Kapal (www.kapal-pelaut-surveyor.blogspot.com)
Malahayati adalah panglima perang dari Aceh. Dia memimpin pasukan perempuan yang merupakan para janda prajurit Kerajaan Aceh yang gugur dalam perang di Selat Malaka.
Dream - Perempuan itu berteriak
lantang dari atas kapal. Suaranya beradu nyaring dengan gelegar meriam.
Tegas. Memberi komando kepada pasukan perempuan di palagan perang.
Itulah secuplik kisah tentang Keumala Hayati. Panglima perang
Kerajaan Aceh. Dia adalah muslimah pertama di nusantara dan bahkan dunia
yang menjadi laksamana di zaman pelayaran modern. Saat sebagian besar
rakyat negeri ini belum memikirkan emansipasi, dia sudah mendobrak
batas-batas gender yang baru dibincangkan kemudian.
Enam abad silam, perempuan yang juga disebut dengan nama Malahayati
ini memimpin seribu lebih perempuan. Mereka para janda prajurit Kerajaan
Aceh yang gugur dalam pertempuran melawan Portugis di Teluk Haru alias
Selat Malaka.
Di dalam tubuh Malahayati memang mengalir darah kesatria. Bapaknya
adalah Laksamana Mahmud Syah, panglima Kerajaan Aceh. Kakeknya, Muhammad
Said Syah, juga seorang laksamana terkemuka.
Kakek buyutnya, Sultan Salahuddin Syah, memimpin Aceh pada tahun
1530-1539. Sultan Salahuddin merupakan putra Sultan Ibrahim Ali Mughayat
Syah, pendiri kerajaan Aceh Darussalam.
Malahayati mengenyam pendidikan militer selepas dari pesantren. Dia
masuk jurusan angkatan laut akademi militer Kerajaan Aceh, Ma'had Baitul
Makdis. Akademi militer kenamaan Kerajaan Aceh yang dibangun atas
dukungan Sultan Selim II, penguasa Turki Utsmaniyah.
Malahayati. Susmber: www.pptim.or.id
Di akademi militer itu, Malahayati tumbuh sebagai sosok brilian. Di
situ puladia bertemu dengan kakak angkatan yang kemudian menjadi
suaminya. Lulus dari akademi, Malahayati diangkat menjadi Komandan
Protokol Istana Darud-Dunia Kerajaan Aceh Darussalam. Sang suami menjadi
laksamana.
Namun sayang, suaminya gugur di palagan Selat Malaka ketika melawan Portugis. Setelah suaminya gugur, Malahayati memohon kepada Sultan al-Mukammil, raja Aceh yang berkuasa dari 1596-1604, untuk membentuk armada perang. Prajuritnya adalah para janda pejuang Aceh yang gugur dalam pertempuran di Selat Malaka itu.
Gayung bersambut. Saat itu Kerajaan Aceh memang tengah meningkatkan
keamanan karena gangguan Portugis. Usul membentuk armada dikabulkan,
Malahayati diangkat jadi Panglima Armada Inong Balee atau Armada
Perempuan Janda.
Pasukan itu bermarkas di Teluk Lamreh Kraung Raya. Benteng Kuto Inong
Balee dengan tinggi sekitar tiga meter dibangun. Lengkap dengan meriam.
Sisa-sisa benteng itu kini masih bisa dilihat di Aceh.
Tak hanya menyusun pertahanan di darat. Pasukan Inong Balee
dilengkapi seratus lebih kapal perang. Pasukan yang semula hanya seribu,
lama-lama bertambah hingga mencapai dua ribu orang. Armada asing yang
melintas di Selat Malaka pun menjadi gentar.
Pada 21 Juni 1599, pasukan ekspedisi dari Belanda yang baru selesai
berperang dengan Kesultanan Banten tiba di Aceh. Rombongan yang dipimpin
Cornelis dan Frederick de Houtman itu disambut baik. Namun armada asing
itu malah menyerbu pelabuhan Aceh.
Kerajaan Aceh melawan. Laskar Inong Balee pimpinan Malahayati jadi
tembok terdepan. Pasukan janda itu sangatlah tangguh. Armada Belanda
dilibas. Bahkan pada 11 September, de Houtman tewas di tangan
Malahayati. Frederick de Houtman ditawan selama dua tahun.
Tak kapok, Belanda mengirim pasukan pada 21 November 1600. Kali ini
di bawah komando Paulus van Caerden. Mereka menjarah dan menenggelamkan
kapal-kapal yang penuh rempah-rempah di pantai Aceh.
Juni tahun berikutnya, Malahayati berhasil menangkap Laksamana
Belanda, Jacob van Neck, yang tengah berlayar di pantai Aceh. Setelah
berbagai insiden, Belanda mengirim surat diplomatik dan memohon maaf
kepada Kesultanan Aceh melalui utusan Maurits van Oranjesent.
Tak hanya sebagai laksamana, Malahayati ternyata juga merupakan sosok
negosiator ulung. Pada Agustus 1601, Malahayati memimpin Aceh untuk
berunding dengan dua utusan Maurits van Oranjesent, Laksamana Laurens
Bicker dan Gerard de Roy. Mereka sepakat melakukan gencatan senjata.
Belanda juga harus membayar 50 ribu gulden sebagai kompensasi penyerbuan
yang dilakukan van Caerden.
Sepak terjang Malahayati sampai juga ke telinga Ratu Elizabeth,
penguasa Inggris. Sehingga negeri raksasa itu memilih cara damai saat
hendak melintas Selat Malaka. Pada Juni 1602, Ratu Elizabeth memilih
mengutus James Lancaster untuk mengirim surat kepada Sultan Aceh untuk
membuka jalur pelayaran menuju Jawa.
Malahayati disebut masih memimpin pasukan Aceh menghadapi armada
Portugis di bawah Alfonso de Castro yang menyerbu Kreung Raya Aceh pada
Juni 1606. Sejumloah sumber sejarah menyebut Malahayati gugur dalam
pertempuran melawan Portugis itu. Dia kemudian dimakamkan di lereng
Bukit Kota Dalam, sebuah desa nelayan yang berjarak 34 kilometer dari
Banda Aceh.
Malahayati sungguh melegenda. Namanya saat ini dipakai untuk jalan,
rumah sakit, universitas di Pulau Sumatera, hingga kapal perang TNI
Angakatan Laut. Namun sayang, sangat sedikit literatur tentang tokoh
sebesar Malahayati ini. Sehingga tidak diketahui pasti kapan tahun lahir
dan meninggalnya. (Ism)
___________________
Sumber : http://www.dream.co.id/jejak/malahayati-muslimah-pertama-yang-jadi-laksamana-140717v.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar