Lima Hukum Cerpen
Edgar Allan Poe, sastrawan Amerika yang dianggap sebagai bapak cerpen
modern mewariskan lima Hukum Menulis Cerpen yang sampai sekarang masih
relevan:
1. Peraturan Pertama
Cerpen itu harus pendek.
Tidak menguras waktu pembacanya, bisa selesai dibaca dalam waktu
singkat tapi tetap memberikan kesan yang mendalam. Cerpen bagaikan kain
ketat, tak banyak memberi kelonggaran. Pengarang cerpen ulung selalu
menghindari uraian berkepanjangan tentang tokoh cerita atau pemandangan
alam.
2. Peraturan Kedua
Cerpen membuat efek yang tunggal dan unik. Sebuah cerpen yang baik hanya punya satu pikiran utama dan action
yang bisa dikembangkan melalui sebuah garis dari awal hingga akhir.
Berbeda dengan novel yang memungkinkan memiliki garis-garis sampingan
atau cerita-cerita penyeling, cerpen tidak punya hak untuk ngelantur ke
berbagai soalan lain.
3. Peraturan Ketiga
Cerpen harus ketat dan padat. Seorang cerpenis harus berusaha
memadatkan setiap detil pada ruang tulisannya sepadat mungkin. Tiada
ruang untuk memaparkan serbaneka kejadian atau serba detil karakter
seperti pada novel. Maksudnya tidak lain agar pembaca mendapat kesan
tunggal dari keseluruhan cerita. Inilah sebabnya dalam cerpen amat
dituntut ekonomi bahasa. Segalanya harus diseleksi secara ketat, agar
misi yang hendak disampaikan dapat dikemukakan secara tajam, dan
menghunjam ke dalam hati pembacanya.
Sebuah cerita pendek mengenal disiplin waktu, irama, mengenal warna,
dibatasi oleh patokan sehingga memerlukan kelicikan, tetapi juga
sekaligus ketegelan dan kebijaksanaan dari penciptanya.
4. Peraturan Keempat
Cerpen harus tampak sungguhan. Cerpen memang karya fiksi tapi harus
diupayakan agar terkesan nyata. Sebab “tampak seperti sesungguhnya”
adalah prinsip seni penceritaan sebuah cerita termasuk pula cerpen.
Semua fiksi tak boleh kentara nilai fiksi atau imajinasinya meskipun
semua orang tahu bahwa itu hanya fiksi belaka. Oleh karena itu, seorang
cerpenis jangan membuat plot atau alur cerita yang mustahil. Jangan pula
melebih-lebihkan karakter tokoh ceritanya seperti pada kartun atau
karikatur.
5. Peraturan Kelima
Cerpen harus memberi kesan yang tuntas. Selesai membaca cerpen,
pembaca harus merasa bahwa cerpen itu benar-benar selesai. Tidak boleh
tidak cerita itu harus rampung pada suatu titik. Jika tidak, pembaca
akan bertanya-tanya atau bahkan merasa kecewa.
Itu prinsip menulis cerpen rumusan Edgar Allan Poe. Namun pada kenyataannya banyak juga cerpenis terkenal yang melanggarnya.
Ernest Hemmingway-peraih Nobel sastra atas novel The Old Man and The
Sea gemar membuat cerpen yang panjang-panjang dan memaparkan secara
detil sekali karakter atau pemandangan alam pada cerpen-cerpennya.
Bahkan Edgar Allan Poe sendiri yang sering membuat ujung cerita yang
tidak rampung, melambai-lambai ditiup angin alias misterius. Barangkali
karena judulnya “misteri” maka pembaca justru senang berteka-teki dengan
ujung cerpen yang tidak jelas atau tidak rampung tersebut. (*)
____________________
Sumber : http://sastradunia.wordpress.com/page/2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar