Sabtu, 12 April 2014

(Artikel Sastra) - Penyair Dikutuk! (Bagian I)





Google Images












"Penyair atau sastrawan sesungguhnya dikutuk untuk terus menyuarakan kenyataan-kenyataan di lingkungannya.”





― Asep Sambodja #AyatAyatSastra (1)



 
Menurut sebuah referensi arti kata 'kutuk' atau 'dikutuk' itu bermakna: "kesusahan atau bencana yang menimpa seseorang disebabkan doa atau kata-kata yang diucapkan orang lain; laknat; sumpah" (2). Kutuk sama artinya dengan laknat atau dilaknat. Umumnya kata kutuk ini berarti sesuatu yang buruk yang menimpa seseorang, atau dihukum oleh sesuatu yang lebih berkuasa dari dirinya atau derajatnya lebih tinggi, bisa juga seorang ibu mengutuk anaknya atau dalam cerita-cerita kitab sui dikatakan sang Maha Kuasa memberikan kutukan kepada nenek moyang manusia pertama yaitu Adam dan Hawa.


Misalnya jika kita membaca cerita Malin Kundang, sebuah legenda dari Sumatera Barat, di mana sang anak yang durhaka mendapat kutukan dari ibunya sendiri: "Tuhan! Jika benar ia Malin anakku, KUKUTUK DIA JADI BATU!". (3) Dan dalam legenda itu sang anak benar-benar menjadi batu.


Kutukan adalah sebuah kata yang sangat menyeramkan sekali, dan paling dihindari oleh banyak manusia, dan tidak ada manusia yang mau dikutuk oleh apapun, karena hal itu berarti suatu malapetaka.


Kutukan juga bisa berarti sumpah, dalam sebuah referensi dikatakan: "diterjemahkan menjadi ”sumpah” dan juga ”kutukan”, menyiratkan sumpah yang mengandung kutukan sebagai hukumannya jika sumpah itu dilanggar, atau jika sumpah itu ternyata palsu". (4)


Kita juga mengenal sumpah atau kutukan jika Anda sekolah di kodekteran, sumpah sebagai pegawai negeri sipil, atau sumpah seorang mafia. Profesi tersebut memiliki sumpahnya sendiri atau kutukannya sendiri, apabila Anda seorang dokter maka hukuman tertinggi dari sumpah tersebut adalah pemecatan, jika menyangkut pidana maka hukuman penjara menantinya, demikian juga dengan seorang pegawai negeri sipil, melanggar sumpahnya bisa dipecat dan dipenjara. Bagaimana dengan sumpah mafia ? Di Amerika dikenal dengan istilah Cosa Nostra (milik kita), yaitu para mafia yang tinggal di Amerika keturunan Itali dari pulau Sisilia.


Para mafia di seluruh dunia memiliki sumpah atau kutukan bagi mereka yang melanggar hal tersebut, biasanya adalah kematian menjadi taruhannya, dan ini menjadi ciri dari kutukan para mafia di seluruh dunia, sama halnya dengan para pasukan khusus suatu negara atau agen intelejen dibekali pil bunuh diri apabila mereka ketangkap, kenapa demikian karena mereka sangat terikat dengan sumpah atau kutukan yang mereka yakini tersebut.






Kesetiaan


Kesetiaan sangat berkaitan erat dengan sumpah atau kutukan, mungkin kata yang lebih indah dan dewasa adalah komitmen, ya jika sumpah/laknat atau kutukan kelihatan sangatlah seram tidak demikian dengan komitmen, istilah-istilah tersebut memiliki pengertiannya yang sama, hanya saja komitmen kedudukan antara dua orang yang berjanji saling terikat dan mengikat, tidak demikian dengan sumpah/laknat dan kutukan, karena salah satu atau seseorang memiliki kedudukan yang lebih mulia, lebih tinggi dan lebih berkuasa, sehingga apabila terjadi pelanggaran, maka hak mutlak ada padanya, tiada maaf bagimu, sedangkan pada komitmen kedua-duanya terikat dan memiliki kedudukan yang sama apabila salah satu melanggarnya.


Menjadi seorang penyair atau sastrawan yang dikenal luas oleh masyarakat, tidak ada proses pengangkatan resmi atau bentuk-bentuk resmi menyandang seorang penyair atau sastrawan, prosesnya sangatlah unik dan berkaitan dengan pengakuan masyarakat sastrawan dan penyair serta hasil karyanya memiliki tempat di hati berbagai macam lapisan masyarakat.


Pengakuannya lebih kepada popularitas serta banyaknya media-media menampilkan sosoknya, serta memiliki jam terbang yang tinggi berkaitan dengan seni sastra yang digelutinya, gelar dan pengakuan sebagai penyair atau sastrawan tidak di dapat dari pendidikan formalnya di sebuah universitas atau akademi, akan tetapi gelarnya diperoleh dari universitas kehidupan masyarakat luas, di sinilah uniknya menjadi seorang penyair atau sastrawan itu.


Salah satu ciri dari penyair adalah kesetiaan, setia terhadap apa ? Menurut Dr. Hasan Abduh kesetiaan berarti: "ketulusan, tidak melanggar janji atau berkhianat, perjuangan dan anugerah, serta mempertahankan cinta dan menjaga janji bersama."


Lebih lanjut dijelaskan oleh Dr. Hasan Abduh, "Sifat setia tidak akan berkumpul dengan perasaan curiga, cemburu, merendahkan, mendzalimi, mengingkari, menyakiti, menuduh dan lain sebagainya."


Timbul pertanyaan: penyair itu bersumpah atau dikutuk oleh apa dan kepada siapa ? Pertanyaan ini penjelasannya akan berbeda-beda, jika seorang penyair memiliki ambisi politiknya sendiri ia akan berprinsip sesuai dengan garis kebijaksanaannya atau sering disebut 'tak terpisahkan dengan ideologinya atau bahkan yang paling religius dalam dirinya, yakni kepercayaannya.


Masih menurut Dr. Hasan Abduh, bahwa kesetiaan yaitu : "kesetiaan pada pengertian yang lebih luas tidak akan terwujud kecuali bila hubungan yang mengikat keduanya berdiri di atas pondasi yang kuat, yang baik, kokoh dan ditopang prinsip-prinsip serta tujuan-tujuan yang jelas."


Untuk itu saya sependapat dengan pernyataan Dr. Hasan Abduh bahwa ada tiga unsur kesetiaan itu: "cinta, humanis, dan iman. Cinta berfungsi sebagai penggerak, humanis berfungsi sebagai penjaga dan media untuk berkelanjutan, serta iman berfungsi sebagai penguat, penyempurna dan pengembang.


Penyair terikat dengan sumpah dan dikutuk untuk setia terhadap setidak-tidaknya tiga unsur universal dalam kehidupan ini, yaitu : Cinta, humanis dan iman 









                                                                        ***---***










____________________





Daftar Referensi :



(1). Ayat-Ayat Sastra

(2). http://renunganrohani.com/2010/11/10/kutukan.aspx

(3). http://id.wikipedia.org/wiki/Malin_Kundang

(4). Watchtower Library

(5). Sumber Gambar : Google Images

(6). Dr. Hasan Abduh, http://www.jasadesainwebsite.net/renungan/kesetiaan-adalah-perjuangan-dan-anugerah.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar