Nasib buih di lautan tak kentara ketika malam, setia menyapa pasir
dan angin bersama gelombang. Di pulau kecil tak berpenghuni, ada cerita
yang tak diketahui. Hanya terbaca cahaya bulan dalam malam temaram. Ini
kisah tentang kepiting kecil bercapit satu yang bertanya perihal surga.
Kepiting kecil bercapit satu gundah dengan sebuah tanya. Ia mencoba
mencari jawab pada bintang yang jauh, asing tak dikenalnya. Tak ada
jawab.
Ia berpaling pada karang. Karang membisu kokoh tak bergeming tanpa
juga bicara. “Apakah karang ini sudah tuli karena terlalu sering
dihempas keras ombak saban hari?” Tanyanya dalam hati.
Mulai kecewa, kepiting kecil bercapit satu berjalan miring mencari
jawab pada belantara. Di belantara tak ada yang menyapanya, apa lagi
tempat untuk bertanya. Akhirnya, kecewa habis pada puncaknya. Ia
memutuskan duduk sendiri dalam sepi, berpikir mencari jawab atas
tanyanya.
Sambil merenung, ia bersenandung. Lagu sorak merayakan ombak yang
tiada pernah berhenti menghampiri pantai. Lagu gembira satu-satunya yang
ia tahu dari ibu, diajarkan kepadanya sebelum ibu dan seluruh
keluarganya pergi entah ke mana. Yang ia tahu, ia tiba-tiba sudah
sendiri pada suatu pagi.
Sebelum lagu usai, ia berhenti. Kepiting bercapit satu telah
memutuskan bahwa ia menemukan jawaban pasti tentang surga yang dicari.
“Surga yang kucari sudah ketemu!” Teriaknya dalam hati. Ia memutuskan
memberi jawaban atas tanyanya sendiri .
Iya, pada capitnya yang tinggal satu.
Iya, surga itu ada hanya ada pada dan oleh dirinya sendiri.
Oleh: Sura Dananjaya
____________________
Sumber : http://indonesiasastra.org/2013/04/sastra-indonesia-kepiting-yang-mencari-surga/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar