Sumber Gambar : Group Puisi PBKS
Empat Sehat, Lima Sempurna, Enam Lengkap: 'Menulis Puisi'
“Menulis bukan lagi sebuah kerja elite, sulit, mahal, dan artifisial sebagaimana mulanya. Menulis kini adalah sebuah kerja 'alamiah', seperti kita minum, tidur, beranak, bersenandung, atau mencoret-coret gambar. Ia adalah suatu kebutuhan dasar. Ia adalah ukuran adab dan kebudayaan. Dan manusia terhisap di dalamnya. Manusia harus bisa menulis, bahkan menjadi penulis.”
― Radhar Panca Dahana
“Kalau kamu bukan anak Raja dan engkau bukan anak Ulama besar, maka jadilah Penulis”
― Imam Al-Ghazali
Menulis dalam jurnal tampaknya berhubungan dengan hasrat manusia yang fundamental—ekspresi diri.
― Sedarlah! 8/8/2001
Sudah
lama diketahui bahwa pola makan yang sehat itu bisa memuaskan kualitas
hidup manusia, 'empat sehat dan lima sempurna' atau sebuah pepatah yang
mengatakan : 'Mens sana in corpore sano', "Jiwa
yang sehat dalam tubuh yang sehat." Maksudnya jika jiwa seseorang
sehat, maka tubuhnya akan sehat juga. Begitu pula sebaliknya.
Memang
kita tidak mengingkari pepatah di atas, idealnya seperti itu, namun
manusia hidup bukan semata-mata hanya untuk makan yang sehat dan jiwa
yang sehat saja, ada suatu kebutuhan dasar manusia dalam bathinnya yang
terdalam, seperti dijelaskan dalam ungkapan di atas, yaitu 'ekspresi
diri'.
Ekspresi Diri
Dalam
sebuah kamus arti kata dijelaskan bahwa ekspresi diri adalah :
"pengungkapan atau proses menyatakan (memperlihatkan atau menyatakan
maksud, gagasan, perasaan)." Berbagai cara manusia dalam mengekspresikan
dirinya, salah satunya melalui karya-karyanya.
Menurut
teori hierarki kebutuhan manusia dari Abraham Maslow, ada lima
kebutuhan, dan di antaranya yang tertinggi adalah : "Kebutuhan
aktualisasi diri, ini merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki
Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain atau
lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya."
Dengan
Anda mengekspresikan diri maka ada yang terpuaskan dalam diri kita
yaitu bathin manusia yang terdalam, sebuah Referensi mengatakan : "Bahwa
manusia hidup bukan dari roti saja". Kata ini juga memaksudkan bahwa
kita sebagai manusia membutuhkan hal lain di luar kebutuhan jasmani, dan
ini sangatlah mendasar sekali dan inilah yang membedakan kemampuan
manusia dengan binatang.
Mengapa Menulis
Perhatikan
sebuah kutipan dari orang yang berpengalaman dalam dunia tulis menulis,
dan ini merupakan salah satu cara manusia berekspresi yang paling
beradab di samping talenta yang lain seperti halnya mengajar, melukis,
dan lain-lain.
Di dalam cahaya-Mu aku belajar mencintai.
Di dalam keindahan-Mu aku belajar menulis puisi.
Kau senantiasa menari di dalam hatiku,
meski tak seorang pun melihat-Mu,
dan terkadang aku pun ikut menari bersama-Mu.
Dan “ Penglihatan Agung” inilah yang menjadi inti dari seniku.
― Jalaluddin Rumi
Sumber : Blog Sastra Indonesia
“Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah, dan tiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin.(Caping 3, h. 424)” ― Goenawan Mohamad
Sumber : Goodreads
Dalam
puisinya Jalaluddin Rumi menandaskan bahwa ia belajar mencintai, di
samping mencintai dirinya dan Tuhannya, ia juga mengajarkan untuk
menulis puisi, bukankah menulis puisi itu juga termasuk mencintai orang
lain ? Dikatakan lebih lanjut : inilah yang menjadi inti dari seniku,
luar biasa bukan !
Dalam kehidupan nyata manusia harus
memilih jalan hidupnya sendiri sebagai 'jati dirinya' yang memuaskan, di
samping manusia berupaya untuk hidup layak dengan mencari hal-hal
materi sebagai penopang hidupnya, dia pun ingin diakui bahwa dia
berharga, dia bernilai dan dia ada sebagai 'manusia' yang keberadaannya
patut dihormati dan dianggap 'ada'.
Secara lebih jelas
budayawan Goenawan Mohamad mengatakan sebagai istilah : 'proses
pengerahan batin'. Nilai-nilai yang kita miliki atau filosofi sebagai
jalan hidup, pandangannya tentang berbagai hal, pengamatannya terhadap
sesuatu hal sebagai pergulatan dalam diri manusia ini ingin
diekspresikan lewat sebuah tulisan.
Jika Anda memilih
untuk menjadi penulis yang menulis sesuatu hal dengan pengerahan batin
yang dalam, memang ada baiknya 'seseorang' memilih puisi sebagai
ungkapan tertinggi atau penghargaan atau wujud cintanya kepada sesama,
dirinya sendiri dan Tuhannya.
"Tidak semua pikiran bisa tertangkap. Puisi bisa menangkap yang diam, yang tersembunyi. Yang gelap.”
― Goenawan Mohamad
Sumber : Kosakatakita Penerbit
Dalam
dunia yang serba egois dan mementingkan diri ini, semangat untuk
mempedulikan orang lain atau mencintai sesama manusia itu semakin hari
semakin langka didapat, manusia dengan egonya yang tinggi ini sudah
seharusnya hatinya disentuh dengan sesuatu yang bersifat 'persuasif'.
Karena pada dasarnya manusia tidak suka dikritik dengan tajam, ditekan
dengan kekerasan, dipaksakan.
Oleh sebab itu
dengan kesusteraan, manusia boleh belajar sesuatu yang bermartabat
dengan cara damai, cara berbudaya, cara yang paling terhormat, dengan
bahasa yang santun dan bernilai tinggi.
Menulis
puisi juga merupakan sarana kontrol sosial yang baik, bagi kita semua,
bukan saja golongan penguasa yang berkuasa, tapi juga bagi kehidupan,
sebuah puisi dari Wiji tukul ini menggambarkan dengan bahasa langsungnya
namun puitis ini :
"Jika kami bunga engkau adalah tembok, tapi di tubuh tembok itu telah kami sebar biji-biji suatu saat kami akan tumbuh bersama dengan keyakinan: ..."
― WijiThukul (Bunga dan tembok)
Sumber : Quote Tokoh Wiji Tukul
Sebuah Pilihan Yang Membuat Anda Bahagia
Menulis
kini lebih mudah dan suatu pekerjaan yang alamiah, seperti kita minum
air putih, kata budayawan Radhar Panca Dahana ini, kata-katanya tidaklah
berlebihan dan sesuatu yang mudah dipelajari dengan cara yang
sederhana, seperti halnya Anda menulis sebuah surat cinta kepada kekasih
hati, dimulailah dari hal kecil yang menyenangkan dan Anda tidak akan
menyesal dengan pilihan ini.
Kita adalah manusia biasa
bukan anak raja dan bukan anak ulama kata Imam Ghazali, jadilah penulis,
sederhananya Imam Ghazali mengatakan ini, mungkin dia sudah tahu bahwa
profesi menjadi seorang penulis sastra adalah sebuah jalan pembebasan
diri dan pembebasan juga bagi orang lain, hal ini sudah direnungkan
selama berabad-abad, apakah Anda percaya hal ini ? Saya pribadi percaya
dan bisa membuktikannya.
Yakinlah, di Jalan-Cinta itu: Tuhan akan selalu bersama-Mu.
― Jalaluddin Rumi
Sumber : Blog Sastra Indonesia
Ya,
kita harus yakin dengan pilihan kita ini, karena ini adalah jalan
cinta, dan upaya kita ini tidaklah sia-sia ada Tuhan bersama kita.
Jakarta, 31 Juli 2013
Sonny H. Sayangbati
_______________
Buku Lentera Sastra adalah merupakan buku pertama antlogi puisi di group Puisikan Bait Kata dan Suara, bersama penulis/penyair dari : Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunei. Pertama kali di launching pada tanggal 22 Juni 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia
Ada 3 (tiga) puisiku di sini, bersama sahabat-sahabat admin PBKS yang berjumlah 12 orang dari berbagai negara. Buku Lentera Sastra juga akan di diskusikan bulan Agustus 2013, menurut rencana akan diadakan di kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia bersama tokoh-tokoh penyair dan komentator sastra.
Ada 3 (tiga) puisiku di sini, bersama sahabat-sahabat admin PBKS yang berjumlah 12 orang dari berbagai negara. Buku Lentera Sastra juga akan di diskusikan bulan Agustus 2013, menurut rencana akan diadakan di kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia bersama tokoh-tokoh penyair dan komentator sastra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar