Indehoy Ahmad Fathanah dengan Maharani Suciyono dapat dilukiskan dengan "tiga jari."
OLEH: HENDRI F. ISNAENI
TERSANGKA kasus
suap izin impor daging sapi, Ahmad Fathanah, mengaku sedang berduaan
dengan Maharani Suciyono di kamar Hotel Le Meridien ketika dicokok
penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 Januari lalu. "Saya
menyewa satu kamar dengan nomor 1740 untuk indehoy bersama-sama," katanya seperti dikutip Tempo.co (16/5).
Siapa pun mafhum kegiatan apa indehoy itu. Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia karya Eko Endarmoko, indehoy, adalah kegiatan "bercintaan, bercumbuan, berkasih-kasihan, bermesraan, berpacaran, bersuka-sukaan."
Kata pungutan indehoy, menurut Anton M. Moeliono dalam Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri, diduga berasal dari ungkapan Belanda in het hooi atau Inggris in the hay. Secara harfiah ungkapan itu bermakna "di rumput kering (yang dijadikan makanan hewan)."
Menurut pengajar bahasa Belanda di
Universitas Indonesia, Achmad Sunjayadi, kemungkinan itu kebiasaan
bersenang atau bersantai orang Belanda di pedesaan yang masih banyak
jerami (rumput kering). Atau di kota bisa juga aktivitas di kandang kuda
yang banyak jerami untuk pakannya. "Bisa jadi aktivitas yang dilakukan
di jerami adalah memang berkasih-kasihan sampai hubungan seksual," kata
Achmad Sunjayadi.
"Sebenarnya istilah indehoy hanya dikenal di Hindia Belanda (Indonesia), khususnya oleh orang-orang Indis yang ‘tidak bisa’ membedakan het dan de," kata Achmad. "Jadi, mereka mengucapkannya indehoy."
Dalam Mededelingen van de Afdeling Letterkunde, Volume 61, 1998, disebutkan, "setelah 1945 muncul kata-kata seperti indehoi atau indehoy, vrijen (bercumbu, bermain seks), scharrrelen (bergoyang-goyang dalam konteks seks), yang ternyata berasal dari in het hooi. (Kata hooi
sendiri di Indonesia kurang dikenal)." Jadi agaknya walaupun asalnya
kata Belanda tapi ungkapan dan maknanya lahir di Indonesia setelah 1945.
Indehoy sebagai kegiatan yang berkaitan dengan seks, dimuat dalam A comprehensive Indonesian-English Dictionary karya Alan M. Stevens dan A. Ed. Schmidgall-Tellings: "indehoj, in de hooi, in de hooy, in de hoy, and indehoy (D): to make out, have illicit sexual relations."
Pada 1960-an, kata indehoy cukup digandrungi baik dalam pemberitaan media massa maupun karya-karya sastra. Bahkan, pada 1970-an, kata indehoy menjadi bahasa gaul di kalangan anak muda. Warkop (Warung Kopi) Prambors menjadi corongnya.
"Pokoknya kami berusaha menjadi corong
penyebar isu-isu dan gosip-gosip mutakhir yang terjadi di kalangan
anak-anak muda. Termasuk juga kata-kata dan celetukan yang temporer,
misalnya indehoy asoy…," kata mereka dalam Warkop, Main-main Jadi Bukan Main.
"Anak muda sekarang (tahun 1970-an) sering menyebut kata indehoy," tulis Salim Said dalam Tempo,
12 Juli 1975, "namun tidak banyak di antara mereka yang tahu bahwa kata
itu adalah ciptaan Motinggo Boesye yang populer lewat novel-novel
popnya."
Pada 6 April 1977, pemimpin redaksi Indonesia Raya, Mochtar Lubis memberikan ceramah di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Dia mengatakan, sebagaimana kemudian dimuat dalam Situasi dan Kondisi Manusia Indonesia Kini,
"Indonesia itu dapat dilukiskan dengan hanya tiga jari tangan saja,
seperti ini: jempol dengan jari telunjuk dan tengah yang
digerak-gerakkan melukiskan uang dan jempol di taruh antara telunjuk dan jari tengah melukiskan indehoy."
"Benar atau tidak, saya serahkan lagi pada hadirin semua untuk mempertimbangkannya," kata Mochtar Lubis.
____________________
Sumber : http://www.historia.co.id/artikel/modern/1223/Majalah-Historia/Sejarah_Indehoy_Ahmad_Fathanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar