Sabtu, 10 Januari 2015

(Prosa) - Di Altar Persembahan







Untuk menjadi secangkir kopi beraroma menyengat yang penuh mantra, diperlukan pengorbanan ritual yang mungkin tak terbayangkan oleh manusia-manusia penikmat kopi. Kopi hitam pekat sudah tersaji dalam beberapa kemasan yang apik dan pesona dan sedikit filosofi dalam penyajian turun temurun yang menjadikannya tradisi lisan yang dikecup dari kuping ke kuping generasi penerus.

Si emas hitam Afrika yang penuh darah ini mengalir ke penjuru dunia oleh sebab 'rasa penasaran' seorang pelaut Portugis dan Belanda tentang pohon yang seperti opium menghipnotis orang-orang betah duduk berlama-lama di kedai kayu panjang atau sekedar meringkuk duduk berjongkok dengan selimut lusuh yang masih di bawah pengaruh mimpi tadi malam.

Si hitam yang pahit dianggap sebagai ilmu sihir Afrika yang menakutkan, penuh dengan Voodo dan boneka-boneka yang ditusuk-tusuk jarum sihir menakutkan, jika terkana ilmu voodo jangan harap engkau kembali menjadi jazad hidup, engkau akan dipajang seperti mummy di atap rumah sebagai tumbal bala.

Cerita-cerita si emas hitam yang magis sampai juga terdengar ke orang Eropa yang realis, mereka mengintai dan bahkan menjadi orang gila demi melihat manfaat si hitam bagi orang kulit putih, diam-diam mereka menyelundupkan benih itu di atas kapal Belanda VOC oleh sorang Portugis yang gila seperti Don Kisot Spanyol, seorang pertapa yang ingin mendapat segalanya dari si hitam. 

Berbulan-bulan si hitam tanaman kopi ikut berlayar ke Batavia, ke tempat altar tanah yang lebih subur dari nenek moyang benua Afrika si hitam, dengan tekun orang Porto itu memberikan kasih sayangnya yang tak terhingga, seperti dia mengasihi anaknya sendiri, sejengkal demi sejengkal perahu layar besar meninggalkan samudra Atlantik menembus samudra hindia sampai ke Tanjung Harapan, tempat paling angker bagi pelaut, karena di sanalah altar laut ada dikedalaman lautan.

Rupanya tanaman ajaib itu memang telah mencium tanah Jawa, tanah para pendeta kopi atau tanah para padri sumatra atau tanah nusantara, tanah tempat altar kopi di puja dan disembah, disaji dengan berbagai bentuk ritual, sebagai minuman penyegar dewa langit, ataupun di tanah borneo dengan kayu hitam, kayu wangi ataupun bercampur dengan kayu besi di celebes, bercampu aduk dengan kayu cendana di flores, berhimpitan dengan pohon pala di ambom, dan sama-sama berbunga dengan pohon merah di papua dan beranak pinak dengan pohon kenari di timor 

Dan sekarang aku dengar emas hitam itu sudah disembah oleh berbagai jenis burung dan musang menjadi raja di altar persembahan raja-raja bumi. 







Jaga Blengko, 10-1-15 
Jack Phenomenon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar