Menulislah, Seolah-Olah Dirimu Penyair Pujaan Hati
“Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya”
― Imam Ali
“Saya menulis bukan hanya untuk dunia, tetapi juga demi akhirat saya.”
― Helvy Tiana Rosa
“Jika aku menulis dilarang, aku akan menulis dengan tetes darah!”
― Wiji Thukul, Aku Ingin Jadi Peluru
“Menulis dan bercahayalah!”
― Helvy Tiana Rosa
“Menulis itu menenangkan pikiran dan nurani yang nyeri.”
― Helvy Tiana Rosa
Selama
ribuan tahun kata-kata berupaya keras membujuk manusia untuk mengikuti
hikmatnya, tanpa kenal lelah. Kenapa kata-kata dipercaya bisa
mempengaruhi atau pun mengubah jalan hidup manusia ? Dan begitu yakinnya
kata-kata, kalimat, alinea, baris, rima dan sebuah puisi menyentuh hati
yang terdalam manusia, apa rahasianya ?
Jika HATI kita bersih, maka bersih pula PIKIRAN kita.
Jika PIKIRAN kita bersih, maka bersih pula PERKATAAN kita.
Jika PERKATAAN kita bersih (baik), maka bersih (baik) pula PERBUATAN kita.
Hati, pikiran, perkataan dan perbuatan kita mencerminkan hidup kita.
(http://fikryhaznul.wordpress.com)
Secara
sedarhana 'mereka' saling berkaitan dan berhubungan, dan lagi berbohong
merupakan kerja keras bagi otak dan seluruh tubuh kita dirancang oleh
Pencipta kita untuk mengikuti petunjuk 'hukum Pencipta', apabila kita
melanggar 'hukum Pencipta' maka tubuh jasmani kita akan menolak atau
berekasi secara kimiawi terhadap 'benda asing' tersebut. Kecuali memang
bagi seorang pembohong atau pembuat kejahatan hal itu dirubah secara
bertahap tubuh mengikuti sebuah 'naluri' yang lain, atau melayani tuan
yang lain.
Tentu Anda pernah merasakan siksa bathin,
apabila Anda berbohong atau menipu atau berbuat salah, perasaan bersalah
akan menghantui jiwa Anda, seperti seorang yang mengalami tekanan
bathin, keadaan ini sangatlah menyiksa sekali.
Jelaslah,
erat sekali kaitannya antara sebuah hati, pikiran dan perkataan yang
merupakan suatu kesatuan. Oleh sebab itu selama ribuan tahun sampai
dengan sekarang manusia terus berupaya meyakinkan manusia lain dengan
kata-kata, kalimat dan tulisan, salah satu yang terbaik adalah sebuah
karya PUISI namanya, seperti yang Anda ketahui sekarang ini.
HATI menentukan PIKIRAN..
PIKIRAN menentukan PERKATAAN dan PERBUATAN…..
Jadi…..segera bersihkan HATI kita…. Jagalahlah hati, jangan kau nodai….. Seperti senandung Aa Gym dalam lagunya
(http://fikryhaznul.wordpress.com)
Banyak
sekali referensi-referensi yang bisa menjelaskan mengenai kaitan
'mereka' ini secara ilmu jiwa, ilmu kedokteran bahkan ilmu agama,
ekonomi dan lains sebagainya.
Sebuah Referensi dari New Wrold Translation of The Holly Scripture menjelaskan seperti ini :
Pelita tubuh adalah mata. Maka, jika matamu sederhana, seluruh tubuhmu akan cemerlang; tetapi jika matamu fasik, seluruh tubuhmu akan gelap. Jika dalam kenyataannya terang yang ada padamu adalah kegelapan, betapa hebat kegelapan itu!
Jika Anda sudah
mengetahui rahasia 'mereka' ini, maka kewajiban Anda untuk merancang
sebuah kata, kalimat, frase dalam suatu karya puisi yang indah, estetis,
sopan dan santun dan bermakna, bukan sesuatu yang kosong melompong,
'menulis bagaikan seorang penyair pujaan hati'.
Seperti apa yang dimaksud dengan 'menulis seperti penyair pujaan hati itu' ? Lihatlah sebuah contoh puisi di bawah ini :
IBU
Karya: D. Zawawi Imron
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diritempatku berlayar,
menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.
(Sumber : http://sajaksastramembumi.blogspot.com)
Penyair
D. Zawawi Imron terkenal sebagai kiai, tidak heran karya-karya puisinya
bermakna religius namun begitu puisi memiliki keindahan tersendiri,
para pembacanya akan membaca berulang-ulang syair dalam puisi ini,
sehingga dapat mengambil maknanya serta keindahan bahasa tutur katanya
yang penuh respek dan beradab ini.
Sebuah Istana
Karya : D. Zawawi Imron
Tepi jalan antara sorga dan neraka
Kumasuki sebuah istana
Tempat sejarah diperam
Menjadi darah dan gelombang
Lewat jendela sebelah kiri
Kulihat matahari menjulurkan lidah
Seperti anjing lapar Aku makin tak’ ngerti
Mengapa orang-orang memukul-mukul perutnya
Jauh di batas gaib dan nyata
Kabut harimau menyembah cahaya
Kutarik napas dalam-dalam
Dan kupejamkan mata
Alangkah kecil dunia!
(Sumber : http://sajaksastramembumi.blogspot.com)
Menulis
puisi yang baik dan memiliki kejernihan berpikir itu memerlukan jiwa
yang bersih dan intelektual yang memadai, intelektual tidak semata-mata
di dapat dari sekolah yang tinggi, ini bisa dipelajari secara otodidak
dan banyak membaca serta sering mengamati dan merenungkan, khususnya
hal-hal yang paling dalam mengenai kehidupan termasuk masalah spiritual,
coba Anda perhatikan puisi di atas yang mengandung hal-hal seperti ini.
Ada sebuah kutipan menarik dari Kosakatakita Penerbit :
"Ketika puisi menghampiri penyair, tidak selalu dalam bentuknya yang utuh dan final. Memang ada puisi yang datang dengan rinci, lengkap dengan tanda baca bahkan huruf-hurufnya menari-nari minta ditulis segera. Karena puisi tidak hadir lengkap utuh, penyair harus menolongnya, menjadi sesuatu yang lengkap dan selesai. Maka sudah sepantasnya seorang penyair adalah seorang arsitek yang siap merancang desain puisi yang akan segera terbangun sesempurna mungkin."
― Sides Sudyarto DS
Penyair
bagaikan seorang arsitek, begitupun sebuah tulisan puisi hendaknya
dirancang sedemikian rupa menjadi 'sempurna', hendaknya demikian.
Marilah kita menulis sebuah puisi selagi Anda memiliki kemampuan untuk
itu, selayaknya penyair pujaan hati.
Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknya harta-benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan jiwa (hati). (HR. Abu Ya'la)
Jakarta, 25 Juli 2013
Sonny H. Sayangbati
________________
Referensi dari berbagai sumber yang diolah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar