Sumber Gambar : Google Images
BUKU
Salah Kaprah dalam Sejarah
Sebuah buku yang menggugat sejarah sekaligus menyuguhkan versi sejarah yang baru.
OLEH: BONNIE TRIYANA
BUKU ini dibuka dengan sebuah kutipan
yang mengejutkan dari George Santayana tentang sejarah. “Sejarah adalah
sekotak kebohongan tentang peristiwa yang tak pernah terjadi yang
dituturkan oleh orang yang tak pernah berada di sana,” kata dia seperti
dikutip di awal buku. Tak bisa dibayangkan bagaimana kebohongan
diajarkan dari satu generasi ke generasi lainnya dan akhirnya diterima
sebagai kebenaran. Namun buku ini mengajukan sejumlah kebohongan itu.
James Watt ternyata bukan penemu mesin
uap yang mendorong lahirnya revolusi industri di Inggris. Tujuh puluh
tahun sebelum Watt menemukan mesin uap, pada 1712 Newcomen telah lebih
dulu menemukan mesin yang menggunakan uap air untuk menggerakan piston
dan silinder. Mesin dengan prinsip kerja itulah yang kemudian
dikembangkan oleh Watt.
Watt mengembangkan mesin tersebut ketika
dia bekerja di Glasgow University antara tahun 1763 sampai 1764. Dia
diminta untuk memperbaiki mesin Newcomen yang kerap panas dan
silindernya harus didinginkan setiap saat. Watt kemudian memodifikasi
mesin dengan menggunakan dua silinder dan menggunakan kondensor untuk
mendinginkan dan memisahkan silinder dari ruang piston.
Namun sudah jadi keterlanjuran sejarah
apabila nama James Watt dikenal luas sebagai penemu mesin uap. Sehingga
dari anak sekolah sampai siapa pun pasti akan menyebut Watt sebagai
penemu mesin uap. Tapi buku ini memorak-porandakan versi yang sudah
keburu diterima sebagai kebenaran sejarah itu.
Tak hanya menggugat James Watt sebagai
penemu mesin uap, buku yang ditulis oleh Emma Marriott ini juga
mempertanyakan kisah "Wild West" dalam sejarah Amerika. Kata dia koboy
yang digambarkan sebagai pria jantan petualang berkuda dan kerapkali
duel pistol itu adalah isapan jempol belaka. Jumlah koboy pun satu
banding seribu. Dan para koboy itu menurut Emma tak mati gara-gara duel
pistol tapi karena sakit atau kecelakaan ketika menunggangi kuda.
Penggambaran sejarah secara berlebihan
memang sering terjadi. Sebagian besar karena kencenderungan romantisme
pada mereka yang mengenang masa lalu. Romantisme muncul karena dorongan
untuk mencari rujukan akar persoalan atau penjelasan tentang apa yang
terjadi di masa kini. Atau malah acapkali wujud frustrasi menghadapi
kekinian yang tak pernah berpihak menjadi nasib baik.
Mengenang masa lalu pun bisa jadi salah
satu bentuk tamasya. Serupa obrolan dengan kawan lama tentang segala
macam pernak-pernik kisah masa lalu yang mengundang tawa juga air mata.
Namun upaya menghadirkan kisah masa lalu pun seringkali memiliki
kencenderungan untuk mengurangi atau melebih-lebihkan narasi peristiwa
itu sendiri.
Itulah yang hendak digugat oleh buku
ini: bahwa sejarah kadang-kadang diajarkan dengan cara yang salah, tak
akurat, diputarbalikkan dan berlebihan. Mitos dalam sejarah, seperti
cerita legenda, yang tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya bisa
mendatangkan kehancuran ketika digunakan sebagai alat politik.
Kultus individu dalam sejarah sering
terjadi dan selalu digunakan oleh para pendukung seorang tokoh untuk
melanggengkan kekuasaan yang diwariskan dari si tokoh. Buku ini
mengambil contoh Otto von Bismarck, bapak Jerman modern yang dikenang
sebagai pahlawan bangsa Jerman. Dia diangap sebagai pemersatu bangsa
Jerman yang seakan hidup tanpa cela.
Namun setelah Bismarck mengundurkan diri
pada 1890 dan meninggal delapan tahun kemudian, kelompok konservatif
dan liberal menuduhnya sebagai tokoh politik kejam yang menjalankan
politik “besi dan darah”, mengambil judul pidatonya pada 1862.
Mitologisasi Bismarck mendorong tokoh-tokoh politik Jerman di beberapa
masa selanjutnya menjadikan dia sebagai rujukan kejayaan Jerman,
termasuk Hitler yang menyalahgunakannya.
Buku ini juga membahas tuduhan kepada
Colombus sebagai pembawa wabah sipilis ke daratan Eropa. Banyak yang
percaya bahwa Colombus dan anak buahnya membawa penyakit itu dari benua
Amerika yang ditemukannya pada 1492. Ternyata kabar itu hanyalah isapan
jempol karena penyakit sipilis telah ada di daratan Eropa jauh sebelum
Colombus menginjakkan kakinya di dunia yang baru itu.
Soal kedatangan Colombus ke Amerika pun penuh kontroversi, Gavin Menzies dalam bukunya 1421: The Year China Discovered the World
menyanggah versi yang menyebutkan Colombus sebagai penemu benua
Amerika. Menurut Gavin bangsa Tiongkoklah yang menemukan Amerika pertama
kali pada 1421.
Kekeliruan-kekeliruan dalam sejarah yang
ditulis dalam buku ini meliputi beberapa hal, mulai kisah koboy
Amerika, Joseph Guillotine sang penemu alat pancung guillotine, sampai
James Watt yang ternyata bukan orang pertama yang menemukan mesin uap.
Dalam sejarah terdapat istilah accepted history
atau sejarah –yang pada akhirnya– diterima sebagai sebuah kebenaran.
Semisal soal dwitunggal Sukarno-Hatta, yang dipercaya banyak orang
sebagai sebuah satu kesatuan tokoh Sukarno dengan Hatta. Mereka wujud
dari simbol kesatuan tokoh perjuangan di dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Yang kemudian orang abai adalah konflik yang
terjadi di antara mereka, yang justru tak sama sekali mencerminkan
kebersatuan.
Serikali pula terjadi reifikasi dalam
sejarah. Sebuah hal yang berpijak di atas cerita, legenda, mitologi atau
bahkan propaganda politik yang disiarkan, direproduksi secara
terus-menerus sehingga menimbulkan kesan bahwa itu benar adanya. Itulah
yang dikritik oleh Emma Marriott lewat buku setebal 192 halaman ini.
Sejarah memang selalu jadi alat ampuh
untuk melegitimasi kekuasaan atau bahkan mendelegitimasinya. Dalam
suasana politik tertentu pengungkapan sejarah yang faktual justru bisa
mendatangkan marabahaya. Di Indonesia, Orde Baru menjadi contoh terbaik
bagaimana sejarah diajarkan secara sepihak dan digunakan untuk
mengukuhkan posisi kekuasaan Soeharto. Buku ini pun memberikan contoh
bagaimana Jerman di zaman Otto von Bismarck dan Kaisar Frederick
dijadikan rujukan historis oleh Hitler untuk mengklaim dialah penerus
kekaisaran ketiga (The Third Reich). Dan dari sanalah segala macam bencana kemanusiaan terbesar abad yang lalu bermula.
Tapi bukan sejarah kalau tanpa disertai
perdebatan. Buku ini pun, sebagaimana yang diakui oleh penulisnya
sendiri, mengandung banyak hal yang bisa diperdebatkan. Tawarannya untuk
menelaah sejarah dari sudut pandang yang lain, pun mengundang
perdebatan baru: apakah ini soal tafsir baru atau memang berdasarkan
temuan baru?
____________________
Sumber : http://historia.co.id/artikel/modern/1094/Majalah-Historia/Salah_Kaprah_dalam_Sejarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar