Selasa, 03 September 2013

(Artikel Sastra) : "Empat Sehat, Lima Sempurna, Enam Lengkap: 'Menulis Puisi'"

Artikel Sastra


Sumber Gambar : Group Puisi PBKS


Empat Sehat, Lima Sempurna, Enam Lengkap: 'Menulis Puisi'




“Menulis bukan lagi sebuah kerja elite, sulit, mahal, dan artifisial sebagaimana mulanya. Menulis kini adalah sebuah kerja 'alamiah', seperti kita minum, tidur, beranak, bersenandung, atau mencoret-coret gambar. Ia adalah suatu kebutuhan dasar. Ia adalah ukuran adab dan kebudayaan. Dan manusia terhisap di dalamnya. Manusia harus bisa menulis, bahkan menjadi penulis.”

― Radhar Panca Dahana


“Kalau kamu bukan anak Raja dan engkau bukan anak Ulama besar, maka jadilah Penulis

― Imam Al-Ghazali


Menulis dalam jurnal tampaknya berhubungan dengan hasrat manusia yang fundamental—ekspresi diri.  

― Sedarlah! 8/8/2001



Sudah lama diketahui bahwa pola makan yang sehat itu bisa memuaskan kualitas hidup manusia, 'empat sehat dan lima sempurna' atau sebuah pepatah yang mengatakan : 'Mens sana in corpore sano', "Jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat." Maksudnya jika jiwa seseorang sehat, maka tubuhnya akan sehat juga. Begitu pula sebaliknya.

Memang kita tidak mengingkari pepatah di atas, idealnya seperti itu, namun manusia hidup bukan semata-mata hanya untuk makan yang sehat dan jiwa yang sehat saja, ada suatu kebutuhan dasar manusia dalam bathinnya yang terdalam, seperti dijelaskan dalam ungkapan di atas, yaitu 'ekspresi diri'.

Ekspresi Diri

Dalam sebuah kamus arti kata dijelaskan bahwa ekspresi diri adalah : "pengungkapan atau proses menyatakan (memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan)." Berbagai cara manusia dalam mengekspresikan dirinya, salah satunya melalui karya-karyanya.

Menurut teori hierarki kebutuhan manusia dari Abraham Maslow, ada lima kebutuhan, dan di antaranya yang tertinggi adalah : "Kebutuhan aktualisasi diri, ini merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya."

Dengan Anda mengekspresikan diri maka ada yang terpuaskan dalam diri kita yaitu bathin manusia yang terdalam, sebuah Referensi mengatakan : "Bahwa manusia hidup bukan dari roti saja". Kata ini juga memaksudkan bahwa kita sebagai manusia membutuhkan hal lain di luar kebutuhan jasmani, dan ini sangatlah mendasar sekali dan inilah yang membedakan kemampuan manusia dengan binatang.

Mengapa Menulis

Perhatikan sebuah kutipan dari orang yang berpengalaman dalam dunia tulis menulis, dan ini merupakan salah satu cara manusia berekspresi yang paling beradab di samping talenta yang lain seperti halnya mengajar, melukis, dan lain-lain.


Di dalam cahaya-Mu aku belajar mencintai.
Di dalam keindahan-Mu aku belajar menulis puisi.
Kau senantiasa menari di dalam hatiku,
meski tak seorang pun melihat-Mu,
dan terkadang aku pun ikut menari bersama-Mu.
Dan “ Penglihatan Agung” inilah yang menjadi inti dari seniku.

― Jalaluddin Rumi

Sumber : Blog Sastra Indonesia


“Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah, dan tiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin.(Caping 3, h. 424)” ― Goenawan Mohamad

Sumber : Goodreads


Dalam puisinya Jalaluddin Rumi menandaskan bahwa ia belajar mencintai, di samping mencintai dirinya dan Tuhannya, ia juga mengajarkan untuk menulis puisi, bukankah menulis puisi itu juga termasuk mencintai orang lain ? Dikatakan lebih lanjut : inilah yang menjadi inti dari seniku, luar biasa bukan !

Dalam kehidupan nyata manusia harus memilih jalan hidupnya sendiri sebagai 'jati dirinya' yang memuaskan, di samping manusia berupaya untuk hidup layak dengan mencari hal-hal materi sebagai penopang hidupnya, dia pun ingin diakui bahwa dia berharga, dia bernilai dan dia ada sebagai 'manusia' yang keberadaannya patut dihormati dan dianggap 'ada'.

Secara lebih jelas budayawan Goenawan Mohamad mengatakan sebagai istilah : 'proses pengerahan batin'. Nilai-nilai yang kita miliki atau filosofi sebagai jalan hidup, pandangannya tentang berbagai hal, pengamatannya terhadap sesuatu hal sebagai pergulatan dalam diri manusia ini ingin diekspresikan lewat sebuah tulisan.

Jika Anda memilih untuk menjadi penulis yang menulis sesuatu hal dengan pengerahan batin yang dalam, memang ada baiknya 'seseorang' memilih puisi sebagai ungkapan tertinggi atau penghargaan atau wujud cintanya kepada sesama, dirinya sendiri dan Tuhannya.


"Tidak semua pikiran bisa tertangkap. Puisi bisa menangkap yang diam, yang tersembunyi. Yang gelap.”

― Goenawan Mohamad

Sumber : Kosakatakita Penerbit


Dalam dunia yang serba egois dan mementingkan diri ini, semangat untuk mempedulikan orang lain atau mencintai sesama manusia itu semakin hari semakin langka didapat, manusia dengan egonya yang tinggi ini sudah seharusnya hatinya disentuh dengan sesuatu yang bersifat 'persuasif'. Karena pada dasarnya manusia tidak suka dikritik dengan tajam, ditekan dengan kekerasan, dipaksakan.

Oleh sebab itu dengan kesusteraan, manusia boleh belajar sesuatu yang bermartabat dengan cara damai, cara berbudaya, cara yang paling terhormat, dengan bahasa yang santun dan bernilai tinggi.

Menulis puisi juga merupakan sarana kontrol sosial yang baik, bagi kita semua, bukan saja golongan penguasa yang berkuasa, tapi juga bagi kehidupan, sebuah puisi dari Wiji tukul ini menggambarkan dengan bahasa langsungnya namun puitis ini :


"Jika kami bunga engkau adalah tembok, tapi di tubuh tembok itu telah kami sebar biji-biji suatu saat kami akan tumbuh bersama dengan keyakinan: ..." 

― WijiThukul (Bunga dan tembok)

Sumber : Quote Tokoh Wiji Tukul


Sebuah Pilihan Yang Membuat Anda Bahagia


Menulis kini lebih mudah dan suatu pekerjaan yang alamiah, seperti kita minum air putih, kata budayawan Radhar Panca Dahana ini, kata-katanya tidaklah berlebihan dan sesuatu yang mudah dipelajari dengan cara yang sederhana, seperti halnya Anda menulis sebuah surat cinta kepada kekasih hati, dimulailah dari hal kecil yang menyenangkan dan Anda tidak akan menyesal dengan pilihan ini.

Kita adalah manusia biasa bukan anak raja dan bukan anak ulama kata Imam Ghazali, jadilah penulis, sederhananya Imam Ghazali mengatakan ini, mungkin dia sudah tahu bahwa profesi menjadi seorang penulis sastra adalah sebuah jalan pembebasan diri dan pembebasan juga bagi orang lain, hal ini sudah direnungkan selama berabad-abad, apakah Anda percaya hal ini ? Saya pribadi percaya dan bisa membuktikannya.


Yakinlah, di Jalan-Cinta itu: Tuhan akan selalu bersama-Mu.

― Jalaluddin Rumi

Sumber : Blog Sastra Indonesia


Ya, kita harus yakin dengan pilihan kita ini, karena ini adalah jalan cinta, dan upaya kita ini tidaklah sia-sia ada Tuhan bersama kita.





Jakarta, 31 Juli 2013
Sonny H. Sayangbati



_______________



Buku Lentera Sastra adalah merupakan buku pertama antlogi puisi di group Puisikan Bait Kata dan Suara, bersama penulis/penyair dari : Indonesia, Singapura, Malaysia dan Brunei. Pertama kali di launching pada tanggal 22 Juni 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia

Ada 3 (tiga) puisiku di sini, bersama sahabat-sahabat admin PBKS yang berjumlah 12 orang dari berbagai negara. Buku Lentera Sastra juga akan di diskusikan bulan Agustus 2013, menurut rencana akan diadakan di kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia bersama tokoh-tokoh penyair dan komentator sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar