Minggu, 18 Januari 2015

(Cerita Penjuru Dunia) - Buku Penyelamat Prajurit pada Perang Dunia II



Buku Penyelamat Prajurit pada Perang Dunia II
Ilustrasi buku (Getty Images/iStock)



Jakarta, CNN Indonesia -- Bahkan di Amerika, Perang Dunia II membuat suasana mencekam. Tahun 1939 hingga 1945, para pria harus rela mendadak dicerabut dari kehidupannya. Tuntutan medan perang tak pernah pandang bulu: pekerja kantoran, guru, pemain musik, atau pemain peran.

Suatu hari, mereka dituntut siap mengubah arah hidup. Meninggalkan anak istri dan kehangatan rumah, menjelajah antah berantah. Horor perang mengepung. Desing peluru, gempuran bom, sampai semburat tanah yang bercampur potongan tubuh atau darah. Kematian menjelang di depan mata.

Tidak ada yang bisa menolong itu semua. Prajurit, siap atau tidak, harus mengenakan seragam penuh lumpur, tas ransel berat penuh ransum, dan berjibaku dengan senjata penuh peluru tajam.

Mereka jelas butuh hiburan. Jika bukan foto keluarga, maka candaan sesama rekan. Tapi mengutip Huffington Post, ada satu hal yang pernah sangat membantu meringankan mental para prajurit di medan perang. Yakni, sebuah buku karya Betty Smith berjudul A Tree Grows in Brooklyn.

PD II merupakan salah satu masa paling produktif bagi industri percetakan Amerika. Sekitar 123 juta kopi buku digratiskan. Berbagai genre buku disebar: misteri, komik, humor, antologi, kumpulan puisi, cerpen, sejarah, biografi, sampai fiksi klasik dan kontemporer.

Lebih dari 70 perusahaan penerbitan membuat desain khusus buku untuk para prajurit. Ukurannya disesuaikan, harus pas diletakkan di pinggang atau kantung seragam perang.

Buku, pada masa itu dijadikan 'miniatur'. Sehingga bisa dibawa-bawa ke medan perang, rumah sakit, maupun sarang musuh. Itu satu-satunya media yang bisa membuat terlena pikiran para prajurit. Mereka merasa jauh dari medan perang, ke tempat imajinatif yang entah di mana.

Tidak banyak penulis yang mampu membuat buku bagus untuk mereka. Nama Smith-lah yang sering digaungkan. Efek dari buku A Tree Growns in Brooklyn-nya benar-benar positif untuk para prajurit. Usai menulis buku itu, Smith kebanjiran surat dari mereka. Semua mengapresiasi karyanya.

"Apakah Anda pernah merasa sangat putus asa secara emosional sampai Anda harus berbicara dengan seseorang, duduk, dan menuliskannya? Sejak pertama harus bertempur dengan lutut terbenam di lumpur atau membawa tubuh rekan yang berdarah-darah dan saya tak mampu menolongnya, saya merasa sangat berat dan sinis terhadap kehidupan," tulis salah seorang marinir.

Tapi segala depresi yang dirasakannya menguap seiring halaman demi halaman ia membaca A Tree Growns in Brooklyn.

"Saya tidak bisa menjelaskan reaksi emosional di hati saya yang telah mati. Saya hanya tahu, itu terjadi. Saya merasa dilanda gelombang kepercayaan diri dan berpikir mungkin ada kelompok yang punya kesempatan setelah perang ini berakhir," ia melanjutkan dalam suratnya ke Smith.

Marinir itu hanya satu dari mereka yang terbantu dengan buku karya Smith. Masih ada ribuan lain. Ada yang merasa mendapat surat dari rumah. Ada yang merasa mendapat suntikan kekuatan untuk terus berjuang.

"Anda membantu saya melewati hari-hari perang, yang melelahkan dan membuat depresi," kata seorang prajurit lain. Buku itu membantunya fokus pada tujuan memenangkan perang. Saking terinspirasinya, ia sampai akan menamai anaknya kelak dengan Betty Smith.

A Tree Growns in Brooklyn seperti terapi bagi mereka. Karya itu seperti memunculkan harapan baru yang telah terbenam dalam lumpur serta darah di medan perang.

Buku itu sendiri bercerita tentang seorang gadis muda bernama Francie Nolan, yang berasal dari keluarga miskin. Ayahnya seorang pecandu alkohol. Ibunya asisten rumah tangga bergaji minim. Tapi, Francie bermimpi untuk tetap melanjutkan kuliah.

Sayang, setelah ayahnya meninggal Francie justru harus berhenti sekolah untuk bekerja. Meski begitu, mimpinya tak bisa dibendung. Ia tetap belajar tekun agar lolos ujian masuk perguruan tinggi, dan menyisihkan uang sedikit demi sedikit.

Kisah Francie menginspirasi para prajurit untuk tidak menyerah, apapun kondisinya. Mereka merasa bagai pohon yang bisa tumbuh di manapun. Semangat adalah pupuk sekaligus airnya. Tak hanya itu, humanisme Francie juga menyentuh para prajurit, mengingatkan mereka akan kampung halaman.

Kini, setelah 70 tahun berlalu sejak buku itu terbit dan meledak, memang susah mencari A Tree Growns in Brooklyn lagi. Tapi memori soal bagaimana buku bisa menginspirasi khalayak, bahkan mereka yang di medan perang, masih bisa dijadikan pegangan hingga kapanpun.



(rsa/mer)




___________________

Sumber : http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20141209175234-241-17039/buku-penyelamat-prajurit-pada-perang-dunia-ii/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar