka yang tahu bahwa kata itu adalah ciptaan Motinggo Boesye yang populer lewat novel-novel popnya."

Pada 6 April 1977, pemimpin redaksi Indonesia Raya, Mochtar Lubis memberikan ceramah di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Dia mengatakan, sebagaimana kemudian dimuat dalam Situasi dan Kondisi Manusia Indonesia Kini, "Indonesia itu dapat dilukiskan dengan hanya tiga jari tangan saja, seperti ini: jempol dengan jari telunjuk dan tengah yang digerak-gerakkan melukiskan uang dan jempol di taruh antara telunjuk dan jari tengah melukiskan indehoy."

"Benar atau tidak, saya serahkan lagi pada hadirin semua untuk mempertimbangkannya," kata Mochtar Lubis.

Setelah ditimbang-timbang, apa yang dilukiskan Mochtar Lubis tentang "tiga jari" ada benarnya untuk kasus Ahmad Fathanah: uang dan indehoy.




____________________

Sumber : http://www.historia.co.id/artikel/modern/1223/Majalah-Historia/Sejarah_Indehoy_Ahmad_Fathanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar