Kamis, 13 Maret 2014

(Serba-Serbi) - Budaya Rajin Berbagi Karya Martha Sinaga



Koleksi Foto Pribadi Martha Sinaga



Budaya Rajin Berbagi
oleh Martha Sinaga




Semula, saya sependapat dengan banyak sahabat bahwa layar FB hanya menampilkan berita ringan bahkan sekadar berkomunkasi di waktu luang, namun dalam perjalanan waktu pendapat semacam itu bergeser. Sebaliknya justru banyak karya tulisan para sahabat yang mempertebal wawasan lewat “nutrisi” yang mampu didedahkan. Demikian juga untuk karya fotografi, yang selalu hadir lalu membangkitkan rasa kekaguman dari keindahan “hati” para juru potret tersebut.

Dengan tidak mengenyampingkan banyak sahabat yang mungkin belum tertangkap “waktu” saya untuk menyimak dan membaca karya mereka, namun ada beberapa nama yang secara konsisten membagikan tulisan untuk bisa kita serap bersama. Isi tulisan yang sangat variatif, dengan karakter tulisan yang beragam pula. Tentu saja kenyataan ini melapangkan dada. Betapa tidak, apa yang dilakukan telah mendorong niat baca semakin baik, belum lagi dalam berbagi melalui tulisan dan foto menimbun bank pengetahuan lebih berwarna. Satu hal pasti yang dirasakan adalah usaha para sahabat untuk saling berbagi dan konsisiten dengan apa yang dibagikan itu.

Sebut saja nama, Sonny H Sayangbati, Djazlam Zainal, Koes Arraihan, Husein Muhammad, Oscar Arman, Lisya Van Sorren, Sutan Iwan Soekri Munaf, Sariffudin, Arieyoko, Suedi Esha , Penyair Tengger , Mahyudin Al Mudra. Fidelis R. Situmorang Sementara Mosista Pambudi, Erry Amanda, Firman Venayaksa Doel CP Allisah, atau Tuty Yosenda, hadir lewat wawasan jitu bidik lensanya.

Tak berlebihan jika dikatakan apa yang mereka lakukan “bukan kerja sambilan” kemasan tulisan yang sarat referensi dengan tataan diksi yang kaya itu terasakan. Tentu dengan pilihan aktualitas materi tulisan. Hasilnya mencapai tujuan.

Menyimak tulisan Sonny H Sayangbati mulai dari puisi sampai artikel. Hadir dengan insipratif. Betapa tidak , apa yang didedahkan Sonny itu sarat referensi. So pasti kelengkapan tulisan seperti ini akan menjadi referensi bagi para pembaca. Kekayaan warna materi tulisan mampu membuat mata tertuju pada laman-laman yang rajin ia sajikan. Menggelitik untuk disimak. 

Sama menggelitiknya ketika memandang sudut bidik lensa Erry Amanda yang menggunung menyiratkan kekayaan imajinasinya dalam memandang objek foto. Keliaran mata hati seniman berpadu dengan tehnik fotografi yang dikuasi mampu menyulut bibir untuk ikut bersyukur atas kebesaran Illahi.

Lagi, keliaran fotografi jurnalistik dari Mosista Pambudi (Moses) yang menyajikan foto-foto kemanusian yang spesifik dan itu mengantar dia pada tangga berbagai penghargaan. Atau, Doel CP Allisah yang telah membedah alam Aceh untuk kita ketahui bersama. Lewat bidik lensanya yang selalu ia katakan sebagai karya sambil jalan. Satu lagi dosen nyentrik yang selalu berteriak memprotes ketidakadilan di lingkungannya, Firman Venayaksa. Juga telah menyandang berbagai penghargaan masih meluangkan waktu untuk berbagi. Luar biasa!

George Downing mengatakan bahwa istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap hari, yang perlu ditingkatkan adalah membagi waktu dengan sangat cermat. Dan sebagian dari sahabat FB ini telah membuktikan itu, minimal terlihat dari buah yang mereka bagikan hari lepas hari di layar FB ini. Tentu diyakini masih banyak karya sahabat lain yang melakukan hal yang sama. Berbagi ya berbagi!

“Berbagi” - hanya satu kata. Tetapi, tidak demikian singkat makna yang dirasakan. Nilai berbagi itu kini semakin surut di tengah kehidupan yang carut-marut karena tuntutan keadaan sosial dan politik negeri ini. Betapa indahnya jika berbagi itu masih menetap di hati para sahabat yang ditemui di layar FB ini. Berbagi melalui apa yang telah dikatakan di atas. Dan tidaklah hanya setakat itu, karena nyatanya apa yang dibagikan mampu menghidupkan ide untuk berbuat sesuatu dalam kebersamaan.

Simak saja, dari beberapa rekan sepakat untuk melahirkan antologi puisi. Atau, mendedahkan pertemuan yang sifatnya bersilatuhrami sambil melahirkan karya tulis, bahkan bersatu hati tampil dalam banyak panggung - tentu dalam konteks berkesenian atau bersastra. Semua itu membuktikan bahwa sahabat adalah investasi yang gemilang, dalam memaknai hidup yang berselimutkan karya dan kebajikan. 

Karya yang Melahirkan Kecerdasan

“Mengenal orang lain adalah sebuah kecerdasan; mengenal diri sendiri adalah kebijaksanaan yang sebenarnya. Menguasai orang lain adalah sebuah kekuatan. Menguasai diri sendiri adalah kekuasaan yang sebenarnya.” (Sun Tzu)

Makna dalam tentu terkandung dari kalimat bijak di atas. Menguasai diri dengan menata hidup ini menjadi bangku sekolah yang sangat panjang. Dalam perjalanan panjang itu pula akan terkuak pemahaman bahwa di atas langit ada langit. Keindahan hati para sahabat yang selalu ingin berbagi tentu merupakan cermin yang perlu digenggam erat. Dalam keindahan yang dibagikan itu terkandung nutrisi yang menguatkan jiwa dan roh. Salah satu yang dirasakan melalui tulisan yang di “hadiah”kan dalam perjalanan hari bagi hati yang mau menyikapi dan meresapi dengan benar.

Tengok saja, Oscar Amran yang selalu melihat waktu yang menyelimuti rasa dan jiwanya.

Dalam Debu Rindu (11 Maret 2014).


Debu berkabut Asap
di sana rindu menyelinap…



Arman dan Iwan Soekri berhasil mengikikis sifat ketidakpedulian menjadi sebuah langkah kongkrit mengajak para sahabat untuk bergiat bersastra lewat akun puisi dan pantun mereka. Dan memang nyatanya berlumut juga pemantun yang menuangkan karya mereka di laman Pantun Sutan Iwan Soekri Munaf.

Atau Koez Arrihan dalam puisi prosanya kuat menyampaikan pesan moral, kritik sosial atau pentingnya hubungan cinta kasih keluarga yang selalu ia jabarkan dalam berlapis diksi.

Djazlam Zainal, kritikus sastra sekaligus penyair ini rajin membedah berbagai karya sastra. Kental terasa dalam bahasan itu ia melalap karya-karya sastrawan Indonesia, tak terkecuali. Perhatian Djazlam terhadap karya anak bangsa bumi pertiwi ini patut mendapat acungan jempol. Apa yang dilakukan pria asal Klang-Negeri Jiran itu menggelitik untuk terus mengikuti tulisan yang dihadirkan.

Belum lagi siraman rohani Husein Muhammad yang selalu mendapat respon . Bahasa yang dituturkan menyejukkan hati dan menimbulkan kedamaian antar umat beragama. Simak tulisan Kiyai yang jug pendiri sebuah sekolah tinggi di Cirebon itu. Figurnya tidak saja nyaman diajak berdiskusi namun melalui tulisannya ia menebar damai dalam kesadaran untuk saling menghargai di antara umat yang beragam sosial dan agama.

Sementara nilai dan nafas perjuangan dan patriotik itu muncul selalu pada karya perempuan penyair Lisya Van Sorren. Kita simak apa yang ditulis Lisya (10 Maret 2014)



Katakan tuan
bagaimana kami harus berjuang
pada masa tanpa senjata
dan tanah merdeka
otot meregang, jiwa mengerang



Atau Fidel R Situmorang. Penulis muda yang melalap materi tulisan dari kejadian demi kejadian yang dialaminya. Satu dari tulisan menyentuhnya adalah ketika kasih sayang yang ia miliki tak pernah putus untuk adinda tercinta, walau maut menjemput. Dan itu memisahkan mereka. Hati bicara maka mengalirlah tulisan yang memberi pelajaran penting, bahwa kasih sayang itu adalah warisan yang harus dimiliki sebuah keluarga. Mungkin ini yang dikatakan bahwa penulisan kreatif selalu dibakar imajinasi atau ide sang penulis atau sebaliknya.

Nafas puisi yang juga berkisah tentang perjuangan dan harapan itu juga selalu muncul di malam hari, lewat tulisan Penyair Tengger. Dalam kelemahan tubuhnya, justru masih muncul semangat untuk berbagi rasa, kejadian dan doa. Ia berkisah tentang alam, lingkungan dan daya raih untuk jiwa muda bisa lebih banyak berbuat. Sekecil apapun itu, namun memberi kesempatan pada diri untuk berbuat.

Belumlah terkuak semua kekayaan karya tulis ini, karena dengan muncullnya pemantun muda dengan lewat kekayaan bahasa pantun yang menuntun. Karya mereka hadir tak hanya dihebohkan oleh indahnya birama, namun mampu mendedah dengan benar antara sampiran dan isi dalam bait ke bait. Sebut saja nama Yoan A. Nugraha, Bgd Okki Supriadi Koto, Nuril, tersirat melalui bait pantun para muda ini paham akan puisi lama seperti bidal, pantun kilat (karmina) Talibun dan Seloka bahkan Gurindam dan Syair.

Tentu dalam perjalanan hari, mata menangkap bersusun karakter tulisan yang ditayangkan di layar FB ini. Semua terserap bagi proses berkembangnya sebuah putik. Muncul dari satu kuntum kemudian mekar dan memperlihatkan sari bunga sampai menebar wangi . Tentu saja, kenyataan itu memberikan kesegaran dan tenaga baru. Sama halnya dengan sifat berbagi di laman-laman FB ini.

Belajar tentang pikiran dan ilmu pengetahuan , tanpa belajar untuk memperkaya hati berbagi sama dengan tidak belajar apa-apa (Aristoteles). Karunia hati yang selalu berbagi membuat kita semakin penting, tanpa anugerah hati yang mampu memahami sisi-sisi kelembutan dalam berfikir dan bertindak maka kita sudah lama mati. 

Lagi, diyakini bahwa hubungan sebuah relasi tidak hanya diukur dari berapa lama kita bersama, atau berapa banyak yang telah diberikan atau diterima, namun seberapa banyak waktu kita saling menolong dan bagaimana mencarikan solusi satu terhadap yang lain. Salah satunya tentu melalui pemberian nutrisi pengetahuan…

~Apalah guna daun selasih
Jika gugur diterjang angin
hati mengucap terima kasih
karyamu kurengkuh hilang tak ingin~





________________


Martha Sinaga: wartawati, penulis, pemusik dan penyair

Tidak ada komentar:

Posting Komentar