Mata Badik Mata Puisi
Penulis: D. Zawawi Imron
Rp. 42.300 (Di luar ongkos kirim)
Rp. 42.300 (Di luar ongkos kirim)
Ukuran: 13.5 x 20
Tebal: xxvi + 178
Terbit: 2012
Penerbit: Esensi
Tebal: xxvi + 178
Terbit: 2012
Penerbit: Esensi
Pengelanaan.
Itulah yang dilakukan D. Zawawi Imron dalam proses kreatif melahirkan
buku kumpulan puisi Mata Badik Mata Puisi ini. Sang Penyair tidak hanya
melakukan pengelanaan secara ragawi, tetapi juga secara nir-ragawi.
Melalui kedua ragam pengelanaan itu dia berhasil menuangkan daya
kepenyairannya.
Betapa tidak, lingkup perjalanannya begitu jauh dan luas, mencakup rimba, laut, sungai, gunung, bumi, dan nilai budaya manusia Bugis-Makassar (pars pro toto Bugis, Makassar, Toraja, Mandar. Unik dan menarik, karena sang pengembara bukan berasal dari lingkungan sosio-budaya Bugis-Makassar, melainkan dari sosio-budaya Madura, salah satu etnik dari sekian banyak etnik di Indonesia
Ibarat seorang peneliti, Zawawi Imron berusaha mendeskripsi dan mengenalisis budaya Bugis-Makassar. Bedanya, dia tidak hanya memanfatkan potensi nalar yang menjadi tumpuan para peneliti ilmiah, tetapi juga menggunakan daya rasa serta kekuatan imajinasi yang reflektif dan kontemplatif.
Dengan demikian, jika seorang peneliti ilmiah berhasil menampilkan kebenaran ilmiah, maka seorang penyair, seperti Zawawi Imron, berhasil menyuguhkan kebenaran artistik lewat pergulatan kata-kata
>(Nunding Ram, Ketua Pusat Kebudayaan Universitas Hasanuddin, Makassar)
_____________________
Sumber : Penerbit Jalasutra
Betapa tidak, lingkup perjalanannya begitu jauh dan luas, mencakup rimba, laut, sungai, gunung, bumi, dan nilai budaya manusia Bugis-Makassar (pars pro toto Bugis, Makassar, Toraja, Mandar. Unik dan menarik, karena sang pengembara bukan berasal dari lingkungan sosio-budaya Bugis-Makassar, melainkan dari sosio-budaya Madura, salah satu etnik dari sekian banyak etnik di Indonesia
Ibarat seorang peneliti, Zawawi Imron berusaha mendeskripsi dan mengenalisis budaya Bugis-Makassar. Bedanya, dia tidak hanya memanfatkan potensi nalar yang menjadi tumpuan para peneliti ilmiah, tetapi juga menggunakan daya rasa serta kekuatan imajinasi yang reflektif dan kontemplatif.
Dengan demikian, jika seorang peneliti ilmiah berhasil menampilkan kebenaran ilmiah, maka seorang penyair, seperti Zawawi Imron, berhasil menyuguhkan kebenaran artistik lewat pergulatan kata-kata
>(Nunding Ram, Ketua Pusat Kebudayaan Universitas Hasanuddin, Makassar)
_____________________
Sumber : Penerbit Jalasutra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar