Kata Yunani pa·ra·bo·le′
(harfiah, menempatkan sesuatu di sisi atau bersama-sama) memiliki arti
yang lebih luas daripada kata ”peribahasa” atau ”parabel” dalam bahasa
Indonesia. Akan tetapi, kata ”perumpamaan” mencakup makna yang luas,
termasuk ”parabel” dan, dalam banyak kasus, ”peribahasa”. ”Peribahasa”
menyatakan kebenaran dengan ungkapan atau kalimat yang ringkas dan
padat, sering kali dengan menggunakan metafora, dan ”parabel” adalah
cerita pendek, biasanya rekaan, yang menggambarkan kebenaran moral atau
rohani dengan menggunakan ibarat atau perbandingan.
Alkitab menggunakan kata pa·ra·bo·le′ dengan makna yang lebih luas daripada kata ”parabel” dalam bahasa Indonesia; hal ini ditunjukkan oleh Matius dalam Matius 13:34, 35 bahwa sebagaimana telah dinubuatkan, Yesus Kristus akan berbicara dengan ”perumpamaan” (NW), ”parabel” (KJ, RS). Mazmur 78:2, yang dikutip oleh Matius sehubungan dengan hal ini, menyebutkan ”kata-kata peribahasa” (Ibr., ma·syal′), dan untuk istilah ini penulis Injil tersebut menggunakan kata Yunani pa·ra·bo·le′. Sebagaimana disiratkan arti harfiah istilah Yunani ini, pa·ra·bo·le′
digunakan sebagai sarana untuk mengajar atau mengkomunikasikan gagasan,
suatu metode untuk menjelaskan sesuatu dengan ’menempatkannya di sisi’
hal lain yang serupa. (Bdk. Mrk 4:30.)
Untuk menerjemahkan istilah Yunani itu, kebanyakan terjemahan bahasa
Inggris menggunakan bentuk kata yang diinggriskan, ”parable” (Ind.,
”parabel”). Namun, terjemahan ini tidak selalu dapat menyampaikan makna
kata itu dengan sepenuhnya.
Sebagai contoh, untuk Ibrani 9:9 dan 11:19
kebanyakan penerjemah merasa perlu untuk menggunakan istilah yang lain,
bukan ”parabel”. Di ayat yang pertama, tabernakel, atau kemah, yang
digunakan oleh bangsa Israel di padang belantara, disebut oleh rasul
Paulus sebagai ”suatu gambaran [pa·ra·bo·le′; ”kiasan”, TB; ”melambangkan”, BIS]
untuk waktu yang ditetapkan”. Di ayat yang kedua, sang rasul
menggambarkan Abraham yang telah menerima kembali Ishak dari antara
orang mati ”sebagai suatu gambaran simbolis” (NW) (en pa·ra·bo·lei′; ”secara kiasan”, JB, RS; ”seakan-akan”, TB; ”boleh dikatakan”, BIS). Ungkapan, ”Tabib, sembuhkanlah dirimu sendiri”, juga disebut sebuah pa·ra·bo·le′. (Luk 4:23) Mengingat hal ini, istilah yang lebih umum seperti ”perumpamaan” (NW) bisa digunakan secara konsisten untuk menerjemahkan pa·ra·bo·le′ dalam berbagai pemunculannya.
Istilah lain yang terkait adalah ”alegori” (Yn., al·le·go·ri′a),
yang adalah metafora panjang yang mencakup serangkaian peristiwa yang
melambangkan peristiwa-peristiwa lain, sedangkan karakter-karakternya
sering kali merupakan lambang atau personifikasi. Paulus menggunakan
kata kerja Yunani al·le·go·re′o (berfungsi sebagai alegori) di Galatia 4:24, sehubungan dengan Abraham, Sara, dan Hagar. Istilah itu diterjemahkan ’menjadi alegori’ (KJ), ’menjadi perkataan alegoris’ (AT), dan ”merupakan suatu drama simbolis” (NW).
Rasul Yohanes juga menggunakan sebuah istilah yang berbeda (pa·roi·mi′a) yang memaksudkan ”ibarat” (Yoh 10:6; 16:25, 29); kata ini secara bervariasi diterjemahkan menjadi ”lambang”, ”bahasa kiasan”, ”parabel”, ”peribahasa”, dan ”ibarat” (AT, KJ, NW). Petrus menggunakan istilah yang sama sehubungan dengan ”peribahasa” tentang anjing yang kembali ke muntahannya dan babi yang kembali lagi berguling-guling dalam kubangan.—2Ptr 2:22.
Keefektifan. Perumpamaan
atau parabel sebagai sarana pengajaran yang ampuh dapat dikatakan
efektif sedikit-dikitnya karena lima hal berikut: (1) Membuat orang
tertarik dan terus memperhatikan; pengalaman atau cerita biasanya sangat
menarik perhatian. Siapa yang tidak tahu tentang perumpamaan anak yang
hilang dan seekor domba yang hilang? (2) Menggerakkan kemampuan
berpikir; salah satu latihan mental yang terbaik adalah mencari makna dalam suatu perbandingan, mendapatkan kebenaran-kebenaran
abstrak yang disampaikan dengan cara itu. (3) Menggugah emosi, dan
dapat mencapai hati nurani dan hati karena penerapan praktis dari kebenaran-kebenaran
di dalamnya biasanya menjadi jelas bagi para pendengarnya. (4) Membantu
mengingat; kita selalu dapat menyusun kembali ceritanya dan
menerapkannya. (5) Melestarikan kebenaran,
karena selalu dapat diterapkan dan dimengerti pada setiap waktu dan
masa. Hal ini adalah karena perumpamaan berkaitan dengan kehidupan dan
hal-hal yang wajar, sedangkan kata-kata bisa berubah arti. Itulah salah
satu alasannya mengapa kebenaran-kebenaran Alkitab tetap sangat jelas dewasa ini, sama seperti pada waktu kebenaran itu disampaikan secara lisan atau tertulis.
Tujuan. Tujuan utama semua
perumpamaan adalah, seperti yang diperlihatkan sebelumnya, untuk
mengajar. Namun, perumpamaan Alkitab juga mempunyai tujuan-tujuan lain:
(1) Perumpamaan kadang-kadang
mengharuskan seseorang menggali agar dapat memahami maknanya yang
lengkap, dalam, dan mencapai hati; hal ini cenderung membuat enggan
orang yang hanya kelihatannya berminat, padahal tidak mengasihi Allah
dan tidak menginginkan kebenaran dalam hati mereka. (Mat 13:13-15)
Allah tidak mengumpulkan orang demikian. Perumpamaan menggerakkan orang
yang rendah hati untuk meminta penjelasan lebih lanjut; orang sombong
tidak mau berbuat demikian. Yesus mengatakan, ”Hendaklah dia yang
mempunyai telinga mendengarkan,” dan walaupun kebanyakan dari
orang-orang yang mendengarkan Yesus telah pergi, para muridnya datang
dan meminta penjelasan.—Mat 13:9, 36.
(2) Perumpamaan menyembunyikan
kebenaran dari orang-orang yang akan menyalahgunakannya dan yang ingin
menjebak hamba-hamba Allah. Yesus menjawab pertanyaan jebakan orang
Farisi dengan perumpamaan tentang uang logam pajak, dengan menyimpulkan,
”Karena itu, bayarlah kembali perkara-perkara Kaisar kepada Kaisar,
tetapi perkara-perkara Allah kepada Allah.” Musuh-musuhnya dibiarkan
untuk membuat penerapan sendiri; tetapi murid-murid Yesus sepenuhnya
memahami prinsip kenetralan yang dinyatakan dalam perumpamaan itu.—Mat 22:15-21.
(3) Karena si pendengar sendiri
yang menerapkan prinsip-prinsip dalam perumpamaan itu, ia bisa
mendapatkan berita peringatan dan hardikan yang jelas melalui
perumpamaan tersebut, tetapi pada waktu yang sama ia tidak mempunyai
alasan untuk membantah si pembicara. Dengan kata lain, jika si pendengar
merasa perumpamaan itu cocok baginya, ia bisa menerapkannya sendiri.
Pada waktu orang-orang Farisi mengkritik Yesus karena ia makan bersama
para pemungut pajak dan pedosa, Yesus menjawab, ”Orang sehat tidak
membutuhkan tabib, tetapi orang sakit membutuhkannya. Maka, pergilah,
dan belajarlah apa artinya ini, ’Aku menginginkan belas kasihan, dan
bukan korban.’
Karena aku datang untuk memanggil, bukan orang
adil-benar, tetapi orang berdosa.”—Mat 9:11-13.
(4) Sekalipun digunakan untuk
mengoreksi seseorang, perumpamaan dapat digunakan untuk melenyapkan
prasangka di pihak si pendengar, menjernihkan pikirannya dari prasangka
demikian, dan oleh sebab itu, perumpamaan dapat berbuat lebih banyak
daripada sebuah pernyataan fakta semata. Demikianlah halnya ketika Natan
menggunakan perumpamaan sehingga Raja Daud mau mendengarkan ketika ia
ditegur mengenai dosanya yang menyangkut Bat-syeba dan Uria. (2Sam 12:1-14)
Penggunaan perumpamaan juga membuat Raja Ahab yang fasik tanpa sadar
mempertimbangkan prinsip-prinsip yang menyangkut ketidaktaatannya dalam
membiarkan hidup Raja Ben-hadad dari Siria, seorang musuh Allah, dan
mengucapkan penghukuman atas dirinya sendiri.—1Raj 20:34, 38-43.
(5) Perumpamaan dapat memotivasi
seseorang untuk mengambil tindakan dengan satu atau lain cara, dan
membuka kedoknya, apakah ia adalah hamba Allah yang sejati atau bukan.
Ketika Yesus mengatakan, ”Dia yang makan dagingku dan minum darahku
memiliki kehidupan abadi,” ”banyak muridnya pergi kepada perkara-perkara
di belakang dan tidak lagi berjalan bersama dia.” Dengan cara ini Yesus
’menyaring’ orang-orang yang tidak benar-benar percaya dari hati
mereka.—Yoh 6:54, 60-66.
Pandangan dan Pendekatan yang Patut.
Perumpamaan-perumpamaan dalam Alkitab memiliki lebih dari satu aspek.
Perumpamaan menyatakan dan menerangkan prinsip, dan sering memiliki
makna dan penerapan nubuat. Selain itu, ada yang memiliki makna nubuat
untuk masa manakala perumpamaan itu disampaikan atau segera setelahnya,
dan ada juga yang memiliki penggenapan jauh di kemudian hari.
Ada dua kesalahpahaman umum yang
dapat menghalangi pemahaman perumpamaan Alkitab. Salah satunya adalah
pandangan yang menganggap bahwa perumpamaan hanyalah cerita, contoh,
atau pelajaran yang bagus. Misalnya, beberapa orang menganggap
perumpamaan tentang anak yang hilang sebagai sebuah karya sastra yang
indah; perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus, sebuah contoh tentang
pahala dan hukuman setelah kematian.
Sehubungan dengan hal ini, bisa
juga dikatakan bahwa walaupun diambil dari kehidupan dan hal-hal yang
wajar, perumpamaan tidak selalu merupakan kisah nyata. Sekalipun ada
yang dimulai dengan ungkapan-ungkapan seperti: ”Sekali peristiwa”,
”Seorang pria mempunyai”, ”Ada seorang pria”, atau frasa-frasa serupa,
semuanya dirancang oleh si pembicara di bawah pengaruh roh Allah dan
semuanya tetap adalah perumpamaan, atau parabel. (Hak 9:8; Mat 21:28, 33; Luk 16:1, 19)
Mengenai Yesus Kristus dikatakan, ”Semua perkara ini Yesus katakan
kepada kumpulan orang itu melalui perumpamaan. Sesungguhnya, tanpa
perumpamaan ia tidak akan berbicara kepada mereka.”—Mat 13:34; Mrk 4:33, 34.
Hal kedua yang menghalangi
pengertian adalah penerapan yang terlalu berlebihan, dengan berupaya
agar setiap perincian cerita dari peristiwa yang sebenarnya mempunyai
makna simbolis dengan menerapkan atau menafsirkannya menurut selera
pribadi.
Pendekatan yang patut adalah,
pertama-tama, dengan membaca konteksnya, memastikan latar belakang
perumpamaan yang bersangkutan, dan bertanya: Bagaimana kondisi dan
situasinya? Misalnya, ketika para penguasa dan bangsa Israel disebut
sebagai ”diktator-diktator Sodom” dan ”orang-orang Gomora”, kita pun
akan berpikir tentang suatu bangsa yang terdiri dari para pedosa bejat
yang melawan Yehuwa. (Yes 1:10; Kej 13:13; 19:13, 24)
Sewaktu sang pemazmur berdoa kepada Yehuwa agar musuh-musuh Allah dan
umat-Nya diperlakukan ”seperti Midian”, kita pun teringat akan kekacauan
total di antara para penindas umat Allah, yang di antaranya lebih dari
120.000 orang dibantai.—Mz 83:2, 3, 9-11; Hak 8:10-12.
Berikutnya, pengetahuan tentang
Hukum, kebiasaan dan penggunaannya, serta ungkapan pada waktu itu,
sering kali membantu. Misalnya, pengetahuan tentang Hukum membantu kita
untuk memahami perumpamaan tentang pukat tarik. (Mat 13:47-50)
Fakta bahwa pohon buah-buahan dikenai pajak di Palestina pada masa itu
dan bahwa pohon-pohon yang tidak berbuah ditebang membantu kita mengerti
mengapa Yesus membuat pohon ara yang tidak berbuah itu layu agar hal
itu dapat digunakan sebagai perumpamaan.—Mat 21:18-22.
Akhirnya, faktor-faktor dalam
suatu perumpamaan hendaknya tidak ditafsirkan sesukanya, menurut
pandangan pribadi atau filsafat. Peraturannya telah ditetapkan bagi
orang Kristen, ”Tidak seorang pun mengetahui perkara-perkara Allah,
kecuali roh Allah. Kita tidak menerima roh dunia, melainkan roh yang
berasal dari Allah, agar kita mengetahui perkara-perkara yang dengan
baik hati telah Allah berikan kepada kita. Perkara-perkara ini juga kami
sampaikan, bukan dengan kata-kata yang diajarkan melalui hikmat
manusia, melainkan dengan kata-kata yang diajarkan oleh roh, karena kami
menggabungkan perkara-perkara rohani dengan kata-kata rohani.”—1Kor 2:11-13.
Gambaran nubuat di Penyingkapan pasal 6
adalah contoh bagaimana peraturan ini diterapkan. Seekor kuda putih
adalah kuda pertama dari empat kuda yang disebutkan dalam konteks ini. (Pny 6:2)
Apa yang dilambangkan olehnya? Untuk mengetahui maknanya, kita dapat
melihat bagian-bagian lain dari Alkitab, dan juga melihat konteksnya. Amsal 21:31
mengatakan, ”Kuda dipersiapkan untuk hari pertempuran.” Warna putih
sering digunakan untuk melambangkan keadilbenaran. Takhta penghakiman
Allah berwarna putih; bala tentara di surga menunggangi kuda putih dan
berpakaian linen halus yang putih dan bersih. (Pny 20:11; 19:14; bdk. Pny 6:11; 19:8.) Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa kuda putih tersebut melambangkan peperangan yang adil-benar.
Penunggang kuda hitam memegang sebuah timbangan, dan bahan makanan sedang ditimbang. (Pny 6:5, 6)
Jelas bahwa kelaparan digambarkan di sini, karena dalam nubuat
Yehezkiel tentang kelaparan, ia diberi tahu, ”Makanan yang akan kaumakan
harus ditimbang . . . dan mereka akan makan roti yang ditimbang
disertai perasaan khawatir, dan mereka akan minum air yang ditakar
disertai perasaan seram.” (Yeh 4:10, 16)
Sering kali, dengan memahami lambang-lambang yang digunakan dalam
Alkitab, misalnya binatang-binatang yang disebutkan dalam perumpamaan,
kita dapat memperoleh bantuan dan pemahaman rohani.—Lihat BINATANG SIMBOLIS.
Banyak juga perumpamaan yang
dimengerti karena penjelasan yang diberikan oleh Alkitab sendiri, sering
kali diikuti oleh penuturan peristiwa-peristiwa sebagai penggenapannya.
Dua di antaranya adalah: Yehezkiel membuat lubang yang menembus tembok
dan keluar dengan menutupi mukanya (Yeh 12:1-16; 2Raj 25:1-7, 11; Yer 52:1-15),
dan Abraham berupaya mempersembahkan Ishak tetapi menerimanya kembali
setelah intervensi Allah (kedua gambaran simbolis ini juga benar-benar
terjadi, dilakonkan seperti drama). (Kej 22:9-13; Ibr 11:19)
Yang lain-lainnya, terutama yang diceritakan oleh Yesus Kristus,
dijelaskan kemudian oleh Yesus sendiri. Dalam banyak kasus,
penggenapannya pada zaman modernlah yang membantu kita memahami
perumpamaan-perumpamaan Alkitab.
Dalam Kitab-Kitab Ibrani.
Para nabi Ibrani dan penulis Alkitab, atas dorongan roh Yehuwa, menulis
banyak sekali perumpamaan yang sangat jitu. Gaya bahasa perumpamaan
muncul di buku Kejadian, sewaktu Yehuwa berjanji bahwa Ia akan
melipatgandakan benih Abraham ”seperti bintang-bintang di langit dan
seperti butir-butir pasir yang ada di tepi laut”. (Kej 22:15-18)
Untuk menandaskan keadaan buruk dan menyedihkan yang telah menimpa
umat-Nya di Yehuda sebagai akibat dosa, Yehuwa menggerakkan Yesaya untuk
membandingkannya dengan keadaan tubuh yang sangat menjijikkan akibat
penyakit, dengan mengatakan, ”Seluruh kepala berada dalam keadaan sakit,
dan seluruh hati lemah. . . . Luka-luka, memar, dan bilur-bilur
baru—tidak dipijit atau dibalut, ataupun dibuat lembut dengan minyak.” (Yes 1:4-6)
Kepada Raja Nebukhadnezar, Yehuwa menyampaikan berita-berita nubuat
melalui penglihatan tentang patung raksasa dan pohon yang sangat tinggi,
dan Daniel melihat pemerintahan-pemerintahan tertentu di bumi yang
digambarkan sebagai binatang.—Dan psl. 2, 4, 7.
Sering kali, para nabi
menggunakan sebuah kata atau ungkapan sewaktu berbicara tentang
seseorang atau suatu kelompok dengan maksud menggambarkan karakteristik
orang atau kelompok itu, yaitu secara metaforis. Sebagai contoh, Yehuwa
digambarkan sebagai ”Gunung Batu Israel”, sebagai ’tebing batu’, dan
sebagai ’benteng’, untuk menyampaikan gagasan bahwa Allah adalah sumber
keamanan yang kukuh. (2Sam 23:3; Mz 18:2) Yehuda disebut sebagai ”anak singa”. (Kej 49:9) Orang Asiria disebut sebagai ”tongkat” kemarahan Allah.—Yes 10:5.
Adakalanya para nabi
memperagakan berita yang harus mereka sampaikan, dengan demikian
menandaskan kesan dari berita yang mereka ucapkan. Yeremia menubuatkan
malapetaka untuk Yerusalem dan menandaskannya dengan memecahkan sebuah
buli-buli di depan mata para tua-tua bangsa itu dan para imam yang
sedang berkumpul. Ia menubuatkan perhambaan kepada Babilon dan membuat
beritanya jelas dengan mengirimkan pengikat dan kayu kuk kepada
raja-raja dari berbagai bangsa. (Yer psl. 19, 27)
Yesaya berjalan ke sana kemari dengan telanjang dan kaki telanjang
untuk menandaskan kepada orang Israel bahwa seperti itulah kelak orang
Mesir dan Etiopia, yang kepada keduanya itu mereka meminta tolong, akan
digiring ke pembuangan. (Yes 20)
Yehezkiel mengukir gambar Yerusalem pada sebuah batu bata, mendirikan
tembok pengepungan di sekelilingnya, menaruh wajan ceper dari besi di
antara dirinya dan model itu, lalu berbaring pada sisi tubuhnya sambil
menghadap ke arah model itu, untuk menggambarkan pengepungan yang akan
menimpa Yerusalem.—Yeh 4.
Adakalanya cerita-cerita
dituturkan untuk menandaskan gagasan tertentu yang ingin disampaikan.
Yotam melakukan hal ini untuk memperlihatkan kebodohan para pemilik
tanah Syikhem karena memilih orang yang begitu keji seperti Abimelekh
untuk menjadi raja mereka. (Hak 9:7-20)
Dalam buku Yehezkiel, sebuah cerita disusun seputar dua ekor burung
elang dan tanaman anggur, untuk menggambarkan haluan Yehuda sehubungan
dengan Babilon dan Mesir. (Yeh 17)
Demikian pula, Yehezkiel menggunakan dua wanita kakak-beradik, Ohola
dan Oholiba, yang menjadi pelacur, untuk menggambarkan haluan Samaria
(kerajaan Israel sepuluh suku) dan Yerusalem (Yehuda).—Yeh 23.
Perumpamaan-perumpamaan yang
disebutkan di sini hanya beberapa di antara banyak perumpamaan dalam
Kitab-Kitab Ibrani. Hampir setiap penulis Alkitab dan nabi menggunakan
perumpamaan, ada yang langsung diberikan oleh Allah sendiri dalam bentuk
penglihatan, kata-kata, dan ada juga melalui wujud yang konkret,
seperti tabernakel, yang disebut ”suatu gambaran”.—Ibr 9:9.
Dalam Kitab-Kitab Yunani.
Kitab-Kitab Yunani Kristen juga penuh dengan perumpamaan yang sangat
hidup. Mengenai Yesus Kristus dikatakan, ”Tidak pernah ada orang lain
berbicara seperti itu.” Dari semua manusia yang pernah hidup di bumi, ia
memiliki khazanah pengetahuan yang paling kaya. (Yoh 7:46) Melalui dialah Allah membuat segala perkara. (Yoh 1:1-3; Kol 1:15-17)
Ia mengenal baik semua ciptaan. Jadi, tidak mengherankan jika
perbandingan-perbandingan yang dibuatnya paling jitu dan penggambarannya
tentang emosi-emosi manusia mencerminkan pengertian yang dalam. Ia
seperti Salomo, pria berhikmat zaman dahulu, yang mengatakan, ”Dan
selain sang penghimpun telah menjadi berhikmat, ia juga terus-menerus
mengajarkan pengetahuan kepada orang-orang itu, dan ia memikirkan secara
mendalam dan melakukan penyelidikan yang saksama, agar ia dapat
menyusun banyak peribahasa. Sang penghimpun berupaya menemukan kata-kata
yang menyenangkan dan cara menuliskan kata-kata kebenaran yang tepat.”—Pkh 12:9, 10.
Dengan tepat Yesus mengidentifikasi murid-muridnya sebagai ”garam bumi” dan ”terang dunia”. (Mat 5:13, 14)
Ia mendesak mereka untuk ’mengamati dengan saksama burung-burung di
langit’, dan untuk ’mengambil pelajaran dari bunga lili di padang’. (Mat 6:26-30) Ia menyamakan dirinya dengan seorang gembala yang rela mati demi kepentingan domba-dombanya. (Yoh 10:11-15)
Kepada
Yerusalem ia mengatakan, ”Betapa sering aku ingin mengumpulkan
anak-anakmu, seperti cara induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah
sayapnya! Tetapi kamu sekalian tidak mau.” (Mat 23:37) Para pemimpin agama yang munafik ia sebut ”penuntun-penuntun buta, yang menapis agas tetapi menelan unta!” (Mat 23:24)
Dan mengenai orang yang membuat orang lain tersandung, ia menyatakan,
”Adalah lebih berfaedah baginya jika sebuah batu kilangan digantungkan
pada lehernya dan dia dilemparkan ke dalam laut.”—Luk 17:1, 2.
Perumpamaan yang Yesus gunakan
bisa berupa ungkapan-ungkapan yang ringkas dan padat seperti kata-kata
peribahasa yang terdapat dalam Kitab-Kitab Ibrani, tetapi ia biasanya
menggunakan yang lebih panjang dan sering kali berupa cerita dan ada
tokoh-tokohnya. Pada umumnya, Yesus mengambil perumpamaan dari ciptaan
di sekitarnya, dari kebiasaan sehari-hari, dari peristiwa atau situasi
yang bisa terjadi, dan dari kejadian terbaru yang tidak asing bagi para
pendengarnya.
Sejumlah perumpamaan Yesus yang terkenal.
Berikut ini adalah keterangan yang berguna tentang latar belakang dan
konteks yang berkaitan dengan 30 perumpamaan yang digunakan Yesus
Kristus dalam pelayanannya di bumi dan yang dicatat oleh para penulis
Injil:
(1) Dua pria yang berutang (Luk 7:41-43).
Dalam parabel ini ada dua pria yang berutang, yang satu berutang
sepuluh kali lebih banyak daripada yang lainnya; tujuan dan penerapannya
terdapat dalam konteks, Lukas 7:36-40, 44-50.
Perumpamaan itu disampaikan
karena sikap Simon, yaitu orang yang menjamu Yesus, terhadap wanita yang
datang dan mengolesi kaki Yesus dengan minyak wangi. Kehadiran orang
yang tidak diundang dianggap sesuatu yang wajar karena pada beberapa
kesempatan orang-orang yang tidak diundang tampaknya boleh memasuki
ruangan selama acara makan dan duduk di sepanjang tepi ruangan, dan dari
sana bercakap-cakap dengan orang-orang yang duduk berbaring pada meja
di tengah-tengah ruangan. Yesus membuat penerapan yang cocok dengan
situasi kedua pria yang berutang itu, dengan menunjukkan bahwa Simon
tidak menyediakan air untuk membasuh kakinya, tidak memberinya ciuman
sambutan, dan tidak mengolesi kepalanya dengan minyak; hal-hal ini
adalah perlakuan ramah yang biasanya diberikan kepada tamu. Sebaliknya,
wanita yang mempunyai banyak dosa itu memperlihatkan kasih yang lebih
besar dan keramahan terhadap Yesus, sekalipun ia bukan nyonya rumah di
situ. Ia kemudian mengatakan kepada wanita itu, ”Dosa-dosamu diampuni.”
(2) Penabur (Mat 13:3-8; Mrk 4:3-8; Luk 8:5-8). Dalam perumpamaan itu sendiri, tidak ada petunjuk tentang penafsirannya, tetapi penjelasannya secara jelas diberikan di Matius 13:18-23; Markus 4:14-20; dan Lukas 8:11-15.
Perhatian dipusatkan pada keadaan yang mempengaruhi tanah, atau hati,
dan pengaruh-pengaruh yang dapat membantutkan pertumbuhan benih, atau
firman Kerajaan itu.
Pada zaman itu, berbagai cara
digunakan untuk menabur benih. Cara umum yang digunakan penabur adalah
mengikatkan kantong benih melintang pada bahu dan pinggangnya; ada juga
yang membuat kantong untuk menaruh benih pada baju bagian luar. Seraya
berjalan, mereka menyebarkan benih. Benih itu ditutupi sesegera mungkin,
sebelum burung gagak bisa mematuknya. Akan tetapi, apabila jejak-jejak
si pembajak membentuk jalan setapak di antara ladang-ladang yang belum
dibajak, atau jika ada benih jatuh pada tanah keras di sepanjang jalan,
burung-burung akan mematuk benih yang jatuh di sana. ”Tempat
berbatu-batu” bukanlah tanah dengan bebatuan di sana-sini; tetapi,
sebagaimana dikatakan di Lukas 8:6,
benih jatuh di atas ”batu”, atau di celah-celah batu yang tersembunyi,
yang hanya terdapat sedikit sekali tanah. Tanaman yang tumbuh dari benih
ini akan segera layu karena panasnya matahari. Tanah yang ditumbuhi
tanaman berduri pastilah sudah dibajak, tetapi belum dibersihkan dari
lalang-lalangnya yang kemudian tumbuh dan mencekik benih-benih yang baru
ditanam. Hasil yang disebutkan dari benih-benih yang produktif—seratus
kali, enam puluh kali, dan tiga puluh kali lipat—adalah hasil yang masuk
akal. Penaburan benih dan berbagai jenis tanah adalah hal-hal yang tidak asing lagi di telinga orang-orang yang mendengarkan Yesus.
(3) Lalang di antara gandum (Mat 13:24-30). Yesus memberikan penjelasannya, sebagaimana dicatat di Matius 13:36-43; ia mengontraskan ”gandum” atau ”putra-putra kerajaan” dengan ”lalang”, yaitu ”putra-putra si fasik”.
Menaburkan benih lalang di
ladang gandum adalah perbuatan jahat yang pasti dikenal di Timur Tengah.
”Lalang” yang dimaksudkan adalah sejenis rumput semusim yang beracun (Lolium temulentum),
zat-zat racunnya pada umumnya dianggap berasal dari jamur parasit yang
tumbuh dalam benih-benih itu. Lalang ini awalnya kelihatan mirip sekali
dengan gandum; setelah dewasa barulah identitasnya dapat dikenali. Jika
dimakan, lalang ini dapat mengakibatkan kepala pening, dan dalam
keadaan-keadaan tertentu, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sekalipun
lalang dapat dikenali, mencabutnya sebelum musim panen dapat membuat
gandum ikut tercabut karena akar kedua jenis tumbuhan ini saling
bertautan.
(4) Biji moster (Mat 13:31, 32; Mrk 4:30-32; Luk 13:18, 19).
Dikatakan bahwa pokok yang sedang dibahas adalah ”kerajaan surga”.
Sebagaimana diperlihatkan di ayat-ayat lain, hal ini dapat memaksudkan
aspek tertentu yang berkaitan dengan Kerajaan. Dalam hal ini,
perumpamaan itu menandaskan dua hal: pertama, pertumbuhan yang
menakjubkan dari berita Kerajaan; kedua, perlindungan bagi orang-orang
yang menerima berita tersebut.
Biji moster adalah biji yang sangat kecil sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan segala sesuatu yang sangat kecil. (Luk 17:6)
Tanaman moster yang telah berkembang penuh tingginya bisa mencapai 3
sampai 4,5 m dan memiliki cabang-cabang yang kukuh, sehingga dapat
dikatakan tumbuh menjadi ”pohon”, seperti yang Yesus katakan. Demikian
pula, sidang Kristen dimulai dari awal yang sangat kecil pada Pentakosta
33 M. Tetapi, pada abad pertama, sidang ini berkembang dengan pesat,
dan pada zaman modern, cabang-cabang ”pohon” moster itu telah berkembang
melebihi dugaan.
(5) Ragi (Mat 13:33). Lagi-lagi, pokok pembicaraannya adalah ”kerajaan surga”. ”Tiga takaran besar” adalah tiga sa′ta,
yaitu tiga sea, yang sama dengan 22 l tepung. Jumlah raginya relatif
sedikit, tetapi yang sedikit itu dapat mempengaruhi segala sesuatu yang
ada di sekelilingnya. Aspek apa yang digambarkan oleh Kerajaan dalam
perumpamaan ini? Seperti ragi, pertumbuhan rohani yang berkaitan dengan
Kerajaan sering tidak terlihat oleh mata manusia, tetapi itu bersifat
konstan dan menyebar. Seperti ragi dalam takaran besar tepung, pekerjaan
pemberitaan Kerajaan yang menghasilkan pertumbuhan rohani ini telah
meluas hingga Kerajaan kini telah diberitakan ”sampai ke bagian yang
paling jauh di bumi”.—Kis. 1:8.
(6) Harta yang tersembunyi (Mat 13:44). Disampaikan oleh Yesus, bukan kepada orang banyak, melainkan kepada murid-muridnya sendiri. (Mat 13:36)
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat itu, yang menjadi pokok pembicaraan
adalah ”kerajaan surga”, yang membawa sukacita bagi orang-orang yang
menemukannya; hal ini mengharuskan mereka membuat perubahan dan
penyesuaian dalam kehidupan mereka dan mencari Kerajaan terlebih dahulu,
dengan mengorbankan segala sesuatu demi Kerajaan itu.
(7) Saudagar yang mencari mutiara (Mat 13:45, 46).
Disampaikan oleh Yesus kepada murid-muridnya. Ia membandingkan Kerajaan
surga dengan sebutir mutiara yang indah dan amat mahal sehingga untuk
mendapatkannya seorang pria harus menjual semua harta miliknya.
Mutiara adalah permata yang
terdapat dalam cangkang tiram dan jenis-jenis moluska tertentu lainnya.
Namun, tidak semua mutiara ”baik” mutunya; ada yang tidak putih bening,
tetapi kuning, atau agak kusam, atau mungkin juga tidak licin. Di
masyarakat zaman dahulu di Timur Tengah, mutiara sangat dihargai dan
menyenangkan hati pemiliknya. Dalam perumpamaan ini, si saudagar sedang
mencari mutiara; ia mempunyai daya pengamatan untuk melihat nilai yang
sangat tinggi dari mutiara yang satu itu dan ia bersedia bersusah payah
membuat semua pengaturan yang dibutuhkan dan mengorbankan segala sesuatu
untuk mendapatkannya.—Bdk. Luk 14:33; Flp 3:8.
(8) Pukat tarik (Mat 13:47-50). Melalui perumpamaan ini, Yesus menggambarkan pemisahan, atau penyaringan, orang-orang yang tidak layak untuk Kerajaan surga. Ayat 49 menunjuk ke periode ”pada penutup sistem ini” sebagai waktu manakala penggenapan perumpamaan ini sampai pada puncaknya.
Pukat tarik adalah jala-jala
yang dirancang untuk ditarik di dasar perairan. Dengan menggunakannya,
berbagai jenis ikan akan terkumpulkan. Perumpamaan ini sangat cocok
untuk murid-murid Yesus, yang beberapa di antaranya adalah nelayan.
Mereka tahu betul bahwa ada ikan yang tidak layak dan harus dibuang
mengingat segala yang tidak bersirip dan bersisik itu haram menurut
Hukum Musa dan tidak boleh dimakan.—Im 11:9-12; Ul 14:9, 10.
(9) Budak yang tidak berbelaskasihan (Mat 18:23-35). Situasi yang mendorong Yesus menggunakan perumpamaan ini diuraikan di Matius 18:21, 22, dan penerapannya dinyatakan di ayat 35.
Perumpamaan ini menandaskan betapa kecil utang sesama kita apabila
dibandingkan dengan utang kita kepada Allah. Perumpamaan ini
mengingatkan kita sebagai manusia yang berdosa, yang sudah mendapat
pengampunan besar dari Allah atas dasar korban Kristus, perlunya
langsung mengampuni dosa-dosa yang relatif kecil yang dilakukan sesama
terhadap kita.
Satu dinar sama dengan upah
kerja satu hari; jadi, 100 dinar, utang yang lebih kecil, kira-kira sama
dengan upah kerja sepertiga tahun. Sepuluh ribu talenta perak, utang
yang lebih besar, sama dengan 60 juta dinar, atau upah yang harus
dikumpulkan dalam waktu ribuan masa hidup. Teramat besarnya jumlah utang
kepada sang raja dapat diperlihatkan melalui perbandingan berikut ini.
Menurut Yosefus, provinsi Yudea, Idumea, serta Samaria dan kota-kota
tertentu bersama-sama membayar pajak pada zamannya sebesar 600 talenta
perak setahun; Galilea dan Perea membayar 200 talenta perak. Yesus
sendiri (di ayat 35)
memberi tahu prinsip yang terkandung dalam perumpamaan tersebut,
”Dengan cara yang sama Bapak surgawiku akan memperlakukan kamu, jika
kamu masing-masing tidak mengampuni saudaranya dari hatimu.”
(10) Orang Samaria yang baik hati (Luk 10:30-37). Latar, yang dicatat di Lukas 10:25-29,
memperlihatkan bahwa perumpamaan tersebut diberikan sebagai jawaban
atas pertanyaan, ”Siapa sesungguhnya sesamaku?” Kesimpulan yang cocok
untuk perumpamaan ini diperlihatkan di ayat 36 dan 37.
Jalan dari Yerusalem ke Yerikho
melintasi daerah yang rawan dan sepi tempat perampokan sering terjadi.
Begitu rawannya tempat itu sehingga sebuah garnisun kemudian ditempatkan
di sana untuk melindungi orang-orang yang bepergian. Yerikho terletak
kira-kira 23 km di sebelah timur timur-laut Yerusalem. Untuk menunjukkan
siapa ”sesama” yang harus dikasihi sesuai dengan perintah Hukum, Yesus
menyebutkan reaksi seorang imam dan seorang Lewi terhadap pria yang
telah dirampok dan ditinggalkan sekarat. Para imam bertugas
mempersembahkan korban-korban di bait di Yerusalem, dan orang-orang Lewi
membantu mereka. Orang Samaria mengenal Hukum sebagaimana dinyatakan
dalam Pentateukh, tetapi orang Yahudi tidak berlaku ramah terhadap orang
Samaria, dan bahkan tidak mau berurusan dengan mereka. (Yoh 4:9) Orang Yahudi memandang mereka hina (Yoh 8:48),
dan ada juga yang mengutuk mereka di depan umum di sinagoga-sinagoga
dan setiap hari berdoa kepada Allah agar mereka tidak mendapat bagian
dalam kehidupan kekal. Minyak dan anggur, yang dicurahkan pada luka-luka
orang yang cedera itu, sering kali digunakan untuk menyembuhkan. Dua
dinar yang diberikan oleh orang Samaria itu kepada pengurus penginapan
untuk merawat pria tersebut sama dengan upah kerja dua hari.—Mat 20:2.
(11) Sahabat yang pantang menyerah (Luk 11:5-8). Perumpamaan ini adalah bagian dari jawaban Yesus sewaktu murid-muridnya meminta petunjuk tentang caranya berdoa. (Luk 11:1-4) Sebagaimana diperlihatkan di ayat 9 dan 10, gagasannya bukanlah bahwa Allah merasa terganggu oleh permintaan kita melainkan Ia mengharapkan agar kita terus meminta.
Menerima tamu adalah suatu tugas
yang dengan senang hati dijunjung oleh orang-orang Timur Tengah.
Sekalipun sang tamu datang mendadak pada tengah malam, mungkin karena
hal-hal yang tidak menentu dalam perjalanan pada masa itu, tuan rumah
akan merasa berkewajiban untuk menyediakan makanan. Karena sulit untuk
memperkirakan jumlah roti yang dibutuhkan keluarga, pinjam-meminjam roti
antartetangga adalah hal yang lumrah. Dalam kasus ini, si tetangga
sudah tidur. Beberapa rumah, terutama rumah orang miskin, mungkin hanya
terdiri dari satu ruangan besar sehingga apabila seseorang bangun dari
tempat tidurnya seluruh keluarga terganggu. Itulah sebabnya pria
tersebut agak enggan memenuhi permintaan tetangganya.
(12) Orang kaya yang bersikap tidak masuk akal (Luk 12:16-21).
Perumpamaan ini adalah bagian dari jawaban Yesus kepada seorang pria
yang meminta agar ia menentukan pembagian warisan. Seperti diperlihatkan
di ayat 15,
gagasan yang ditandaskan adalah bahwa ”bahkan jika seseorang
berkelimpahan, kehidupannya bukanlah hasil dari perkara-perkara yang ia
miliki”. Bandingkan hal itu dengan apa yang Yesus katakan selanjutnya
kepada murid-muridnya, mulai ayat 22.
Hukum mewajibkan dua bagian dari semua yang dimiliki sang ayah untuk diwariskan kepada putranya yang tertua. (Ul 21:17)
Perselisihan itu pastilah timbul karena ia tidak mau merespek hukum
ini; oleh karena itu, ia diberi peringatan tentang ketamakan.
(13) Pohon ara yang tidak produktif (Luk 13:6-9).
Perumpamaan ini diceritakan menjelang akhir tahun 32 M, tiga tahun
penuh setelah Yesus dibaptis. Baru saja ada laporan tentang pembunuhan
beberapa orang Galilea oleh Pilatus. Yesus juga menyoroti kasus kematian
18 orang yang ditimpa menara di Siloam dan memberi tahu orang-orang
bahwa, kecuali mereka bertobat, mereka semua akan dibinasakan. (Luk 13:1-5) Setelah itu, ia menyampaikan perumpamaan ini.
Memang ada kebiasaan untuk
menanam sejumlah pohon ara dan zaitun di kebun anggur, sehingga jika
panen anggur kurang baik, masih akan ada penghasilan untuk tahun itu.
Pohon-pohon baru yang tumbuh dari setek biasanya menghasilkan setidaknya
beberapa buah ara setelah dua atau tiga tahun. Persamaan antara tiga
tahun yang disebutkan dalam perumpamaan itu dan tiga tahun pelayanan
Yesus yang baru dilaluinya tampaknya mengandung makna. Sebagai objek
yang dikenai pajak, pohon itu menjadi beban, oleh karena itu layak
dibinasakan.
(14) Perjamuan malam yang besar (Luk 14:16-24). Ayat 1-15
menceritakan latarnya; pada sebuah perjamuan, perumpamaan ini
diceritakan kepada tamu lain yang mengatakan, ”Berbahagialah ia yang
makan roti dalam kerajaan Allah.”
Orang-orang yang sudah diundang
ke pesta biasanya diberi tahu kapan perjamuan telah siap. Orang yang
tidak jadi datang ke perjamuan tersebut memilih untuk melakukan kegiatan
lain yang biasanya tampak cukup masuk akal. Akan tetapi, jawaban mereka
memperlihatkan bahwa mereka sebenarnya tidak ingin hadir, dan juga
tidak memiliki respek yang sepatutnya terhadap tuan rumah. Kebanyakan
orang yang belakangan diundang, yaitu orang miskin, orang cacat, orang
timpang, orang buta, dan orang-orang lain yang akhirnya dibawa masuk,
adalah orang-orang yang oleh dunia pada umumnya dipandang tidak
layak.—Bdk. ay. 13.
(15) Seekor domba yang hilang (Luk 15:3-7). Lukas 15:1, 2
memperlihatkan bahwa perumpamaan ini disampaikan karena orang Farisi
dan para penulis bersungut-sungut tentang fakta bahwa Yesus menyambut
para pedosa dan pemungut pajak. Matius 18:12-14 mencatat perumpamaan serupa yang digunakan pada kesempatan yang berbeda.
Pemungut pajak, terutama yang
berkebangsaan Yahudi, dibenci karena mereka bekerja untuk memungut pajak
bagi orang-orang Romawi yang dibenci. Mereka dipandang hina.
Perumpamaan Yesus tentang seekor domba yang hilang didasarkan atas
keadaan sehari-hari yang tidak asing lagi bagi para pendengarnya. Domba
yang hilang biasanya tidak berdaya; sang gembalalah yang harus
mencarinya agar bisa mendapatkannya kembali. Sukacita di surga atas
pedosa yang bertobat sangat bertolak belakang dengan sungut-sungut para
penulis dan orang Farisi atas keprihatinan yang diperlihatkan Yesus
kepada orang-orang demikian.
(16) Uang logam drakhma yang hilang (Luk 15:8-10). Latarnya ditulis di Lukas 15:1, 2, dan perumpamaan ini disampaikan tepat setelah perumpamaan tentang seekor domba yang hilang. Di ayat 10 tercatat penerapannya.
Satu drakhma bernilai $0,65,
hampir sama dengan upah kerja satu hari. Namun, uang logam yang hilang
ini bisa jadi mempunyai nilai khusus karena merupakan bagian dari
untaian 10 keping uang logam, mungkin suatu benda pusaka atau bagian
dari seuntai perhiasan yang mahal. Dibutuhkan cahaya pelita untuk
mencarinya, karena jendela di dalam rumah, kalaupun ada, biasanya sangat
kecil; dan supaya lebih mudah mencarinya, rumah perlu disapu, karena
pada umumnya hanya berlantai tanah liat.
(17) Anak yang hilang (Luk 15:11-32).
Orang Farisi dan para penulis bersungut-sungut karena Yesus menyambut
para pemungut pajak serta para pedosa dan makan bersama mereka. Yesus
menanggapi mereka dengan memberikan perumpamaan tentang seekor domba
yang hilang dan uang logam yang hilang, lalu diikuti oleh perumpamaan
ini.
Menurut hukum Yahudi, warisan adik adalah setengah dari warisan kakaknya. (Ul 21:17)
Sebagaimana putra kedua itu pergi ke negeri yang jauh, demikianlah
menurut anggapan orang Yahudi, para pemungut pajak telah meninggalkan
mereka untuk memberikan pelayanan kepada Roma. Menggembalakan babi
secara terpaksa merupakan pekerjaan yang hina bagi orang Yahudi, karena
binatang ini najis menurut Hukum. (Im 11:7)
Ketika kembali ke rumahnya, putra kedua itu memohon agar ia diterima,
bukan sebagai putra, melainkan sebagai pekerja upahan. Pekerja demikian
bahkan tidak dianggap sebagai bagian sebuah rumah tangga, seperti halnya
para budak, tetapi sebagai orang luar yang sering kali dipekerjakan sebagai buruh harian. (Mat 20:1, 2, 8)
Sang bapak minta diambilkan sebuah jubah, yang terbaik, untuk putra
keduanya itu. Pakaian ini bukan cuma sepotong pakaian biasa, melainkan
jubah mewah bersulam yang biasanya diberikan kepada seorang tamu
kehormatan. Kemungkinan, cincin dan kasut merupakan tanda kehormatan dan
tanda orang merdeka.
(18) Pengurus yang tidak adil-benar (Luk 16:1-8). Perumpamaan ini mengandung pelajaran yang dinyatakan di ayat 9-13. Pengurus itu dipuji, bukan karena ketidakadilbenarannya, melainkan karena hikmatnya yang praktis.
Pengurus itu ditugasi untuk
mengurus segala keperluan majikannya; posisi ini merupakan kedudukan
yang disertai kepercayaan yang besar. (Kej 24:2; 39:4)
Dalam perumpamaan Yesus ini, pengurus itu dipecat, artinya ia disuruh
keluar dari rumah, tanpa sarana penunjang apa pun. Dengan mengurangi
jumlah utang orang-orang yang meminjam uang dari majikannya, ia tidak
mendapat keuntungan materi tetapi ia melakukannya untuk mendapatkan
banyak teman yang bisa membantunya di kemudian hari. Seratus takaran bat
minyak sama dengan 2.200 l, dan 100 takaran kor gandum sama dengan
22.000 l.
(19) Orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31). Latarnya, di Lukas 16:14, 15,
memperlihatkan bahwa orang-orang Farisi yang cinta uang sedang
mendengarkan dan mencemoohkan Yesus. Tetapi Yesus mengatakan kepada
mereka, ”Kamu adalah orang-orang yang menyatakan dirimu sendiri
adil-benar di hadapan manusia, tetapi Allah mengetahui hatimu; karena
apa yang tinggi di antara manusia adalah perkara yang menjijikkan di
hadapan Allah.”
”Pakaian ungu dan linen” yang
dikenakan orang kaya itu sebanding dengan jubah yang hanya dikenakan
oleh para pangeran, bangsawan, dan imam. (Est 8:15; Kej 41:42; Kel 28:4, 5)
Pakaian seperti itu teramat mahal. Hades, tempat orang kaya itu pergi,
adalah kuburan umum umat manusia. Dari perumpamaan itu tidak dapat
disimpulkan bahwa Hades adalah lautan api yang bernyala-nyala karena
adanya penjelasan di Penyingkapan 20:14, yang menggambarkan bahwa kematian dan Hades dicampakkan ke dalam
”danau api”. Oleh karena itu, kematian orang kaya maupun keberadaannya
di Hades pastilah suatu kiasan, yaitu kematian kiasan yang disebutkan di
ayat-ayat lain dalam Alkitab. (Luk 9:60; Kol 2:13; 1Tim 5:6)
Jadi, penyiksaan dalam api dialami sewaktu ia mati secara kiasan tetapi
sebenarnya ia adalah manusia yang hidup. Dalam Firman Allah, api
digunakan untuk menggambarkan berita penghakiman yang berapi-api (Yer 5:14; 23:29),
dan pekerjaan yang dilakukan para nabi Allah dalam memberitakan
penghukumannya dikatakan ”menyiksa” orang-orang yang menentang Allah dan
para hamba-Nya.—Pny 11:7, 10.
Lazarus adalah bentuk Yunani
dari nama Ibrani Eleazar, yang artinya ”Allah Telah Menolong”.
Anjing-anjing yang menjilat luka-lukanya adalah pemakan bangkai yang
berkeliaran di jalan-jalan dan dianggap najis. Lazarus di dada Abraham
menunjukkan bahwa ia berada pada posisi yang diperkenan (bdk. Yoh 1:18); gaya bahasa ini berasal dari kebiasaan duduk berbaring pada waktu makan sehingga orang dapat bersandar pada dada temannya.—Yoh 13:23-25.
(20) Budak yang tidak berguna (Luk 17:7-10). Perumpamaan ini mengandung pelajaran yang dinyatakan di ayat 10.
Para budak yang bekerja di
ladang majikan mereka juga sering melayaninya pada waktu makan malam.
Mereka biasa menunggu sampai majikan mereka selesai makan sebelum mereka
sendiri makan; selain itu, mereka juga sering kali memperbantahkan
siapa di antara mereka yang akan mendapat kehormatan untuk melayaninya.
Hal itu tidak dipandang sebagai beban tambahan tetapi sebagai sesuatu
yang patut diterima majikan mereka.
(21) Janda dan hakim (Luk 18:1-8). Sebagaimana dinyatakan di ayat 1,
perumpamaan ini disampaikan ”sehubungan dengan perlunya mereka selalu
berdoa dan tidak menyerah”. Penerapannya diperlihatkan di ayat 8 dan 9. Perumpamaan untuk menandaskan perlunya doa memang cocok, mengingat apa yang dikatakan di pasal sebelumnya di ayat 20 sampai 37.
Tampaknya, tidak ada hubungan
antara hakim itu dan sistem pengadilan Yahudi. Pada abad pertama, ada
empat tingkat pengadilan Yahudi: (1) pengadilan desa, yang terdiri dari
tiga pria; (2) pengadilan yang terdiri dari tujuh tua-tua desa; (3) di
Yerusalem ada beberapa pengadilan negeri yang masing-masing terdiri dari
23 orang, dan pengadilan seperti itu ada di kota-kota yang agak besar
di seluruh Palestina; dan (4) pengadilan utama, Sanhedrin Agung, yang
beranggotakan 71 orang dan berkedudukan di Yerusalem dengan kewenangan
atas seluruh bangsa. (Lihat PENGADILAN)
Akan tetapi, hakim dalam perumpamaan ini tidak termasuk dalam
pengadilan Yahudi yang sedikit-dikitnya terdiri dari tiga orang; jadi,
pastilah ia seorang hakim atau pejabat kepolisian yang dilantik orang
Romawi. Dengan jelas dinyatakan bahwa ia tidak takut akan Allah dan
tidak mau mendengarkan pendapat masyarakat. Perumpamaan itu tidak
menyamakan Allah dengan hakim yang tidak adil-benar itu, tetapi
sebaliknya, mengontraskan Allah dengan sang hakim. Kalau hakim ini saja
pada akhirnya melakukan apa yang benar, terlebih lagi Allah! Kegigihan
si janda menggerakkan hakim yang tidak adil-benar itu untuk bertindak;
demikian juga hendaknya hamba-hamba Allah harus berkanjang dalam doa.
Allah, yang adil-benar, akan menjawab doa mereka sehingga keadilan pun
terlaksana.
(22) Orang Farisi yang menganggap diri adil-benar dan pemungut pajak yang bertobat (Luk 18:9-14). Latar dan tujuan perumpamaan ini masing-masing terdapat di ayat 9 dan 14.
Orang-orang yang pergi ke bait
untuk berdoa tidak masuk ke Ruang Kudus atau Ruang Mahakudus, tetapi
mereka diperbolehkan masuk ke halaman bait. Pria-pria Yahudi ini mungkin
berdiri di halaman luar, yang disebut Halaman Kaum Wanita. Orang-orang
Farisi bersikap sombong dan menganggap diri adil-benar, dan memandang
hina orang lain. (Yoh 7:47, 49)
Mereka berpuasa dua kali seminggu, sekalipun hal ini tidak dituntut
Hukum Musa. Menurut laporan, mereka memilih untuk melakukannya pada hari
pasar manakala banyak orang berada di kota, dan pada waktu ada
acara-acara istimewa di sinagoga, dan sewaktu ada pertemuan Sanhedrin
setempat; dengan demikian, kesalehan mereka akan dilihat orang. (Mat 6:16; bdk. 10:17, Rbi8,
ctk.) Para pemungut pajak berkebangsaan Yahudi diperbolehkan datang ke
bait, tetapi mereka dibenci karena pelayanan mereka kepada Roma.
(23) Para pekerja yang dibayar satu dinar (Mat 20:1-16). Perumpamaan ini merupakan bagian dari jawaban Yesus atas pertanyaan Petrus di Matius 19:27,
”Lihat! Kami telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti engkau;
apa sesungguhnya yang tersedia bagi kami?” Perhatikan juga Matius 19:30 dan 20:16.
Pada musim pengumpulan anggur,
banyak hal yang perlu diperhatikan para pemilik kebun anggur. Ada
pekerja yang dipekerjakan selama musim panen; yang lain diupah hanya
jika ada kebutuhan. Selaras dengan Hukum Musa, upah dibayar pada akhir
hari kerja; hal itu dibutuhkan para pekerja yang miskin. (Im 19:13; Ul 24:14, 15)
Satu dinar, yang menjadi bayaran untuk satu hari kerja, adalah sekeping
uang logam perak Romawi. Pada zaman modern ini, nilainya sama dengan
$0,74. Pada abad pertama M, satu hari, mulai dari matahari terbit sampai
matahari terbenam, oleh orang Yahudi dibagi menjadi 12 bagian waktu
yang sama; jadi, jam ketiga adalah sekitar pukul 8.00 sampai pukul 9.00;
jam keenam, sekitar pukul 11.00 sampai tengah hari; jam kesembilan,
sekitar pukul 14.00 sampai pukul 15.00, dan jam kesebelas, sekitar pukul
16.00 sampai pukul 17.00.
(24) Mina (Luk 19:11-27). Disampaikan oleh Yesus dalam perjalanan ke Yerusalem untuk terakhir kalinya, tahun 33 M. (Luk 19:1, 28) Perumpamaan itu diberikan karena, sebagaimana dinyatakan di ayat 11, ”mereka menyangka bahwa kerajaan Allah akan segera tampil”.
Di Imperium Romawi, lazim bagi
seorang bangsawan untuk pergi ke Roma guna meminta kekuasaan sebagai
raja. Arkhelaus, putra Herodes Agung, pernah melakukan hal ini, tetapi
orang Yahudi mengutus 50 duta untuk menghadap Agustus guna melancarkan
tuduhan terhadap Arkhelaus dan, jika mungkin, menggagalkan upayanya
meminta kekuasaan. Dewasa ini, mina perak yang pada mulanya diberikan
kepada setiap budak bernilai $65,40, tetapi pada waktu itu, nilainya
sama dengan upah 88 hari kerja.
(25) Dua anak (Mat 21:28-31). Perumpamaan ini disampaikan di bait di Yerusalem, dan merupakan bagian dari jawaban atas pertanyaan di ayat 23,
”Dengan wewenang apa engkau melakukan perkara-perkara ini? Dan siapa
yang memberi engkau wewenang ini?” Setelah menanggapi
pertanyaan-pertanyaan mereka, Yesus menggunakan beberapa perumpamaan
untuk menyingkapkan kepada para pemimpin agama orang macam apakah mereka
sebenarnya.
Penjelasan Yesus tentang penerapan perumpamaannya dicatat di ayat 31 dan 32.
Ia menunjukkan bahwa para imam kepala dan para tua-tua berpengaruh yang
sedang menjadi lawan bicaranya dapat disamakan dengan anak pertama,
yang mengaku melayani Allah tetapi sebenarnya tidak melakukan hal itu.
Sebaliknya, para pemungut pajak dan pelacur yang percaya kepada Yohanes
Pembaptis adalah seperti anak kedua; pada mulanya, dengan kasar mereka
menolak untuk melayani Allah tetapi belakangan menyesal dan mengubah
haluan mereka.
(26) Penggarap yang kejam (Mat 21:33-44; Mrk 12:1-11; Luk 20:9-18).
Disampaikan di bait di Yerusalem, tepat tiga hari sebelum Yesus, Putra
Allah, dibunuh. Perumpamaan ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan
tentang sumber wewenang Yesus. (Mrk 11:27-33)
Catatan Injil menyatakan bahwa segera setelah perumpamaan itu
disampaikan, para pemimpin agama menyadari ia sedang berbicara tentang
mereka.—Mat 21:45; Mrk 12:12; Luk 20:19.
Pagar di sekeliling kebun anggur itu mungkin adalah pagar batu (Ams 24:30, 31) atau bisa jadi pagar tanaman. (Yes 5:5) Tempat pemerasan
anggur sering kali berupa bak pahatan di dalam batu dan terdiri dari dua
tingkat, sehingga air anggur dapat mengalir dari sebelah atas ke
sebelah bawah. Menara adalah tempat penjaga mengamati keadaan
sekeliling, sehingga ia bisa mencegah masuknya pencuri dan binatang.
Adakalanya, para penggarap menerima sebagian hasil kebun. Namun,
kadang-kadang para penggarap membayar sewa berupa uang atau sepakat
untuk memberi si pemilik jumlah tertentu dari hasil kebun; tampaknya,
cara kedua inilah yang berlaku dalam perumpamaan ini. Dengan membunuh
sang putra, yakni sang ahli waris, bisa jadi mereka telah berencana
untuk mengambil alih kepemilikan kebun anggur tersebut, karena orang
yang menanaminya sedang berada di luar negeri. Di Yesaya 5:1-7, ”kebun anggur Yehuwa” adalah ”keturunan Israel”. Sebagaimana diperlihatkan oleh para penulis Injil, Yesus mengutip Mazmur 118:22, 23 sebagai kunci untuk memahami perumpamaan ini.
(27) Pesta pernikahan untuk putra raja (Mat 22:1-14). Sebagaimana dapat diketahui dari ayat 1,
perumpamaan ini adalah kelanjutan dari pembahasan yang mendahuluinya
dan merupakan bagian dari jawaban Yesus atas pertanyaan tentang wewenang
yang ia gunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. (Mat 21:23-27) Untuk penerapannya, perhatikan ayat 2 dan 14.
Beberapa bulan sebelumnya, Yesus
telah menggunakan perumpamaan yang serupa mengenai suatu perjamuan
malam yang besar, dan banyak orang diundang untuk menghadirinya;
orang-orang yang diundang tampaknya sibuk dengan kegiatan lain dan tidak
menghiraukan calon tuan rumah mereka. (Luk 14:16-24)
Kali ini, hanya tiga hari sebelum kematiannya, Yesus berbicara bukan
hanya tentang keengganan orang-orang yang diundang untuk datang
melainkan juga tentang hasrat membunuh yang mereka perlihatkan. Membunuh
para wakil raja berarti memberontak; oleh karena itu, pasukan raja
membinasakan para pembunuh itu dan membakar kota mereka. Ini adalah
pesta pernikahan kerajaan, dan untuk kesempatan seperti itu bisa jadi
pakaian khusus telah disediakan tuan rumah bagi para tamunya. Kalau
begitu, tamu yang tidak mengenakan pakaian pesta menunjukkan bahwa ia
telah memandang rendah pakaian yang disediakan oleh sang raja ketika
pakaian itu ditawarkan kepadanya.
(28) Sepuluh perawan (Mat 25:1-13). Perumpamaan tentang ”kerajaan surga” ini merupakan bagian dari jawaban Yesus atas pertanyaan murid-muridnya yang dicatat di Matius 24:3. Tujuannya dengan jelas diperlihatkan di Matius 25:13.
Pada zaman itu, bagian penting
dari suatu upacara perkawinan adalah acara yang khidmat untuk memboyong
pengantin perempuan dari rumah bapaknya ke rumah pengantin laki-laki
atau ke rumah bapak pengantin laki-laki. Sang pengantin laki-laki, yang
sudah mengenakan pakaian terbaiknya, meninggalkan rumahnya pada malam
hari untuk pergi ke rumah orang tua pengantin perempuan, disertai
teman-temannya. Dari sana, dengan diiringi oleh para pemusik serta
penyanyi dan biasanya oleh orang-orang yang membawa pelita, arak-arakan
tersebut mulai bergerak menuju rumah pengantin laki-laki. Di sepanjang
jalan, banyak orang yang menonton arak-arakan itu; ada juga yang turut
bergabung, khususnya para perawan yang membawa pelita. (Yer 7:34; 16:9; Yes 62:5)
Arak-arakan itu bisa jadi tertunda sampai larut malam, karena memang
tidak ada yang harus dikejar, sehingga di antara orang-orang yang
menunggu di sepanjang jalan mungkin ada yang mengantuk dan tertidur.
Nyanyian dan keramaiannya akan terdengar dari jauh, dan orang-orang yang
mendengarnya akan berseru, ”Lihat pengantin laki-laki!” Kemudian,
setelah pengantin laki-laki dan rombongannya memasuki rumah dan pintu
ditutup, tamu yang terlambat tidak bisa masuk lagi. Pelita-pelita yang
dibawa selama arak-arakan itu berbahan bakar minyak sehingga harus
sering diisi kembali.
(29) Talenta (Mat 25:14-30).
Perumpamaan ini, tentang seorang pria yang akan mengadakan perjalanan
ke luar negeri, disampaikan Yesus kepada keempat muridnya tepat tiga
hari sebelum kematiannya, dan tidak lama setelah itu ia naik ke surga.
Perumpamaan ini juga merupakan bagian dari jawaban Yesus atas pertanyaan
yang terdapat di Matius 24:3.—Mrk 13:3, 4.
Berbeda dengan perumpamaan
tentang mina, yang menceritakan bahwa setiap budak diberi hanya satu
mina, dalam perumpamaan ini talenta diberikan ”kepada tiap-tiap orang
sesuai dengan kesanggupannya”. (Luk 19:11-27)
Talenta perak, yang dimaksudkan di sini, sama nilainya dengan upah yang
dihasilkan seorang pekerja selama 14 tahun pada zaman itu. Seharusnya,
budak-budak itu menaruh perhatian akan milik majikannya dan dengan
sungguh-sungguh dan bijaksana berjual-beli dengan milik majikan yang
dipercayakan kepada mereka. Setidaknya mereka bisa mendepositokan uang
tersebut, sehingga jika mereka sendiri tidak mau meningkatkan harta
milik sang majikan, uang tersebut tidak akan tersimpan sia-sia tetapi
akan menghasilkan bunga. Namun, budak yang fasik dan lamban itu
menyembunyikan talenta yang dipercayakan kepadanya dalam tanah, dan
dengan demikian, sebenarnya ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan majikannya.
(30) Domba dan kambing (Mat 25:31-46). Sebagaimana dinyatakan di ayat 31, 32, 41, 46,
yang digambarkan di sini adalah pemisahan dan penghakiman orang-orang
dari bangsa-bangsa pada waktu Putra manusia tiba dalam kemuliaannya.
Perumpamaan ini merupakan bagian dari jawaban Yesus atas pertanyaan
tentang ’tanda kehadirannya dan tanda penutup sistem ini’.—Mat 24:3.
Di Timur Tengah, biasanya domba
dan kambing merumput bersama-sama, dan sang gembala dengan mudah
membedakan kedua jenis hewan ini sewaktu ia mau memisahkan kawanannya.
Dengan menyebutkan kambing dalam perumpamaan ini, Yesus tidak bermaksud
merendahkan jenis hewan ini. (Pada Hari Pendamaian tahunan, darah
kambing digunakan untuk mendamaikan dosa demi kepentingan Israel.) Jadi,
kambing dalam konteks ini hanyalah menggambarkan kelompok orang
tertentu, dan domba menggambarkan yang lain. ’Sebelah kanan’, tempat
untuk ”domba-domba”, adalah tempat kehormatan. (Kis 2:33; Ef 1:19, 20) ’Sebelah kiri’, tempat untuk ”kambing-kambing”, memaksudkan tempat yang tercela. (Bdk. Pkh 10:2.)
Perhatikan bahwa ”domba-domba” yang ditempatkan di sebelah kanan takhta
Putra manusia tidak sama dengan ’saudara-saudara’ Yesus Kristus yang
menerima kebaikan hati dari domba-domba.—Mat 25:34-40; Ibr 2:11, 12.
Buku Penyingkapan.
Dalam buku terakhir, buku Penyingkapan, terdapat lebih banyak
perumpamaan dibandingkan dengan buku-buku lain dalam Alkitab. Penulisnya
sendiri, Yohanes, mengatakan bahwa semua itu disampaikan kepadanya
”dengan tanda-tanda”. (Pny 1:1)
Oleh karena itu, dengan sesungguhnya dapat dikatakan bahwa, dari awal
sampai akhir, Alkitab sangat luar biasa dalam hal menggunakan
perumpamaan-perumpamaan yang tepat.
Perumpamaan yang digunakan murid-murid Kristus.
Selain mencatat perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus
Kristus, para penulis Alkitab Kristen juga memanfaatkan perumpamaan.
Dalam buku Kisah, Lukas mencatat perumpamaan-perumpamaan bagus yang
digunakan oleh rasul Paulus sewaktu berbicara dengan orang-orang
non-Yahudi di Athena. Paulus menyebutkan objek-objek ibadat yang mereka
kenal dan karya tulis para pujangga mereka sendiri. (Kis 17:22-31)
Sebagaimana dapat diketahui dari pembacaan buku Ibrani, rasul yang sama
(yang biasanya dianggap sebagai penulis surat ini) dengan bebas
menggunakan perumpamaan dari catatan sejarah tentang cara Allah
berurusan dengan Israel. Kepada orang-orang di Korintus, yang mengenal
olahraga Yunani dengan baik, ia menyamakan haluan Kristen dengan suatu
perlombaan. (1Kor 9:24-27)
Perumpamaan pohon zaitun pun sangat bagus, yang mengandung peringatan
terhadap ketidakpedulian dan pengingat bagi orang Kristen untuk
melaksanakan dinas suci kepada Allah dengan daya nalar mereka.—Rm 11:13-32; 12:1, 2.
Saudara tiri Yesus yang bernama
Yakobus dengan indah mewarnai tulisannya dengan keadaan-keadaan dalam
kehidupan sehari-hari, dengan menyebutkan seorang pria yang becermin,
kekang di mulut kuda, sirip kemudi sebuah kapal, dan lain-lain, untuk
mengesankan kebenaran-kebenaran rohani. (Yak 1:23, 24; 3:3, 4)
Petrus dan Yudas banyak merujuk kepada peristiwa-peristiwa yang
terdapat dalam tulisan-tulisan terilham yang lebih awal untuk
mengilustrasikan berita yang mereka harus sampaikan atas dorongan roh
kudus. Semua perumpamaan yang bagus ini, yang disampaikan menurut
bimbingan roh Allah, digunakan sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk
membuat Firman Allah, Alkitab, sebuah buku yang hidup.
___________________
Sumber : http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1200002147?q=mencari+kebenaran&p=par
Sumber : http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1200002147?q=mencari+kebenaran&p=par
Tidak ada komentar:
Posting Komentar