Selasa, 10 September 2013

(Artikel Sastra) Menulislah, Seolah-Olah Dirimu Penyair Pujaan Hati

Artikel Sastra





Menulislah, Seolah-Olah Dirimu Penyair Pujaan Hati




“Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya”

― Imam Ali


“Saya menulis bukan hanya untuk dunia, tetapi juga demi akhirat saya.”

― Helvy Tiana Rosa


“Jika aku menulis dilarang, aku akan menulis dengan tetes darah!”

― Wiji Thukul, Aku Ingin Jadi Peluru


“Menulis dan bercahayalah!”

― Helvy Tiana Rosa



“Menulis itu menenangkan pikiran dan nurani yang nyeri.”

― Helvy Tiana Rosa


Selama ribuan tahun kata-kata berupaya keras membujuk manusia untuk mengikuti hikmatnya, tanpa kenal lelah. Kenapa kata-kata dipercaya bisa mempengaruhi atau pun mengubah jalan hidup manusia ? Dan begitu yakinnya kata-kata, kalimat, alinea, baris, rima dan sebuah puisi menyentuh hati yang terdalam manusia, apa rahasianya ?



Jika HATI kita bersih, maka bersih pula PIKIRAN kita.
Jika PIKIRAN kita bersih, maka bersih pula PERKATAAN kita.
Jika PERKATAAN kita bersih (baik), maka bersih (baik) pula PERBUATAN kita.
Hati, pikiran, perkataan dan perbuatan kita mencerminkan hidup kita.


(http://fikryhaznul.wordpress.com)


Secara sedarhana 'mereka' saling berkaitan dan berhubungan, dan lagi berbohong merupakan kerja keras bagi otak dan seluruh tubuh kita dirancang oleh Pencipta kita untuk mengikuti petunjuk 'hukum Pencipta', apabila kita melanggar 'hukum Pencipta' maka tubuh jasmani kita akan menolak atau berekasi secara kimiawi terhadap 'benda asing' tersebut. Kecuali memang bagi seorang pembohong atau pembuat kejahatan hal itu dirubah secara bertahap tubuh mengikuti sebuah 'naluri' yang lain, atau melayani tuan yang lain.

Tentu Anda pernah merasakan siksa bathin, apabila Anda berbohong atau menipu atau berbuat salah, perasaan bersalah akan menghantui jiwa Anda, seperti seorang yang mengalami tekanan bathin, keadaan ini sangatlah menyiksa sekali.

Jelaslah, erat sekali kaitannya antara sebuah hati, pikiran dan perkataan yang merupakan suatu kesatuan. Oleh sebab itu selama ribuan tahun sampai dengan sekarang manusia terus berupaya meyakinkan manusia lain dengan kata-kata, kalimat dan tulisan, salah satu yang terbaik adalah sebuah karya PUISI namanya, seperti yang Anda ketahui sekarang ini.



HATI menentukan PIKIRAN..
PIKIRAN menentukan PERKATAAN dan PERBUATAN…..
Jadi…..segera bersihkan HATI kita…. Jagalahlah hati, jangan kau nodai….. Seperti senandung Aa Gym dalam lagunya
(http://fikryhaznul.wordpress.com)


Banyak sekali referensi-referensi yang bisa menjelaskan mengenai kaitan 'mereka' ini secara ilmu jiwa, ilmu kedokteran bahkan ilmu agama, ekonomi dan lains sebagainya.

Sebuah Referensi dari New Wrold Translation of The Holly Scripture menjelaskan seperti ini :


Pelita tubuh adalah mata. Maka, jika matamu sederhana, seluruh tubuhmu akan cemerlang; tetapi jika matamu fasik, seluruh tubuhmu akan gelap. Jika dalam kenyataannya terang yang ada padamu adalah kegelapan, betapa hebat kegelapan itu!


Jika Anda sudah mengetahui rahasia 'mereka' ini, maka kewajiban Anda untuk merancang sebuah kata, kalimat, frase dalam suatu karya puisi yang indah, estetis, sopan dan santun dan bermakna, bukan sesuatu yang kosong melompong, 'menulis bagaikan seorang penyair pujaan hati'.

Seperti apa yang dimaksud dengan 'menulis seperti penyair pujaan hati itu' ? Lihatlah sebuah contoh puisi di bawah ini :


IBU 
Karya: D. Zawawi Imron 
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau 
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
 hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir 
bila aku merantau
 sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku 
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan 
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar 
ibu adalah gua pertapaanku 
dan ibulah yang meletakkan aku di sini 
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang 
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
 aku mengangguk meskipun kurang mengerti
 bila kasihmu ibarat samudera 
sempit lautan teduh
 tempatku mandi, mencuci lumut pada diritempatku berlayar,
menebar pukat dan melempar sauh 
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
 kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan 
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
 lantaran aku tahu 
engkau ibu dan aku anakmu 
bila aku berlayar lalu datang angin sakal 
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
 ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala 
sesekali datang padaku 
menyuruhku menulis langit biru 
dengan sajakku. 
 
(Sumber : http://sajaksastramembumi.blogspot.com)


Penyair D. Zawawi Imron terkenal sebagai kiai, tidak heran karya-karya puisinya bermakna religius namun begitu puisi memiliki keindahan tersendiri, para pembacanya akan membaca berulang-ulang syair dalam puisi ini, sehingga dapat mengambil maknanya serta keindahan bahasa tutur katanya yang penuh respek dan beradab ini.


Sebuah Istana 
Karya : D. Zawawi Imron
 
Tepi jalan antara sorga dan neraka
Kumasuki sebuah istana
Tempat sejarah diperam
Menjadi darah dan gelombang
Lewat jendela sebelah kiri
Kulihat matahari menjulurkan lidah
Seperti anjing lapar Aku makin tak’ ngerti
Mengapa orang-orang memukul-mukul perutnya
Jauh di batas gaib dan nyata
Kabut harimau menyembah cahaya
Kutarik napas dalam-dalam
Dan kupejamkan mata
Alangkah kecil dunia! 
 
(Sumber : http://sajaksastramembumi.blogspot.com)


Menulis puisi yang baik dan memiliki kejernihan berpikir itu memerlukan jiwa yang bersih dan intelektual yang memadai, intelektual tidak semata-mata di dapat dari sekolah yang tinggi, ini bisa dipelajari secara otodidak dan banyak membaca serta sering mengamati dan merenungkan, khususnya hal-hal yang paling dalam mengenai kehidupan termasuk masalah spiritual, coba Anda perhatikan puisi di atas yang mengandung hal-hal seperti ini.

Ada sebuah kutipan menarik dari Kosakatakita Penerbit :


"Ketika puisi menghampiri penyair, tidak selalu dalam bentuknya yang utuh dan final. Memang ada puisi yang datang dengan rinci, lengkap dengan tanda baca bahkan huruf-hurufnya menari-nari minta ditulis segera. Karena puisi tidak hadir lengkap utuh, penyair harus menolongnya, menjadi sesuatu yang lengkap dan selesai. Maka sudah sepantasnya seorang penyair adalah seorang arsitek yang siap merancang desain puisi yang akan segera terbangun sesempurna mungkin."

― Sides Sudyarto DS

Penyair bagaikan seorang arsitek, begitupun sebuah tulisan puisi hendaknya dirancang sedemikian rupa menjadi 'sempurna', hendaknya demikian. Marilah kita menulis sebuah puisi selagi Anda memiliki kemampuan untuk itu, selayaknya penyair pujaan hati.


Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknya harta-benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan jiwa (hati). (HR. Abu Ya'la)




Jakarta, 25 Juli 2013
Sonny H. Sayangbati






________________

Referensi dari berbagai sumber yang diolah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar